[caption id="attachment_398567" align="aligncenter" width="536" caption="Gerakan KoinUntukAustralia (foto:acehkita.com)"][/caption]
Heeeeeeyy Abbott, masih ingat dengan teriakan itu. Anda yang menikmati TV pada dekade 90-an pasti ingat dengan film kartun Abbot & Costello. Film kartun klasik tahun 60-an ini menceritakan dua tokoh Abbott dan Costello yang konyol namun sukses menjalankan berbagi misi, yah tentu dengan segala keberuntungan. Film kartun yang tayang di TVRI ini menjadi teman sore kami semasa kecil, tokoh Costello dan teriakan heeeeyy Abbott adalah trendmark kartun ini.
Film kartun ini dibuat untuk mengenang dua comedian William Abbott dan Lou Costello yang sempat menjadi prmadona di decade 40-an sampai awal 50-an. Mereka mulai merambah di dunia pertelevisian dan membuat acara sitkom sendiri yang berjudul The Abbott and Costello Show pada tahun 1952. Sekitar lima tahun setelah booming The Abbott and Costello Show ribuan kilometer dari negerinya Abbot & Costello dibenua Australia, lahirnya seorang bayi yang diberi nama Anthony John "Tony" Abbott, entah karena si orang tua senang dengan komedi The Abbott and Costello Show atau keduanya punya garis keturunan yang sama, entahlah! Kelak Abbott dari Australia ditakdirkan memimpin Australia.
****
[caption id="attachment_398568" align="aligncenter" width="302" caption="Abbot & Costello (foto:wikipedia)"]
Kini nama Abbott kembali mendadak tenar dipentas yang sama bernama televisi namun kali ini berbeda, bukan lewat pertunjukan seni yang memikat, Tony Abbott menjadi pembicaraan sekaligus menjadi musuh bersama anak negeri gara-gara pernyataannya yang mengaitkan bantuan Australia untuk korban tsunami Aceh 2004 silam dengan eksekusi mati dua terpidana mati bos narkoba, Bali Nine. Padahal rakyat Aceh tidak pernah memohon bantuan dari Australia, kini belang negeri Kangguru itu ketahuan, no free lunch. Selain pemerintah Australia setidaknya 35 negera ikut serta mendonor untuk tsunami Aceh, namun hanya Abbott yang konyol layaknya sitcom The Abbott and Costello Show yang sampai menyinggung bantuan kemanusian dengan narkoba.
Brazil dan Belanda merupakan dua negara yang warganya juga diekseksui mati dalam kasus narkoba, walau melakukan protes keras tapi kedua negara ini tidak pernah menyinggung soal bantuan sosial atau kerjasama ekonomi. Khusus Brazil, ada catatan ringan buat pemerintah negerinya Pele yang terlupakan, sejak lama aparat hukum disana berperang melawan bandar narkoba. Kalau kita nonton film Hollywood Fast Five (Fast & Furious 5)yang dibintangi Paul Walker memperlihatkan secara vulgar bagaimana narkoba telah mengakar sampai ke pejabatnya, dan favela yang kumuh adalah surga bagi peredaran narkoba yang sulit ditaklukan oleh policia Brazil.
Kota Rio De Jeneiro sendiri memiliki 1.000 favela yang didiami sekitar 6 juta warga. Favela kerap menjadi sarang penyebaran narkoba dan obat biur. Favela Rocinha adalah favela terseram dan terkumuh, senapan dan pistol adalah barang primer ditempat ini. Kampung Ambon di Jakarta yang diduga menjadi sarang narkoba tidak ada apa-apanya disbanding favela di Brazil.
[caption id="attachment_398569" align="aligncenter" width="463" caption="Favela Rocinha (foto:wikipedia)"]
Fakta tersebut mestinya membuka mata Dilma Rousseff untuk bijak melihat masalah narkoba. Kini kejahatan narkoba termasuk kejahatan lintas benua. Data dari PBB terdapat sedikitnya 40 juta pecandu narkoba jenis sabu dan ekstasi. Hampir dua pertiga dari jumlah tersebut berada di negara Asia Pasifik. Di Indonesia sendiri diperkirakan terdapat 2,2 juta orang yang masuk panti rehabilitasi. Dimana masing-masing penderita menghabiskan Rp. 5 juta selama 6 bulan untuk pengobatan, artinya ada Rp. 66 trilyun rupiah uang negara yang habis untuk biaya pengobatan saja. Suatu kondisi yang menggerogoti keuangan negara. Uang sebanyak itu bisa digunakan membangun ratusan rumah sakit mewah, sekolah bonafid, subsidi perumahan murah dll. Nilai Rp.66 T jauh diatas jumlah sumbangan Australia untuk Aceh sebesar AUD 1.000.000.000 atau Rp. 987.500.000.000 (987,5 M).
Dan sebenarnya sumbangan tsunami Aceh tersebut tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan Australia yang mengais rezki di Indonesia. Beberapa perusahaan Aussie di Indonesia seperti PT. Thiess, Leighton Group, Commonwealth Bank, Coca Cola Amatil dan lain-lain, perusahaan tersebut tergolong kelas kakap.
****
Pernyataan Abbott telah menggores luka hati rakyat Aceh dan bangsa Indonesia, gerakan KoinUntukAustralia adalah salah satu bentuk perlawanan. Soal ancaman memboikot Bali, bagi saya tidak lebih hanya gertak khas Aussie. Bali adalah surga bagi pelancong dari Aussie khususnya klangan remaja dan ank muda. Dengan uang jajan secukupnya mereka sudah bisa berpesta di bar dan pub kelas dunia di Legian, menikmati pantai Pandawa yang indah serta melihat pesona desa Ubud yang menawan, sesuatu yang sulit didapatkan di negeri sendiri. Pergi jauh ke Lengkawi atau Pattaya jelas lebih mahal dan menguras kantong tipis para remaja Aussie.
Pemerintah kita tidak perlu gentar dengan ancaman Abbott anggap saja lelucon layakanya komedi kartun Abbott & Costello yang pernah hadir setiap sore di TVRI. Tony Abbott memang sedang mencari dukungan dari warganya, Abbott ingin tampil layaknya pahlawan bagi warganya. Politik tidak pernah lepas dari mencari muka didepan televisi demi popularitas.
Salam
Referensi:
www.wikipedia.com
http://perpustakaan.bappenas.go.id/
http://rideforpeace.net/blusukan-ke-favela-daerah-paling-rawan-kejahatan-di-brazi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H