Jajaran top management dalam suatu organisasi dianggap sebagai elemen terpenting yang menentukan arah perjalanan organisasi. Peran vital jajaran manajemen secara siginifikan banyak diulas dalam teori manajemen karena keputusan mereka yang akan menentukan kinerja organisasi (Elsaid, 2011).Â
Sehingga sejak beberapa tahun terakhir penelitian terkait pergantian top management terus meningkat. Kebanyakan studi dilakukan untuk mengetahui dampak dari pergantian kepemimpinan terhadap pasar saham, pengumuman pergantian CEO dan pergantian CEO yang bersifat insidentil (Lee & James, 2007).
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh suksesi CEO terhadap reaksi investor. Khusus untuk perusahaan yang tercatat di bursa saham, efektivitas pergantian CEO dapat tercermin dari berbagai variabel. Menurut Wolfers (2006), respon pasar keuangan mewakili persepsi pasar terhadap nilai perusahaan yang dinilai secara terus menerus, dipengaruhi oleh keyakinan investor tentang kemampuan pria dan wanita yang memegang posisi manajemen senior di Indonesia dalam mengelola perusahaan.
Terkait dengan persepsi bahwa pria lebih kompeten untuk menjadi pemimpin yang efektif daripada wanita, menunjuk pemimpin wanita dapat menghasilkan reaksi pasar yang lebih besar. Pendapat ini didasarkan pada stereotype bahwa posisi pemimpin puncak biasanya dipegang oleh seorang pria.Â
Karenanya, menunjuk perempuan sebagai pemimpin puncak dianggap sebagai kejadian langka. Secara umum, wanita masih kurang terwakili di jajaran senior manajemen perusahaan (Shrader, Blackburn, Iles,1997).Â
Hal ini mungkin berkorelasi dengan penjelasan pendukung yaitu terkait dengan perbedaan produktivitas antara pria dan wanita yang mungkin tidak teridentifikasi, faktor perbedaan preferensi yang terkait dengan gender atau kemampuan perempuan yang dinilai secara tidak akurat.
Namun demikian, Ryan dan Haslam (2007) berpendapat bahwa merekrut wanita di posisi menengah dan senior manajemen, terutama ketika perusahaan berada dalam situasi krisis, akan mendorong perusahaan untuk mendapatkan kinerja yang lebih baik.Â
Perempuan dipandang lebih cocok menangani perusahaan yang kinerjanya kurang baik karena mereka dianggap memiliki keterampilan yang lebih berhubungan dengan kepekaan emosional dan keterampilan interpersonal yang terkait dengan sisi kewanitaan mereka dalam berurusan dengan personel selama tantangan krisis daripada pemimpin laki-laki. Argumen ini didasarkan pada premis bahwa pria dan wanita memiliki cara berbeda dalam hal sifat berpikir dan emosional.
Tulisan ini akan mengulas peluang pegawai perempuan untuk menduduki jabatan eselon I dan II di Kementerian Keuangan sebagai sampel dari instansi pemerintah, dari sisi teori corporate governance dalam bidang ilmu strategic management dan dikombinasikan dengan teori dalam bidang psikologi, sosiologi dan antropologi. Dalam konteks tulisan ini, yang dimaksud dengan top management adalah para Pejabat Eselon I dan II khususnya yang berjenis kelamin perempuan.
Kementerian Keuangan selaku organisasi publik memiliki orientasi yang berbeda dalam hal ukuran kinerja dibandingkan dengan organisasi sektor privat yang mengedepankan laba. Kementerian Keuangan lebih mengutamakan pelayanan kepada masyarakat dan kebijakan fiskal yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.Â
Oleh sebab itu, tulisan ini tidak mengulas tentang respon masyarakat atau reaksi pasar keuangan di Indonesia yang diakibatkan adanya promosi pejabat eselon I dan II perempuan di Kementerian Keuangan, namun lebih cenderung memotret atas kondisi terkini dan melihat lebih dalam peluang pegawai perempuan untuk dipromosikan dalam level top managemet di Kementerian Keuangan.