Kembali ke soal lahan yayasan RS Sumber Waras. Yang perlu digarisbawahi juga adalah bahwa status tanah seluas 3,6 hektar yang dihargai sebesar Rp 755 miliar ini adalah Hak Guna Bangunan (HGB). Yayasan RS Sumber Waras mendapatkan HGB lahan ini selama 30 tahun sejak Februari 1998 hingga Februari 2018 (dan dapat diperpanjang 20 tahun lagi) dengan biaya saat itu Rp 74-an miliar. Â Artinya Jan Darmadi mendapatkan keuntungan 1000% dari Ahok.
Pertanyaannya adalah, mengapa Pemerintah DKI terburu-buru melakukan pembelian di tahun 2014? Padahal tinggal ditunggu saja empat tahun lagi hingga tahun 2018 saat HGB-nya habis, jangan berikan perpanjangan izin, dan akhirnua Pemerintah DKI tidak perlu mengeluarkan dana sepeserpun untuk mendapatkan lahan tersebut.
- Bukti lainnya adalah dugaan Ahok mengkorupsi dana politik. Untuk membangun rumah megahnya di pemukiman mewah Pantai Mutiara, yang bertetangga dengan rumah para eksekutif taipan pengembang, Ahok kabarnya mengumpulkan dana yang seharusnya digunakannya untuk pencalonan Pilkada DKI bersama Jokowi tahun 2012. Bahkan kabarnya Ahok sendiri yang mengambil uang-uang tersebut. Untuk menyangkal desas-desus ini Ahok harus membuktikan secara terbalik darimana aset rumah mewahnya di Utara Jakarta tersebut berasal.
- Bukti lainnya adalah tentang proses pengadaan 150 Bus Scania dan 150 bus Eropa lainnya oleh PT Transjakarta sebesar Rp 2,2 triliun yang dilakukan tanpa proses tender. Direktur Utama PT Transjakarta Budi Kaliwono adalah teman masa SMA Ahok di Belitung. Sebelum diangkat Ahok sebagai Dirut Transjakarta, Budi merupakan dealer bus Scania di Astra International yang dimiliki United Tractors.
- Lainnya adalah tentang kasus proyek-proyek pembangunan PT Jakpro yanggunakan puluhan triliun rupiah anggaran APBD ternyata malah kembali menguntungkan taipan pengembang yang itu itu lagi. Seperti misalnya dalam kasus proyek Thamrin City dan Waduk Pluit yang meskipun bekerja sama dengan Agung Podomoro namun PT Jakpro tetap menggelontorkan belasan triliun anggaran daerah. Wajar lah bila kemudian Ahok disebut sebagai Gubernur Podomoro (hal yang juga tidak disanggahnya!), bukan Gubernur Rakyat Jakarta.
Jadi, mari kita jangan terjebak ke dalam permainan ISU SARA (tentang Surat Al-Maidah ayat 51) dalam Pilkada DKI. Toh Ahok sudah minta maaf. Â Akan jauh lebih mencerdaskan bagi generasi muda untuk dapat mewaspadai bangkitnya ideologi neofasis dan KKN , musuh ideologi kita, yang saat ini kebetulan ditampilkan oleh wajah Ahok.*** Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H