Pasalnya, para responden yang ditanyakan oleh sociabuzz mengaku hanya mengalokasikan uang maksimal Rp 500 juta dalam satu tahun, atau maksimal 5 persen dari total anggaran pemasaran.
Ada sih yang alokasi anggaran untuk buzzer hingga di atas 10 persen. Tapi hanya 10 persen responden yang punya kebijakan tersebut. Selebihnya mengalokasikan dana kurang dari 2 persen (34,8%) dan dua hingga lima persen (30,4%).
Yang punya belanja hingga Rp 5 milyar untuk influencer marketing pun sedikit. Hanya 2,9% responden. Sangat sedikit dibandingkan mereka yang membelanjakan uang dari Rp 50-100 juta (30%) dan Rp 100-500 juta (32,9%).
Itu belanja mereka tahun 2017 lalu. Lantas apakah di tahun 2018 ini anggaran untuk seleb medsos akan ditambah? Hanya 38,6% yang menjawab "Ya". Sebagian besar bilang "Mungkin" (50,6%) dan sisanya bilang "Tidak" (10,8%).
Artinya, dengan uang hanya Rp 500 juta, tidak begitu banyak pesohor medsos yang mendapatkan rezeki dari klien. Kalau banyak buzzer atau blogger yang diajak terlibat dalam satu kampanye, jumlah uang yang dibawa pulang per kepala tidak seberapa.
Dari sini terlihat bahwa Anda tidak bisa hanya mengandalkan kucuran proyek dari agensi ataupun dari pengiklan. Apalagi kalau baru mulai 'merintis karier' jadi seorang buzzer.
Selain anggarannya sedikit, pesaingnya pun banyak. Belum lagi kalau di dalam segmen yang Anda sasar ada banyak seleb beneran atau pengguna medsos yang pengikutnya ratusan ribu hingga jutaan. Kalaupun dapat, paling nominal proyeknya hanya recehan.
Kendati demikian, selalu ada peluang buat netizen yang menjadi endorseratau buzzer,meskipun pengiklan di Indonesia belum banyak menjalankan influencer marketing.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI