Judul buku : Pulang
Pengarang : Tere Liye
Penerbit : Republika Penerbit
Cetakan ke- : II, Oktober 2015
Jumlah halaman : 400 halaman
Tahun terbit : 2015
Harga : Rp 75.000
Anda senang membaca buku fiksi, misalnya novel? Entah itu novel terjemahan ataupun novel lain dari penulis Indonesia. Jika iya, pasti sedikit banyak Anda mengetahui penulis-penulis produktif yang karyanya tidak hanya mengagumkan, tapi juga memiliki ciri khas di setiap tulisannya. Salah satu penulis Indonesia yang terkenal adalah Tere Liye. Beliau memiliki nama asli Darwis. Karya-karyanya selalu berakhir menjadi best-seller dan ada beberapa karyanya pula yang pada akhirnya difilmkan.
Di tahun 2015 ini, bang Darwis kembali merilis novel terbarunya, berjudul “Pulang”. Novel ini mengisahkan tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa takut. Lalu, mungkin saja ada yang bertanya, dengan semakin banyaknya penulis-penulis muda, mampukah novel ini bersaing dengan novel-novel lain di luar sana? Tentu saja jawabannya iya. Setiap penulis memiliki pembaca setianya masing-masing. Saat seorang penulis yang seringkali membuat karya best-seller kembali merilis karya terbaru, maka para pembaca setia yang sudah menunggu, pasti akan bersemangat untuk membacanya. Selain itu, novel “Pulang” ini sudah sampai tiga kali cetak, padahal baru beberapa bulan diterbitkan. Tapi, ada satu pertanyaan lain. Semenarik apa novel ini? Apakah ternyata novel ini bisa mengungguli novel-novel lain dari bang Darwis, atau mungkin lebih sukses lagi saat difilmkan. Ya, kita tunggu saja.
Jika sebuah lukisan dianggap bagus, maka yang melihatnya tentu saja bertanya siapa pelukisnya. Begitupun dengan tulisan. Tapi, tidak banyak informasi yang bisa kita dapatkan. Coba saja cari di google tentang biodata Tere Liye, maka sedikit sekali informasinya. Hanya dituliskan bahwa bang Darwis adalah seorang akuntan, pernah kuliah di Universitas Indonesia, sudah menikah dan memiliki anak. Begitupun saat kita membuka halaman terakhir dari bukunya, maka tidak ada apapun. Tidak ada biografi singkat penulis. Tidak banyak yang seperti ini. Sosoknya yang sederhana semakin memberikan pemahaman kepada kita bahwa kenal ataupun tidak seseorang dengan kita, selama apa yang kita lakukan itu bermanfaat, itu sudah lebih dari cukup.
Secara umum, novel “Pulang” bercerita tentang seorang pemuda bernama Bujang yang hidup di pedalaman Sumatra. Sebagai seseorang yang masih berjiwa muda, banyak pertanyaan di pikiran Bujang. Kenapa saat mamaknya mengajari ilmu agama, bapaknya justru memukulinya? Dan saat bapaknya mau membawanya ke hutan bersama para pemburu, justru mamaknya yang marah? Begitupun saat mamaknya menasihati untuk selalu mengosongkan perut dari barang haram, Bujang mematuhinya walaupun masih ada perasaan bertanya.
Hingga saat dewasanya nanti, sedikit demi sedikit potongan-potongan puzzle itu menyatu, sedikit demi sedikit semua pertanyaan mulai terjawab. Dengan banyaknya peristiwa yang telah dilewati, membuatnya semakin tangguh. Dari Bujang yang dulunya tidak bisa apa-apa hingga menjadi Bujang yang tidak hanya berpengetahuan luas tapi juga mampu beladiri. Tapi ternyata ada satu hal kecil yang kadang tidak kita sadari, namun nyatanya berdampak besar yaitu pengkhianatan. Tidak ada yang lebih menyakitkan selain pengkhianatan dari orang dalam. Hingga pertarungan demi pertarungan kembali terjadi dan pada akhirnya datanglah satu masa yang membawa tokoh utama untuk segera kembali pulang. Memeluk erat semua kenangan.
Sebuah karya, apapun itu, tidak pernah terlepas dari masukan dan juga pujian. Untuk novel “Pulang” ini, ada kata yang ditulis dalam bentuk tidak baku, yaitu praktek (hal. 249) yang seharusnya ditulis menjadi ‘praktik’. Kata ini termasuk salah satu kata yang masih sering kita tulis dalam bentuk yang tidak baku. Semakin mudahnya akses informasi, maka semakin mudah pula penyebaran suatu informasi itu hingga ke banyak orang. Dan untuk kata-kata yang seringkali ‘salah’, sudah sepatutnya kita saling memberi koreksi secara sopan agar suatu kesalahan tidak lagi menjadi sebuah kebiasaan yang bersifat ‘lumrah’.
Pada novel ini, ada tokoh lain yang menarik perhatian saya yaitu bernama Parwez, sebagai CEO perusahaan. Saya sudah membayangkan kalau saja Parwez itu ikut memukuli salah satu anak buah Brigade Tong, tapi ternyata tidak. Walaupun karakternya agak penakut, tapi setidaknya dia bisa menyelamatkan dirinya dari serangan musuh dan bukannya berlindung di belakang Tauke Besar.
Kejadian yang diceritakan di novel-novel Tere Liye erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Tak hanya itu, novelnya juga menyajikan informasi umum yang secara tidak langsung memberikan kita wawasan, entah itu tentang sejarah, ekonomi, dan politik. Di novel “Pulang”, kita banyak mendapatkan informasi tentang dunia hitam yaitu shadow ecomomy yang dijelaskan secara ringkas dan tidak berbelit-belit, sehingga pembacanya pun tidak merasa bosan.
Suatu ketika saya pernah membaca blog orang bahwa suatu buku itu, ada yang bisa kita baca dan ada pula yang harus kita punya. Semua orang punya pilihan. Tidak masalah jika berbeda sebab tidak ada yang namanya pemaksaan. Tapi, saya juga punya pilihan dan saya memilih bahwa saya harus punya buku itu. Akhir kata, izinkan saya mengutip beberapa kalimat dari novel ini yang menurut saya sarat makna. “Jangan pernah tertipu dengan tampilan fisik. Di dunia hitam, ada banyak sekali orang-orang yang bergaya, terlihat wah, berpakaian meyakinkan, tapi kosong dalamnya. Sebaliknya, ada orang-orang yang terlihat seperti orang kebanyakan, seperti tetangga sebelah rumah atau teman kerja biasa, tapi dalamnya sangat berisi, orang yang sangat lihai dan berpengalaman di dunia hitam. (hal. 340)
*selamat malam, saya anak baru, jadi mohon bimbingannya bapak, ibu, aa, teteh sekalian :)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI