"Maksudnya apa, aku gak ngerti bu! Emangnya jengkol apa!"
"Nah iya, benar itu."
"Jadi baca buku itu kayak makan jengkol ya Bu"
"Kau fikir aja sendiri. Aku mau masak!"
"Okelah, masak yang enak ya Bu" Mencoba merayu sang ibu.
Setahun kemudia, sang ibu meninggalkan Dina yang masih terbilang muda umurnya. Karena ledakan kompor gas yang membakar hangus tubuh sang ibu. Saat itu juga Dina masih kecil dan belum paham artinya kehilangan sosok sang ibu yang luar biasa. Walaupun ibunya bukan seperti Superwoman, namun Dia adalah wanita yang tak kenal lelah untuk memasak jengkol dan pete kesukaannya. Dan juga dia adalah wanita yang selalu menasehati sekaligus memarahinya saat ia bermain basah-basahan.
Hujan air mulai turun di halaman rumahnya. Dan juga petir yang diiringi oleh suara gemuruh di atas langit yang semakin gelap. Saat itu ia teringat oleh pesan-pesan yang di sampaikan oleh Ibunya. Jika ia basah-basahan bersama hujan, Ibunya akan repot mengurusnya. Namun setelah kepergian sang ibu, ia tak pernah lagi bermain hujan.
Tangannya tiba-tiba bergetar, matanya terbelalak melihat setumpukan buku yang berdebu diatas rak yang sudah keropos. Seperti ada rasa batin yang disampaikan sang Ibu melalui hujan yang turun pada halaman rumahnya. "Ambillah jengkol yang berdebu itu nak." Batinnya merasa bahwa ibunya telah menyuruh ia mengambil jengkol yang sudah berdebu itu.
Yk, 01-10-2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H