Mohon tunggu...
Indra Sastrawat
Indra Sastrawat Mohon Tunggu... Administrasi - Wija to Luwu

Alumni Fakultas Ekonomi & Bisnis - UNHAS. Accountant - Financial Planner - Writer - Blogger

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Monumen Mandala Riwayat mu Kini!

28 September 2013   21:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:15 1476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_291337" align="aligncenter" width="574" caption="Monumen Mandala di Makassar (foto: Zainal Rahman-www.majalahversi.com)"][/caption]

Kesepian itu kesan pertama saat saya menatap bangunan tegap menjulang tinggi ke langit, Monumen Mandala Pembebasan Irian Barat, orang lebih mengenalnya dengan sebutan Monumen Mandala.  Sore itu saya melintas di depannya, awan hitam menggelantung diatas menaranya, seolah ingin menggambarkan kegetirannya, kini telah dilupakan.

Bicara ikon kota Makassar maka pandangan kita akan segera mengingat pantai Losari atau Benteng Roterdam, orang lantas lupa dengan Monumen Mandala. Seperti umumnya monument pasti menyimpan kisahnya. Monumen ini dibangun pada masa orde baru berkuasa tahun 1994, monumen Mandala tidak bisa lepas dari sosok murah senyum namun kontroversial bernama Soeharto. Letaknya pun bergengsi tidak jauh dari titik nol kilometer kota Makassar.

Tingginya 75 meter yang terdiri atas 4 lantai, Menaranya mencapai ketinggian 62 meter sebagai simbol, pada 1962, terjadi perjuangan pembebasan Irian Barat. Pada bagian bawah monument terdapat relief lidah api yang menjadi simbol semangat yang tak kunjung padam. Monumen ini sengaja dibangun di Makassar karena di kota anging mamiri menjadi pusat dari pembebasan Irian Barat.

Dibagian dalam monument mandala terdapat berbagai macam replika dan diorama perjuangan bangsa tidak hanya kisah pembebasan irian Barat, tapi juga cerita tentang perjuangan anak negeri melawan kolonialisme terutama perjuangan lokal laskar Sulawesi.

Pasca reformasi monumen mandala seperti kehilangan pamornya, monumen ini hanya dikenal jika ada pesta atau festival dan sesekali menjadi tempat para demontran meluapkan keluh kesahnya, atau saat musim pilkada dimana para calon walikota mengumbar janji manisnya. Kini nasib monumen mandala semakin tegerus oleh zaman, orang tidak lagi tertarik datang berkunjung. Pada Juli lalu Monumen Mandala direnovasi. Tujuannya agar wisatawan mau singgah untuk bernostalgia dengan masa silam. Masyarakat "modern" lebih senang mengunjungi Trans Studio yang megah atau Pantai Losari yang kian cantik. Kemeriahan masa silam tinggal kenangan.

[caption id="attachment_291340" align="aligncenter" width="504" caption="Monumen Mandala di renovasi (foto:www.tribunnews.com)"]

13803784971228894221
13803784971228894221
[/caption]

Tidak jauh dari monumen mandala berdiri mal dan pusat perbelanjaan mewah yang sesak dengan pengunjung, sangat kontras dengan pemandangan monumen mandala yang sepi. Jangan lupakan pula lapangan karebosi yang berseberangan dengan monumen mandala merupakan satu saksi sejarah Trikora, lapangan Karebisi punya pertautan sejarah dengan Monumen Mandala. Kini karebosi telah disulap menjadi pusat perbelanjaan elit, sebuah mal bawah tanah. Di Karebosi 41 tahun silam, Bung Karno bersuara lantang ""rebut Irian Barat sebelum ayam berkokok" yang menjadi batu meteor pembakar semangat bagi generasi pada masanya merebut kembali Irian Barat.

Pada akhirnya saya berharap pihak terkait perlu mengemas ulang format wisata sejarah yang mampu mengajak orang untuk datang ketempat ini, karena zaman telah banyak berubah. Selain itu fasilitas yang nyaman dan modern akan membuat pengunjung betah untuk melihat salah satu cerita kegemilangan rakyat Indonesia. Monumen mandala sebagai wahana merenenungi jejak perjuangan bangsa dan menjadi pembelajaran generasi kini.

Monumen mandala bukan sekedar bangunan bisu yang layak dibiarkan teronggok dalam metropolitan yang gemerlap, karena didalamnya terdapat secuil kisah perjuangan anak bangsa melawan kapitalisme. Dan jangan biarkan monumen mandala dibiarkan mematung tanpa makna bagi generasi sekarang.

Sambil mengenang kalimat Pemimpin Besar Revolusi, Soekarno "jangan sesekali melupakan Sejarah", saya tinggalkan Monumen Mandala dengan membawa seribu impian, bisa melihat kembali monumen mandala menjadi primadona dan ikon kota Makassar.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun