Awal tahun 2016 sepertinya panggung politik negeri ini disambut dengan tokoh wayang baru. Setelah geger dengan kasus “Papa Minta Saham” yang berujung pada pengunduran diri Setyo Nowanto dari ketua DPR kali ini panggung politik Indonesia kembali menggelar pertunjukan “Penilaian Kinerja Kabinet Kerja”.
Penilaian yang dilakukan oleh pimpinan salah satu lembaga tinggi negara tersebut sempat menarik perhatian di layar kaca Indonesia. Pasalnya, ia menilai lembaganya merupakan lembaga dengan kinerja terbaik ke empat pada tahun 2015 dan lembaga yang lain berada dibawahnya sungguh hal luar biasa yang pernah ada. Bahkan, Presiden saja tidak pernah menilai para kabinetnya dengan nomor urut.
Tentu saja seorang politisi berulah seperti itu bukan tanpa ada tujuan. Sepertinya dengan menggunakan jabatannya yang ada sekarang ia menggunakan “aji mumpung” dan ingin menghabisi lawan politiknya yang lain. Dengan cara membuat reputasi lawannya jatuh, tidak tanggung-tanggung penilaian kabinet pun secara sepihak dilakukannya.
Salah satu pemimpin kita kali ini bisa diibaratkan tokoh dalam pewayangan yang bernama sengkuni. Tokoh dalam wayang sosok fenomenal nan cerdik luar biasa, namun kecerdikannya digunakan untuk memperoleh kekuasaan serta menajtuhkan musuh-musuhnya. Serupa dengan panggung politik yang sedang terjadi saat ini.
Politik sebenarnya adalah hal yang mulia, karena pada zaman nabi pun nabi berpolitik. Politik adalah cara untuk mensejahterakan rakyat dan cara untuk mencapai cita-cita bersama. Namun, gara-gara oknum yang seperti sengkuni masyarakat menjadi beranggapan bahwa politik itu kejam, politik itu buruk, politik itu menghalalkan berbagai cara, dan lain sebagainya ungkapan tentang politik.
Kalau kita lihat, sengkuni yang menjelma menjadi pemimpin lembaga di negeri ini sudah menunjukkan karakter buruknya sejak tahun 2004. Pada tahun itu, ia menjadi anggota legislatif dari FG. Namun karena hasratnya untuk mengusai Golkar maka ia pun di pecat dan pindah halauan ke Hanura.
Di Hanura pun ternyata tokoh yang berperan sengkuni ini lagi-lagi berulah. Pertama, aksinya meminta HT mudur sebagai Bapilu Hanura yang secara subyektif dianggap gagal membawa Hanura memenangi pileg 2014. Kedua, politisi ini berusaha menjatuhkan lawannya separtai yang mencalonkan diri dari dapil Jabar VIII, alhasil usaha itu gagal dan sang sengkuni kalah dalam pemilihan legislatif.Tidak tinggal diam namanya juga sengkuni, politisi ini merapat ke pemenang Pemilu dan minta jabatan menjadi Menteri.
Dalam politik tokoh seperti ini sering disebut kutu loncat, dimana ada umpan langsung diterjang. Padahal, dalam berpolitik dibutuhkan orang-orang yang mempunyai karakter, mampu mempertahankan ideologi sebagaimana ideologi parpolnya.
Namun, sayangnya sengkuni kali ini tidak sepintar tokoh aslinya di dalam pewayangan. Tokoh kali ini terlalu ceroboh, dan tidak lihai memanfaatkan posisinya. Bukankah sudah selayaknya ia bersyukur sudah dijadikan kepanjangan tangan Presiden untuk memimpin lembaga sekaliber kementrian ? tapi malah berulah dengan membuat raport untuk para kabinet Presidennya. Mau bagaimna lagi, namanya juga sengkuni. Tidak akan puas dengan jabatan Menteri, mungkin kali ini ia menginginkan jabatan wakil Presiden atau bahkan Presiden. Siapa yang tahu.
Untuk itu, seharusnya ada indikator yang disiapkan oleh Presiden untuk memilih para Menterinya. Jika Menteri dari kalangan Professional jelas adalah mereka yang menguasai pada bidangnya namun untuk memilih Menteri dari kalangan politik harus pula dilihat track an recordnya. Sudah berapa lamakah ia menjadi legislatif atau prestasi apa yang telah ia dapatkan baik unutk partai atau untuk negara. Jangan memilih menteri yang dalam pemilihan legislatif saja kalah, berarti kan masyarakat tidak percaya kepadanya. Dapilnya saja tidak percaya apalagi sekarang mau membohongi masyarakat se Indonesia.
Oleh kareanya sudah seharusnya para kabinet yang ada saat ini bersatu saling bahu membahu mewujudkan visi misi serta nawa cita Presiden. Membangun Indonesia lebih baik. Semoga kedepan Presiden mampu meghilangkan orang-orang seperti sengkuni yang ingin melemahkan kabinet.