Mohon tunggu...
Indra Sastrawat
Indra Sastrawat Mohon Tunggu... Administrasi - Wija to Luwu

Alumni Fakultas Ekonomi & Bisnis - UNHAS. Accountant - Financial Planner - Writer - Blogger

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Menggapai Mimpi di Mattoanging

28 Januari 2015   15:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:14 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14224079721485512587

[caption id="attachment_393635" align="aligncenter" width="560" caption="Stadion Mattoanging (foto:tribunnews.com)"][/caption]

Mereka memandang setiap kapal phinisi yang datang, dari tempat ini pula para pelaut Makassar yang tangguh merasakan semilir angin yang berhembus menghempas tubuh mereka, pertanda musim berlayar telah tiba. Tempat itu kini bernama Mattoanging yang orang Makassar mengartikannya Mattoa (Melirik) dan anging (angin). Bagi pelaut angin adalah kabar gembira yang membawa mereka menjelajahi ke negeri yang jauh. Mattoanging zaman dahulu adalah sebuah tempat berlabuhnya kapal phinisi yang gagah membelah lautan. Mattoanging adalah rumah bagi pelaut Makassar tempo dulu.

Ketika Makassar ditunjuk menjadi penyelenggara PON tahun 1957, pemerintah membangun sebuah stadion, tempat dimana dahulu para pelaut mengumpulkan keberanian mereka yaitu Mattoanging. Dan stadion itu diberi nama yang sama, Mattoanging.

Stadion tersebut kelak menjadi markas PSM Makassar, sebuah klub sepakbola tertua yang hingga kini masih eksis di Indonesia. Entah siapa yang mula-mula memperkenalkan olahraga yang dominan dimainkan oleh kaki sehingga begitu digandrungi masyarakat Makassar. Sepakbola dan PSM sudah menjelma menjadi kultus bagi rakyat kota daeng. Dari Ramang yang legendaris hingga Christian Gonzales pernah sekian lama merasakan rumput Mattoanging, di tempat ini pula si Kurus Kurniawan menempah diri sampai menemukan kembali ketajamannya. Telah banyak bintang yang lahir dari Mattoanging, banyak dari mereka telah menggapai mimpi menjadi superstar sepakbola dan banyak pula telah menemukan mimpi indahnya di dimensi alam yang lain.

Bagi PSM, Mattoanging adalah rumah yang mengukir betapa banyak kisah melankolia yang begitu panjang bila diurai satu-satu. Mattoanging menjadi sejarah kebesaran klub PSM yang merajai sepakbola di dekade 60-an, dan juga menjadi cerita pahit kegagalan PSM di dekade 80-an. Dan betapa ironinya ketika musim lalu, dengan alasan miskin fasilitas, stadion ini dilabeli tidak lolos verifikasi oleh PSSI. Jadilah anak-anak Ramang merasakan menjadi perantau di negeri orang, seperti Karaeng Galesong yang diusir oleh Belanda dari tanah Makassar menuju Jawa Timur.

Menjadi tuan rumah di luar Makassar adalah satu potongan puzzle dalam cerita pahit PSM Makassar yang akan selalu dikenang. Walau stadion Mattoanging telah berganti nama menjadi Stadion Andi Mattalata, namun publik Makassar lebih senang menyebut stadion tua ini dengan Mattoanging.

Memang sungguh berat menyulap stadion berkelas C yang tua renta menjadi stadion megah. Sebagai kota metropolitan, Mattoanging adalah ironi kota Makassar, kumuh dan tenggelam dalam haru biru kota yang pembangunannya melesat bagai anak panah, namun justru menyisakan stadion tua yang tak terawat. Kondisi diperparah oleh saling klaim kepemilikan antara Yayasan dengan Pemprov Sulsel. Bagi kami menonton PSM di Mattoanging adalah harga mati. Di stadion ini lah lawan-lawan PSM dibuat mati kutu. Mereka merasakan angkernya Mattoanging walau keangkerannya telah berkurang dalam lima tahun terakhir. Dahulu zaman perserikatan, klub-klub besar menyerah sebelum bertanding bila bermain di Mattoanging, terikan tepoki (patahkan) kakinya saling bersahutan didalam stadion melunturkan nyali lawan. Dan adrenalin pemain PSM naik bertambah bila bermain di Mattoanging.

Maka salah satu kado indah menyambut satu abad PSM Makassar di tahun 2015 nanti tiada lain bisa melihat tarian anak-anak Makassar di Mattoanging, ditemani orkestra yang memekkan telinga dari Macz Man, dan pesta pun dimulai kembali. Dan keramaian Mattoanging yang pernah jaya telah kembali, walau itu tinggal menghitung tahun karena saudara muda mereka di tepi pantai bernama Barombong sedang bersolek. Stadion Barombang yang berkapasitas 40.000 sebentar lagi menerima estafet penerus nyanyian ewako Makassar.

Mimpi kembali bermain di Mattoanging telah dicetuskan pemilik dan supporter PSM Makassar. Dan serupa ungkapan orang bijak, dari pada mengutuk kegelapan lebih baik menyalakan lilin. Kira-kira begitu respon manajeman PSM. Renovasi sedang berjalan memburu deadline dari PSSI demi memuaskan hasrat pecinta PSM. Mattoanging diambang masa pensiunnya ini ingin memberikan persembahan terakhir dan sekaligus kado bagi PSM. Semoga tenggat waktu renovasi bisa selesai dan PSSI memberikan lampu hijaunya untuk Mattoanging. Dan juara di usia satu abad adalah kado terindah bagi PSM Makassar. Ewakoo!

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun