Mohon tunggu...
Ismah Rustam
Ismah Rustam Mohon Tunggu... Dosen - mahasiswa S3 pada International Doctoral Program in Asia Pacific Studies, NCCU

Dosen Hubungan Internasional, saat ini sedang menjalani studi S3 di National Cheng Chi University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Aktivitas Milisi Maritim China di Laut China Selatan dan Dampaknya Terhadap Indonesia

31 Mei 2024   22:16 Diperbarui: 2 Juni 2024   18:27 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan support kepada para garda terdepan yang menjaga wilayah perbatasan laut Indonesia baik TNI Angkatan Laut maupun masyarakat sipil pesisir. Saya mencoba mempelajari bagaimana negara-negara besar menyusun langkah dan strategi untuk menjadi negara maritim dunia dan mempertahankan kehadiran mereka di berbagai titik strategis jalur perdagangan dunia. 

Kesadaran maritim adalah faktor mengapa negara besar berlomba-lomba untuk 'hadir' di berbagai laut dan samudra. Tentu saja dimotivasi oleh kepentingan ekonomi yaitu penguasaan sumber daya alam maupun kontrol jalur perdagangan, serta adanya kepentingan politik.

Kita harus paham bahwa negara Republik Indonesia adalah satu kesatuan dari unsur daratan dan lautan secara utuh dan menyeluruh yang tidak boleh terpisah. Letak silang Indonesia diantara dua benua dan dua samudera membuat Indonesia menjadi wilayah strategis karena terdapat chokepoint jalur pelayaran internasional yaitu Selat Malaka yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Laut China Selatan. serta terdapat tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang membentang dari selatan ke utara sebagai jalur penting dunia. 

Berdasarkan hukum laut internasional UNCLOS 1982, maka setiap negara mempunyai hak berdaulat hingga Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sepanjang 200 mil dari garis pangkal. Menjadi penting untuk menaruh perhatian pada hak kebebasan beraktivitas seperti eksplorasi, eksploitasi dan konservasi di zona 'hak berdaulat' tersebut.

Laut China Selatan (LCS) adalah laut semi-tertutup yang berbatasan langsung dengan wilayah perairan Indonesia di Laut Natuna Utara. Laut ini penting bukan hanya karena rute navigasi maritim dunia tetapi LCS juga menyimpan cadangan gas alam, minyak bumi dan stok ikan yang berlimpah. 

Di Laut Natuna Utara, Indonesia memiliki hak berdaulat yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan ekonomi masyarakat perbatasan melalui berbagai aktivitas; menangkap ikan, eksplorasi minyak, bernavigasi, dan lain-lain. Namun, wilayah ini seringkali dimasuki oleh nelayan asing bahkan polisi penjaga pantai dari negara lain. Hal tersebut merupakan dampak dari adanya klaim Sembilan garis putus-putus (nine dash line) China yang membentang membentuk huruf U di LCS. 

Klaim wilayah tersebut tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif dari sejumlah negara Asia Tenggara lain, seperti Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei Darussalam yang keempat negara ini disebut sebagai claimant state. Meskipun Indonesia menjaga pendirian bukan sebagai claimant state di Laut China Selatan, namun peta ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara juga tumpang tindih dengan 9 garis putus-putus milik China tersebut. 

Untuk mempertahankan klaim nine dash line, maka China membentuk strategi dengan melakukan rekonstruksi pada sejumlah pulau hingga membangun artificial island di beberapa lokasi yang tersebar di LCS. Rekonstruksi yang cukup masif terjadi sejak tahun 1990an yang dimulai dari kepulauan Spratly. 

China menggunakan kapal dredger super besar -MV Tian Kun Hao- untuk mendukung kegiatan reklamasi tersebut. Seiring dengan meningkatnya kapabilitas militer China, strategi maritim 'Near seas defence and Far seas protection' akan semakin kuat khususnya di Laut China Selatan.

Tahun 2016 adalah flashpoint dari masalah tumpang tindih di perairan Natuna Utara dimana kapal nelayan berbendera China yang kerap didampingi oleh kapal coastguard melakukan tindakan asertif di wilayah ZEE Indonesia. Maka terjadi beberapa kali insiden yang membuktikan bahwa kapal China memasuki area hak berdaulat dan yurisdiksi Indonesia Berdasarkan pemantauan citra satelit analisis data automatic identification system (AIS). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun