Mentari pagi memancarkan sinarnya dari ufuk timur, kicuan burung ikut menghiasai sejuknya pagi dengan hembusan udara yang bersih. Di jalan bebatuan motor-motor lalu lalang dengan suara yang kencang. Mengisi liburan lebaran, pagi itu kami ingin menuntaskan keinginan kami memetik cengkeh. Perjalanan lumayan jauh, dengan motor matik yang masih baru. Kami melaju kendaraan kami tanpa macet, disamping kanan kiri jalanan pohon dan hamparan sawah menemani perjalanan kami. Tidak jarang kami berpapasan dengan para pemetik cengkeh, kami tidak melihat kebun kakao yang dulu primadona.
Bulan Juli sampai Agustus adalah bulan madu petani cengkeh. Setahun sekali para petani bisa menikmati kuncup-kuncup cengkeh merekah, memetik dan menjualnya. Perjalanan dengan motor berakhir diujung desa, karena kebun cengkeh berada diatas kaki gunung dan menyebrang sungai motor tidak bisa menemani perjlaanan kami berikutnya. Hanya sekitar 5 menit jalan kaki menyebrangi sungai kecil kami sampai di hamparan kebun cengkeh. Cengkeh milik saudara ada sekitar 100 pohon,sebagian besar masih berumur 5 tahun. Di usia 5 tahun biasanya cengkeh masih jarang berbua.
[caption id="attachment_352247" align="aligncenter" width="560" caption="Memetik cengkeh bukan pekerjaan mudah (foto: koleksi pribadi)"][/caption]
Kami menyasar ke salah satu cengkeh yang tangkai bunganya tumbuh dengan lebat, dari pagi menjelang siang kami menghabiskan waktu bersama pohon-pohon cengkeh. Di sela-sela memetik cengkeh ada saja yang datang untuk mengajak berbincang-bincang. Tidak jarang para petani membanggakan pohon cengkeh milik mereka atau sekedar mengeluh karena harga cengkehnya tidak dihargai lebih baik dari cengkeh yang lain.
Di pasaran harga cengkeh meroket tajam, tangkai bunga cengkeh yang kering dihargai sampai 150.000 perkilo. Satu pohon yang masih muda berusia sekitar 5 tahun bisa menghasilkan 5 kilo atau sekitar 750.000 ribu.salah satu kelebihan cengkeh adalah semua batangnya laku dijual, bunganya dihargai 150.000/kilo, tangkainya 10.000/kilo, daun cengkeh dihargai 3000/kilo dan yang paling mahal adalah batangnya diatas 150.000/kilo. Maka tidak heran cengkeh menjadi primadona kembali, menggeser kakao yang redup dan nilam. Cengkeh adalah tanaman asli Indonesia, selain untuk rokok, cengkeh juga digunakan untuk kesehatan dan makanan, maka tidak mengherankan cengkeh menjadi mahal.
[caption id="attachment_352249" align="aligncenter" width="560" caption="Pohonnya kecil tapi tangkai bunganya penuh (foto:koleksi pribadi)"]
Di desa Malenggang kab. Luwu, petani sudah menanam cengkeh sejak 30 tahun lalu. Saya masih ingat ketika kelas satu SD diajak keluarga menyusuri bukit menanam cengkeh walau waktu itu dikepala kami semuanya sekedar bermain. Pasang surut cengkeh didesa Malenggang memang menarik sekali, pada masa orde baru harga cengkeh jatuh ke palung yang paling dalam, satu kilo dihargai hanya 2000/kilo.
Zaman itu cengkeh adalah mesin uang keluarga cendana melalui monopoli (kartel) perdagangan cengkeh. Kecewa dengan kondisi tersebut banyak petani yang beralih menanam kakao. Di saat bersamaan di kecamatan Bupon sedang menjadi percontohan kakao propinsi. Banyak petani kakao didatangkan dari kabupaten Soppeng. Kakao memang sukses luar biasa, banyak petani dari Soppeng bisa naik haji karena kemakmuran kakao.
Sebagian besar petani tidak menyadari bahwa kakao mesti diremajakan agar bisa menghasilkan buah yang baik, mereka terlena dan pemerintah terlambat mengantisipasinya. Program Gernas Kakao yang menghabiskan trilyunan rupiah gagal total di desa Malenggang dan desa sekitarnya. Kebun-kebun kakao diratakan diganti menjadi hamparan sawah dan kebun-kebun cengkeh.
[caption id="attachment_352253" align="aligncenter" width="531" caption="Menjemur cengkeh"]
Ketika masa-masa suram terdapat sekelompok petani yang mencoba bersabar tidak memotong dan mengganti cengkeh dengan kakaonya. Kini merekalah yang menikmati panen yang melimpah, buah dari kesabaran adalah tangkai yang menghasilkan puluhan juta setiap tahunnya.
Seorang ibu setengah baya menghampiri kami, dia sedikit menumpahkan rasa kesalnya. Dia protes karena dikampung ini para tenaga pemetik cengkeh (buruh cengkeh) hanya dibayar 2000/liternya. Sebuah harga yang kecil, sedangkan di desa sebelah dihargai sampai 3000/liternya. Bahkan masih ditambah jatah makan siang. Sekedar perbandingan 4-5 liter sama dengan 1 kilo cengkeh kering atau (150.000 rupiah) artinya dengan tarif 2000/liternya mereka hanya mendapatkan 10.000 perkilonya.
Saat memetik, saya menjumpai satu keluarga buruh cengkeh, satu keluarga bisa terdiri dari empat anggota. Dalam sehari mereka bisa memetik 20-30 liter cengkeh, salah satunya gadis yang sedang asyik bermain-main dengan rindangnya pohon cengkeh diatas ketinggian 5 meter.
[caption id="attachment_352256" align="aligncenter" width="560" caption="Menyebrangi kali (foto:koleksi pribadi)"]
Memetik cengkeh bukan pekerjaan gampang, banyak pohon cengkeh memiliki pohon tinggi yang menjulang sampai 10 meter, dengan batang yang kecil dan terpaan angin yang kencang seringkali pemetik cengkeh mempertaruhkan nyawa mereka. Tangga yang diikat tali bukan jaminan, sudah banyak kecelakaan yang mengakibatkan patah tulang. Setelah cengkeh dipetik dan disimpan dalam karung, pekerjaan berikutnya adalah memisahkan buah cengkeh dari tangkainya. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada malam hari. Ketika kaki-kaki dan tangan masih lelah, malamnya masih harus rela memisahkan cengkeh dari tangkainya, dikampung saya biasa disebut mapupuk.
Zaman ketika panel surya belum ada, ketika listrik masih tabu dibicarakan, kegiatan memupuk adalah sebuah kegembiaraan. Di temani lampu pelita yang redup kami membentuk lingkaran amoeba, kami mulai memupuk cengkeh ditemani secangkir kopi Toraja yang harum habis ditumpuk tadi pagi. Cerita pun dimulai, para pemetik cengkeh menumpahkan kisah mereka didepan lampu pelita, ada gelak tawa dan gembira tak ada rasa sedih walau kala harga cengkeh sangat murah. Sampai tengah malam kerjaan satu hari tuntas dan bersiap untuk esok hari.
[caption id="attachment_352254" align="aligncenter" width="560" caption="Kaki Latimojong jauh disana (foto: Koleksi pribadi)"]
Dibalik kilau dan aroma cengkeh terdapat para petarung hidup yang hanya menikmati secuil tangki cengkeh, mereka inilah para buruh cengkeh yang sejak pagi sampai malam bergumul dengan tangkai cengkeh. Limpahan cengkeh telah menaikan martabat ekonomi warga desa, didesa tersebut anak sekolah sudah bisa membeli motor. Maka tidak heran ketika datang saya tidak menemukan tukang ojek lagi, motor-motor dengan plat putih adalah pemandangan lumrah di desa ini.
[caption id="attachment_352250" align="aligncenter" width="560" caption="Sisi lain Desa Malenggang, hamparan sawah siap panen (foto:koleksi pribadi)"]
Kami meninggalkan hamparan cengkeh dengan perasaan senang bisa mengulang memori masa lalu, bercengkrama dengan alam dan menikmati keindahan gunung Latimojong dari kejauhan. Memetik cengkeh bagi kami pendatang dari kota adalah sebuah liburan, bahagia itu sederhana. Bisa melihat tangkai cengkeh merekah, memetik dan mencium aromanya ditemani pemandangan alam dan udara segar adalah sebuah bahagia. Saat pulang, istri saya setengah berbisik, katanya " abi, kita bisnis cengkeh saja yah"
salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H