Pelanggaran ini terulang beberapa kali dalam tahun-tahun berikutnya. Apabila kita perhatikan warna lambung kapal nelayan China yang masuk kategori distant-water fishing (DWF) berwarna biru menunjukkan bahwa ini bukanlah kapal nelayan biasa. Kelompok nelayan ini adalah masyarakat sipil terlatih, mereka dikenal dengan sebutan the People's Armed Forces Maritime Militia (PAFMM).
Untuk menghindari berbenturan dengan prinsip UNCLOS, maka China memperkuat strategi maritimnya dengan membentuk taktik "Gray-Zone" yang didesain untuk 'win without fighting'. Strategi ini adalah penggunaan masyarakat sipil (aktor non-negara) yang disebar di Laut China Selatan untuk menghidari adanya konflik bersenjata.Â
Pelibatan kelompok non-miiter ini dikedepankan guna menegaskan klaim China tanpa harus memangku risiko konflik terbuka di LCS. Maritime Militia adalah aktor penting dibalik ekspansi China di LCS. Dalam strategi maritimnya, China menggunakan tiga layer untuk mengamankan laut baik di Laut China Timur maupun Laut China Selatan. Pertama adalah Angkatan Laut (The People's Liberation Army Navy-PLAN), layer kedua adalah China Coast Guard (CCG), dan yang terakhir adalah Milisi Maritim (MM).Â
China mempunyai armada kapal penangkap ikan sipil terbesar di dunia dengan banyak awak yang akhirnya membentuk organisasi Milisi. MM adalah organisasi massa yang sebagian besar adalah nelayan yang diberikan pelatihan dan dimobilisasi untuk mendukung strategi maritim China. Mereka mendapatkan indoktrinasi politik dan pertahanan. Para nelayan ini ditugaskan secara kolektif atau terikat pada sebuah perusahaan dan mendapatan pelatihan militer.Â
Kapal MM hadir di berbagai kepulauan sekitar terumbu atau fitur bebatuan, pulau alami maupun pulau buatan, di tepi pantai maupun lepas pantai sepanjang Laut China Selatan. Setidaknya terdapat dua aktivitas utama MM di LCS : pertama ialah penangkapan ikan dan kedua ialah pengintaian.
Pada tahun 1990an, Milisi China menjadi kunci sukses dalam pembangunan infrastruktur di wilayah kepulauan Spratly, yang diawali dengan kehadiran Milisi terlebih dahulu baru kemudian China menduduki wilayah hingga melengkapi konstruksi di beberapa pulau. MM dirancang sebagai kekuatan tambahan militer China apabila terjadi konflik di Laut.Â
MM mempunyai peran besar misalnya pada tahun 2008, kapal penangkap ikan MM diketahui memindahkan amunisi dan bahan bakar ke kapal perang China di sekitar Provinsi Zhejiang. Banyak kapal yang dilengkapi dengan satelit navigasi yang menjadi intelijen maritim yang mampu melacak dan memberitahu tentang posisi kapal. Termasuk dalam insiden Scarborough Reef tahun 2012 dan insiden di kepulauan Paracel tahun 2014, MM selalu frontline terdepan China untuk mendukung Coastguard. Kehadiran MM sangat membantu dalam pengembangan artificial islands di Laut China Selatan.
Operasi MM telah menjangkau hingga ke Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Semakin kesini, jumlah Milisi China semakin bertambah secara kualitas dan kuantitas, jangkauan operasi mereka semakin meluas, peralatan dan teknologi mereka semakin canggih terutama sistem komunikasi dan radar. Pembangunan instalasi militer berlokasi dekat dengan wilayah ZEE Indonesia, oleh karena itu seringkali kapal nelayan China dan kapal penjaga pantainya terpantau  lalu-lalang di sekitar lautan Indonesia.
Besar harapan, Indonesia harus mampu memaksimalkan dua kekuatan; baik dari TNI Angkatan Laut dan masyarakat. Di ranah TNI Angkatan laut tentu perlu terus adanya peningkatan kapasitas dan pengawasan area maritim disamping penguatan diplomasi kerjasama dengan negara tetangga dalam bingkai ASEAN.Â
Namun yang tidak kalah penting pula adalah pelibatan masyarakat pesisir. Masyarakat adalah satu kekuatan nasional negara, maka membentuk masyarakat maritim yang lekat dengan budaya bahari menjadi penting. Ancaman terhadap kedaulatan Indonesia terjadi tepat diujung pintu laut Natuna Utara.Â
Sebagai negara maritim, kita tentu perlu mempunyai strategi maritim yang komprehensif dan menjangkau segala lini. Termasuk Pendidikan maritim yang harus ditanamkan  seperti memahami geografi Laut China Selatan dan regional Asia Tenggara, hukum laut internasional, dinamika perseteruan antar negara di kawasan serta dampaknya terhadap Indonesia dalam segala aspek.