Aku penghuni sudut kelas, yang sewajarnya diabaikan, berteman serangga yang lalu lalang dalam remang, jauh dari penerangan dan suara, tapi dekat dengan ketenangan dan rasa aman
Jauh dari pintu kelas, tapi aku mendapat kekhususan semilir angin dari jendela. Sengaja aku memilihh baris paling belakang. Agar tak ada yang tahu ketika aku memperhatikanmu.
Manusia kira cinta itu berbanding lurus dengan jarak, berkaitan dengan banyaknya bicara. Itu benar, meski itu bukan aku. Sedang aku, jenis lelaki yang berbeda, sedikit unik, banyak aneh
Aku menikmati kebersamaan dalam pikiran, berdampingan dalam kesendirian. Sebab tak sanggup mempertaruhkan rasaku yang rentan, tak berani berharap sebab takut kecewa.
Apakah memang cinta selalu meninggalkan para pengecut untuk bersama mereka yang pandai merangkai kata? Apakah mereka yang fakir rasa juga jiwa merasakan cinta yang sama
Dunia memang begitu. Para penghuni sudut kelas, para pengagum dalam diam, selalu takkan pernah bisa mendapatkan kesempatan yang mereka impikan. Yang mereka janjikan dalam hati selalu
Bahwa satu saat yang tepat, adalah mereka di sudut kelas itu, yang merelakan diri untuk berkorban apapun. Hanya untuk melihat rangkai senyum dan mata yang tertawa bersamanya
by: Ust. Felix Siaw dalam caption Instagram
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H