Mohon tunggu...
ismail al anshori
ismail al anshori Mohon Tunggu... -

hanya seorang manusia yang masih belajar memaknai hidup,,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuan: Antara Keluarga dan Visi Hidup

8 Mei 2010   03:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:20 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang sudah tentu ada terjadi pergeseran nilai. Ada perempuan yang menganggap tugas domestik dan mengasuh/mendidik anak tidak seluruhnya adalah tugas perempuan (karena anak adalah hasil perbuatan berdua toh?). Ada pula yang menganggap perempuan punya hak yang sama untuk meningkatkan daya pikir dan wawasannya sendiri dan menuntut adanya "suami shaleha". Jika sang suami se-ide, maka berbahagialah dia, karena adanya pembagian tugas yg disepakati kedua belah pihak. Tentu tidak hanya berbagi tugas yg terlihat secara fisik, tetapi juga mau berbagi tugas beban "perasaan" di hati. Pada posisi tersebut maka perempuan merasa bahwa sang suami bisa mengimbangi keinginan dan ide-idenya.

VISI HIDUP INDIVIDU = VISI HIDUP BERSAMA

Bagaimana cara mensiasati jika sebuah pasangan ingin mencapai visi hidup dari keduanya?
Ketika sudah menikah, visi hidup seseorang tidak bisa lagi visi hidup masing-masing individu -- bisa-bisa malah berantakan dua-duanya kalau ternyata berseberangan. Bisa saja tetap ada visi hidup masing-masing invidividu, tapi visi hidup individu harus mendukung visi hidup bersama.

Sebelum ada janji pernikahan, misalnya saat pacaran, adalah saat tepat untuk membahas dan merencanakannya. Buat dulu rencana-rencana apa yang ingin dilakukan jika sudah menikah -- sang suami mau mengejar apa, sang istri mau mengejar apa, bagaimana dengan rencana memiliki anak, rencana pengeluaran, tanggung-jawab dalam mengelola keuangan, etc.; banyak-banyak lakukan simulasi 'what-if'. Tanpa ada diskusi sebelum nikah, yang akan terjadi adalah kekecewaan. Jika ternyata diskusi tidak mendapatkan titik temu, tidak apa-apa pacaran bubar. Lebih baik bubar saat pacaran daripada setelah pernikahan.

Sejak pengambilan keputusan itu, diharapkan tidak ada lagi keluhan-keluhan dari pasangan, walau kadang-kadang menyesal itu watak manusia -- kadang-kadang kita harus melewati masa buruk seperti grafik sinusoidal.

Kuncinya adalah bukan menyelesaikan apa yang sudah terjadi, tapi membuat rencana bersama. Setiap kali ada sebuah keputusan yang ingin diambil oleh salah satu pihak, sebaiknya diskusikan untuk bicara tentang keuntungan, resiko, dan juga concern yang ada. Memang terasa lebih bertele-tele, tapi itulah pernikahan; dua individu yang punya dua ego tapi harus selalu berjalan bersama-sama.

AKTUALISASI DIRI vs MENGURUS KELUARGA (ANAK)

Pertanyaan yang cukup berat untuk dijawab adalah bagaimana cara perempuan bisa mengaktualisasikan dirinya, mencapai mimpi dan cita-citanya, ketika dirinya juga merasa harus mencurahkan hati dan pikiran untuk keluarganya (terutama anaknya)?

Sejak punya anak, maka bagi sebagian besar perempuan, prioritas hidup berubah; sehingga tujuan hidup juga berubah total. Menjadi bagian penting dari perusahaan bukan lagi menjadi hal yang utama dan terasa membanggakan. Apalagi jika melihat si anak sangat butuh pendampingan yg intensif agar bisa tumbuh kembang dg "standar normal".

Proses untuk menata kembali hidup adalah dengan kembali melihat "apa dan mana" yang lebih penting, menata ulang seluruh cita-cita dan tujuan hidup ke depan, serta mempersiapkan ilmu dan mental untuk berubah haluan. Untuk sebuah visi hidup, terdapat jenis pekerjaan atau kegiatan yang bermacam-macam yang bisa dilakukan; tentunya diperlukan kerja ekstra keras untuk mendapatkan peluang.

Persiapan untuk merubah haluan tak bisa dalam sekejap, kadang butuh beberapa tahun untuk bisa ganti haluan, termasuk di dalamnya proses untuk pikir-pikir, persiapan, dan tengok-tengok kanan-kiri. Keputusan yang diambil bisa mendasarkan pada parameter bagaimana passion dari seseorang, prospek pengembangan diri ke depan, dan tentunya seberapa banyak waktu, pikiran, dan tenaga yang akan tersita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun