Mohon tunggu...
ismail al anshori
ismail al anshori Mohon Tunggu... -

hanya seorang manusia yang masih belajar memaknai hidup,,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuan: Antara Keluarga dan Visi Hidup

8 Mei 2010   03:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:20 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seringkali kita mendapati bahwa ketika sebuah pasangan menikah, pihak perempuan (terpaksa) harus merelakan visi hidupnya, yaitu mimpi dan cita-cita hidupnya, demi bersama dengan sang suami. Ada yang menjadi ibu rumah tangga, dan ada pula yang meninggalkan pekerjaan yang disukainya dengan memasuki pekerjaan yang kurang disenanginya.

Pertanyaannya, apakah salah kalau perempuan memilih untuk menjadi ibu rumah tangga? Tentu jawabannya tidak. Sebagai ibu rumah tangga, akan ada banyak sekali hal yang dikerjakan; mulai dari membangunkan anak, menyiapkan sarapan, membersihkan rumah dan perabot, membayar tagihan bulanan, belanja kebutuhan sehari-hari, memasak makan siang dan makan malam, mengatur pengeluaran, antar-jemput anak sekolah, dll. Hal in menunjukkan bahwa menjadi ibu rumah tangga yang baik pun perlu “pintar”, dalam artian butuh manajemen yang baik dan stamina yang bagus, apalagi jika harus mengajari anak-anaknya yang sudah SMP, karena ada kecenderungan mata pelajaran makin susah.

Terus apa tujuan dari tulisan ini?
Tulisan in berusaha menelaah tentang perempuan dalam peranannya sebagai ibu, perempuan sebagai manusia yang mempunyai mimpi dan cita-cita, dan perempuan sebagai makhluk sosial yang mempunyai tanggun jawab terhadap sesama.
Tentu karena saya belum menikah, akan ada error disana-sini, oleh karena itu saya meminta bantuan untuk memberikan pandangan kepada rekan-rekan di milis alumni jurusan saya untuk membahas hal ini.
Tulisan ini merupakan kompilasi dari berbagai pandangan yang ada, dengan beberapa penambahan.
Saya sangat mempersilahkan atas hadirnya kritik atau saran.

……………………………………………………………

INTRODUCTION

Kita semua pasti setuju bahwa selayaknya lah kita memuliakan perempuan, bukan hanya karena alasan kemanusiaan, akan tetapi karena kemampuan mereka dalam menyeimbangkan dunia yang penuh dengan persaingan dan perlombaan, dunia yang hanya mengenal pemenang atau pecundang, sebuah dunia “milik” laki-laki. Kehadiran perempuan akan membuat dunia ini menjadi penuh kasih sayang, penuh dengan kelembutan, dan dengan demikian akan menjadi indah.

Hanya saja, sangat disayangkan ketika ada seorang perempuan yang sangat berbakat dan mempunyai visi hidup yang bagus, tiba-tiba harus merelakan dirinya “mengalah” demi mengurus keluarganya. Seperti yang telah saya jelaskan di atas, mengurus keluarga bukan hal yang sepele. Sebagian orang mengatakan bahwa, sikap mengalah sang istri adalah wujud cintanya pada sang suami. Akan tetapi perempuan juga mempunyai tanggung jawab yang sama besarnya terhadap masyarakat, terutama bagi mereka yang talented, sehingga harus direncanakan dan diatur betul agar perempuan bisa menyeimbangkan antara tuntutan keluarga, cita-cita hidupnya, dan keberadaannya di dalam masyarakat.

Sepertinya tidak masalah jika sejak awal, perempuan tersebut memang dengan senang hati dan merasa bisa melakukan banyak hal ketika menjadi ibu rumah tangga. Akan tetapi akan menjadi masalah manakala sang perempuan tersebut mempunyai keinginan yang kuat untuk berkarya. Stress karena merasa “kurang berguna” sangat berbahaya karena bisa mengakibatkan seseorang tidak memiliki gairah hidup.
Mari menelaah beberapa latar belakang yg menjadikan perempuan memiliki pola pikir “mengalah” seperti itu.

Pertama, harus diakui bahwa kita hidup di dalam masyarakat patriarki, masyarakat yg memiliki budaya yang melemparkan semua urusan domestik rumah tangga pada perempuan sehingga perempuan hanya punya sedikit waktu yang dicurahkan untuk meningkatkan daya pikir dan wawasannya sendiri. Sudah tentu perempuan yg sangat talented-pun sejak kecil sudah terpapar (ter-indoktrinasi) oleh stigma atau rules yg berlaku dimasyarakat tersebut. Pola pikir demikian sudah menghunjam hingga alam bawah sadar. Disamping itu, tekanan dan tudingan dari masyarakat sekitar akan lebih dulu diarahkan ke perempuan jika terjadi hal buruk pd keluarga, mis: sang anak tidak naik kelas. Jadi, mau tidak mau, suka atau tidak suka, sadar atau tidak sadar, perempuan harus menghitung semua beban faktor tersebut dalam meniti karir.

Kedua, by nature perempuan sudah diberi insting lebih untuk mengasuh; yang memang berguna karena perempuan memiliki kodrat untuk hamil, melahirkan, dan menyusui. Proses tersebut dapat membuat kedekatan batin yang tak terbantahkan antara ibu dan anak, apalagi jika terdapat kesulitan (e.g: sakit) yang teramat sangat dalam proses kehamilan dan kelahiran menyebabkan ikatan tersebut makin kuat. Sehingga perempuan karir cenderung menghitung juga faktor social-personal (terutama anak) jika dibandingkan dg sisi finansial dan posisi. Jika dia melihat dan menimbang bahwa ada terlalu banyak sisi social-personal yg dikorbankan tetapi menurut dia tidak sesuai dg perolehan sisi-financial maka banyak yg memilih utk drop her career. Contohnya banyak perempuan karir yg tak ingin kehilangan "moment" atau masa tumbuh kembang anak saat masih balita; those moment will never come back again, they said.

Jadi, perempuan dalam masyarakat demikian sudah punya beban/tanggungan tak kasat mata di punggungnya. Mereka boleh berlaga tetapi dg membawa beban di punggung. Selalu di ingatkan:"hey your role is in domestic area". Slogan menjadi "ibu yang baik" lebih di dengung-dengunkan dibanding slogan menjadi "bapak yang baik". Slogan "istri shaleha" lebih diutamakan dibanding "suami shaleh". Jadi berbeda dengan pria, yang keberhasilannya di ukur di atas panggung, maka perempuan keberhasilannya diukur di belakang panggung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun