Mohon tunggu...
Indra Sastrawat
Indra Sastrawat Mohon Tunggu... Administrasi - Wija to Luwu

Alumni Fakultas Ekonomi & Bisnis - UNHAS. Accountant - Financial Planner - Writer - Blogger

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membumikan Revolusi Mental Gaya Anies Baswedan

18 Oktober 2014   14:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:34 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_367262" align="aligncenter" width="560" caption="Seminar Revolusi Mental (foto:koleksi pribadi)"][/caption]

Orang yang dinanti-nanti akhirnya muncul, dengan setelan batik yang menawan, Anies Baswedan hadir menyapa ratusan peserta seminar bertajuk Revolusi Mental di Saoraja Ballroom Wisma Kalla, Jumat 17 Oktober 2014. Acaranya masih dalam rangkaian HUT ke 62 Kalla Group. Tidak butuh lama ruangan yang menampung 300 ratus peserta penuh sesak, sebuah atusias yang luar biasa.

Sebagai seorang sahabat pak JK, kedatangan Anies di Wisma Kalla seperti kedatangan seorang tamu ke rumah kerabatnya. Sebelum masa kampanye, pak JK sering bertemu dengan Anies di kampus Paramadina, tempat kerja JK di PMI berdekatan dengan kampus Paramadina, mereka sering bertemu di kantin membahas banyak persoalan bangsa. Selama kampanye kita sering mendengar jargon "Revolusi Mental", sebenarnya apa yang dimaksud Revolusi mental tersebut?

Dengan gaya bicara yang terunut dan pemilihan kalimat yang memukau, pak Anies coba mengurai makna revolusi mental bagi bangsa ini. Bagi Anies, keterlibatan orang-orang hebat dalam mengurus republik ini adalah sesuatu yang mutlak, jangan hanya jadi penonton. Rasa kepedulian atas masalah bangsa, diawali dari tingkat terendah yaitu RT, kapan terakhir kita datang mengikuti rapat RT? Sangat jarang warga yang peduli dengan RT nya, ketidakpeduian kemudian menular pada apatis atas pembangunan di sekitar tempat tinggalnya. Revolusi mental beranjak dari melibatkan semua elemen masyarakat untuk merasa memiliki Indonesia. Start small act now.

Korupsi akan musnah

Pilar dari pemberantasan korupsi sesungguhnya berada di keluarga, menjaga integritas uang hasil kerjaan benar-benar bersih dimulai dari menimbulkan kepedulian atas reski keluarga, pernah kita bertanya dan meminta ke suami atau istri kita,  jangan kasih makan kami reski dari hasil korupsi! Masalah terbesar bangsa ini adalah mental korupsi sangat tinggi, saya sendiri pernah suatu hari ketika kerja di perusahaan pelayaran, saya dipaksa untuk memberi tip ke salah satu staf di pelabuhan agar administrasi kapal kami beres, tentunya tanpa kuitansi.

Dahulu ketika mencuri dianggap hal memalukan bagi keluarga sehingga pencuri sering lari dari kampong menghindari malu terhadap keluarga, tapi kini dengan bangganya para koruptor membagi-bagika hasil korupsinya ke rekening istri, anak hingga kerabatnya, dan mereka merasa senang menerima uang dari hasil merampok. Bahkan pernah kejadian seorang koruptor yang telah bebas disambut di kampungnya bagai pahlawan.

[caption id="attachment_367264" align="aligncenter" width="480" caption="Anies Baswedan bersama kawan sebelum seminar dimulai (foto: Amril Arifin)"]

14135933332107702134
14135933332107702134
[/caption]

Budaya korupsi pada suatu waktu akan hilang dan para pelakunya merasa malu, ini sama dengan budaya rasis dan perbudakan. Sampai dekade 5oan, orang-orang yang membicarakan rasisme masih mendapat tepuk tangan namun kini orang yang bicara rasis akan mendapat cemohoan dari masyarakat. Begitupun perbudakan, dahulu perbudakan dianggap legal, orang boleh memperdangkan manusia, namun kini di zaman modern memiliki budak adalah sesuatu yang memalukan.

Dalam pertemuan Forum Ekonomi Dunia, dijelaskan peringkat Indonesia, sebagai perbandingan dalam hal inovasi negeri kita tidak kalah dari Eropa tapi dalam hal birokrasi kita setara dengan Negara di Afrika. Dari tata aturan, tata kelola dan tata laksana kita sudah miliki tapi manusianya tidak mampu menjadikannya sebuah realita.

Ayo Kembali ke Sekolah

Sebagai pendidik, Anies Baswedan adalah inisiator dari gerakan Indonesia Mengajar, lewat gerakannnya para guru dan siswa terinspirasi menjadi lebih baik. Para guru-guru kita "kesepian", murid yang dahulu dididiknya, ketika sukses mereka tidak pernah lagi datang menengok guru sekedar memberi selamat, kapan terakhir kita kembali ke sekolah kita? Padahal efeknya sangat besar, mendatangi sekolah tempat kita sekolah dahulu, bertemu dengan guru dahulu, dan kemudian guru tersebut bercerita kembali ke murid-muridnya bahwa yang datang tadi adalah muridnya yang kini telah sukses, bayangkan efek yang terjadi, si murid akan terinspirasi untuk sukses seperti mereka yang lebih dulu sukses, jadi mulai sekarang rancang perjalanan untuk kembali kesekolah kita dahulu, sejenak lupakan travel wisata yang indah-indah, sesungguhnya ada perjalanan lebih bernilai yaitu mendatangi sekolah kita dahulu, bertemu guru kita, menyapa mereka, dan berbagi inspirasi dengan meraeka dan anak sekolah.

Aset terbesar kita adalah anak-anak kita, tanamkan mimpi ke mereka untuk sukses, jangan matikan mimpi mereka dengan kalimat yang membunuh. Biarkan mereka bermimpi bisa sekolah sampai ke Jepang, Eropa, Mesir hingga Amerika, kelak anak-anak tersebut tumbuh dengan optimisme yang tinggi. Sebagai bangsa asset terbesar adalah manusia, dahulu muncul paradigma yang salah, bila bicara negara Indonesia yan dibicarakan adalah pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, tambang yang melimpah, kini bila bicara Indonesia adalah bicara soal manusia Indonesia, pendidikan, kesehatan dan keejahteraan.

[caption id="attachment_367263" align="aligncenter" width="560" caption="Anies tampil memukau di ratusan peserta seminar (foto:tribun-timur.com)"]

1413591764430747692
1413591764430747692
[/caption]

Jokowi-JK & Lima Elemen Revolusi Mental

Sehari sebelum ke Makassar, Anies bersama beberapa rekan di tim Jokowi-JK telah membuat beberapa lima elemen penting apa yang disebut sebagai Revolusi Mental Birokrasi, seperti:

1.      Dahulu penekanan pada program yang sudah dilaksanakan, sekarang diubah penekanan pada hasil yang sudah dicapai. Banyak program namun hasil yang minim.

2.      Dahulu semua terlibat tapi tidak ada yang bertanggung jawab, sekarang diubah menjadi satu bertanggung jawab dan semua terlibat. JK sering kali biacara bahwa Pemerintah itu tugasnya memerintah bukan menghimbau, menghimbau itu tanggungjawabnya anak buah.

3.      Dahulu kota mengarahkan desa, kini desa mengarahkan desa dan kota memantau dan membantu desa. Di desa banyak pengetahuan, banyak kearifan lokal, wisdom (kebijaksanaan) .

4.      Dahulu, soal proyek, pemerintah merancang dan memimpin implementasi, sekarang diubah menjadi gerakan implementasi dan partisipatoris dan gotong royong. Misalnya dalam pembangunan saluran (gorong-gorong) warga, warga diminta terlibat langsung jangan hanya menonton. Program itu midsetnya tanggung jawab pada pengelola program sedangkan gerakan mindsetnya semua warga ikut bertanggung jawab. Indonesia dibangun dengan semangat gerakan gotong royong.

5.      Dahulu orientasi pada pertumbuhan ekonomi yang cepat, sekarang rakyat hebat dengan kesejahteraan rakyat bukan persoalan Negara tapi rakyatnya.

Soal Pak JK, Anies Baswedan mencontohkan bahwa pak JK adalah orang yang tidak suka menghadiri peletakan batu pertama tapi pak JK hadir pada proses pembangunan, inilah bedanya pemimpin upacara dengan pemimpin pekerja. Kalau pemimpin upacara datang diawal dan diakhir ditengah tidak pernah datang, kita butuh pemimpin yang hadir saat proses. Ketika paak Jokowi jadi gubernur melakukan blusukan, konsekuensinya semua struktur mengalami kontraksi, semuanya kerja dan beergerak karena semua turun kebawah, tanpa rencana berlama-lama. Efeknya luarbiasa, rakyat diberbagai daerah menengok ke pemimpinnya bertanya kenapa tidak datang ke lapangan melihat langsung.

Ketika masih langka perusahaan peduli atas ketersediaan energy, Kalla Group telah membangun proyek besar PLTA Poso yang menyediakan suplai listrik bagi masyarakat, menerangi rumah tanggga di Sulawesi hingga anak-anak bisa belajar di malam hari, ibu-ibu bisa memasak dengan nyaman dan bapak-bapak bisa menonton bola. Secara finansial dua orang ini (Jokowi-JK) bisa saja hidup nyaman tanpa harus terjun ke pemerintahan, pak JK misalnya dengan usia yang tergolong sepuh dia bisa saja menghabiskan umurnya dengan anak cucu, namun keduanya tidak melakukannya, karena Indonesia butuh orang-orang yang mau peduli. Masalah republic ini tidak akan selesai jika orang-orang baiknya tidak mau repot-repot. Saya semakin yakin kita sudah memilih pemimpin yang tepat karena salah satunya ada orang hebat seperti Anies Baswedan bersama kita.

Dua jam bersama Anies Baswedan terasa pendek, untaian kalimat inspiratif dari tokoh pendidik nasional ini bagai oase di padang gurun yang tandus. Anies Baswedan telah menularkan energi postif bagi kami karyawan Kalla Group. Negeri ini butuh orang baik dan hebat menyelesaikan persoalan republik yang menumpuk. Tulisan ini tidak bisa menampung isi ceramah pak Anies kemarin. Terima Kasih Bapak. Anies Rasyid Baswedan, Ph.D.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun