Kasus suap terus terjadi dan pelakunya kerap tertangkap tangan antara lain karena mereka merasa tidak bersalah. Menganggap itu sebuah kelaziman dan kebiasaan.
Contohnya bisa Anda tonton dalam drama dugaan korupsi jual-beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) yang melibatkan politisi kelas kakap yang saat tertangkap tangan oleh KPK menjabat sebagai anggota legislator, ketua umum partai hijau dan tim inti kampanye pilpres 2019.
Hari ini, Rommy berdalih, apa yang Ia lakukan hanya meneruskan aspirasi orang-orang di sekitarnya, karena di samping sebagai anggota DPR, dia juga sekaligus ketua umum PPP.
Itu hal yang lazim dan lumrah buat seorang Romahurmuziy.
Baca juga: Doa Neno vs Siasat Jokowi
"Banyak sekali pihak-pihak yang menganggap saya, sebagai orang yang bisa menyampaikan aspirasi tersebut kepada pihak-pihak yang memang memiliki kewenangan," kata Rommy, kepada wartawan di gedung KPK.
Bagi pelaku, kebiasaan itu dianggap sebagai tradisi, budaya, hubungan sosial yang wajar. Lalu uang yang diserahterimakan dianggap sebagai ucapan terima kasih, balas jasa, bahkan ada yang menganggapnya sebagai sedekah dan amal jariyah.
Tapi dalam kaca mata KPK, kebiasaan itu disebut sebagai 'kebiasaan korup'. Yang sudah mendarah daging di negeri ini. Dan menjangkiti banyak politisi, pengusaha, pejabat dan penyelenggara negara berstatus PNS.
Sebenarnya apa sih suap itu?
Baca juga: Selami Cintamu, Percayakan Hatimu
Dalam ajaran Islam, suap diatur secara tegas, dengan menempatkan penerima dan pemberinya di dalam neraka. Artinya, kedua pihak adalah pendosa atau bersalah.