Saya mau cerita soal tabrakan. Beberapa kejadian yang saya alami saat mobil saya mencium mobil orang lain di jalan raya. Mulai dari nabrak sampai ditabrak. Tapi saya nulis ini bukan dengan hati senang gembira loh. Juga bukan dalam kondisi yang menempatkan saya dalam keadaan nyaman.
Saya memilih kata 'seru' di judul agar setiap kita bisa belajar dari musibah. Mengambil hikmah darinya. Untuk kemudian menjadi kita semakin bijak dalam menghadapi hidup dan memaknai kehidupan.
Alhamdulillah saya tidak (dan selalu berdoa agar tidak pernah) mengalami tabrakan fatal atau tabrakan maut. Kita selalu berdoa dan mendoakan mereka yang terkena musibah parah agar senantiasa mendapat kekuatan, kesabaran dan ketabahan.Â
Musibah yang saya alami selama ini berkisar pada senggolan mobil di jalan raya. Tapi kecil atau besar dampaknya, tentu saja tidak ada orang yang mau menabrak apalagi ditabrak. Karena ketika itu terjadi, sederet urusan di depan mata jadi berantakan. Paling tidak, suasana hati seketika runyam.
Kaget, trauma, marah, sedih, takut. Semua campur-aduk. Lalu bertambah runyam saat kita berhadapan, bertemu dan (terpaksa) berkenalan dengan orang asing, dalam suasana yang sama sekali tidak mengenakkan.Â
Boleh jadi (boleh jadi loh ya) ada orang jatuh cinta pada tabrakan pertama. Maksudnya, gara-gara tabrakan, jadi kenalan, lalu pacaran, trus nikah deh. Tapi tabrakan cinta kayak gitu saya yakin berbandingannya 10.000:1. Selebihnya menghasilkan ketegangan, atau paling parah pertikaian.
Pertama kali berurusan dengan musibah ini ketika belajar mobil, dulu banget waktu masih kuliah. Karena masih belajar, saya gak mau urusan ini diketahui oleh orang tua. Kalau mereka tahu, bisa-bisa saya gak boleh bawa mobil lagi. Akhirnya saya mengurus sendiri musibah ini. Menghadapi sendiri korban yang kebetulan seorang bapak-bapak yang (agak sedikit) penyabar.
Kalau tidak salah, biaya perbaikan yang diminta 500 ribu Rupiah. Waktu itu saya terpaksa berbohong, bilang ke dia, "Bokap saya sakit, Pak." Maksudnya biar dia gak semangat datang ke rumah nagih uang saat itu juga.
Setelah negosiasi, akhirnya dia mau saya bayar minggu depan. Lalu masalah pun selesai setelah uangnya saya serahkan sesuai dengan kesepakatan. Saya menyebutnya: tabrakan pemula.
Musibah berikutnya terjadi akhir tahun lalu, saat saya sedang berjuang menahan kantuk di belakang setir. Saya menyebut kejadian ini: tabrakan nontunai.
Kali ini saya berurusan dengan orang yang kekinian . Gak pake ribet. Apalagi ribut.
Lokasinya: jalan layang Antasari.
Tahu kan bagaimana panjangnya jalan layang itu. Kalau lewat situ pas jam kantor, kelar urusan. Satu mobil bisa menghabiskan waktu sampai satu jam untuk bisa turun di ujung jembatan. Dan yang 'keren' dari jalan melayang ini, tidak adanya bahu jalan untuk berhenti darurat memperbaiki mobil yang mogok atau untuk berhenti sekejap sampai rasa kantuk sirna.
Sore itu, semua cara sudah saya lakukan biar gak ngantuk. Suara radio sudah maksimal. Suara saya nyanyi juga sudah maksimal. Tangan sudah dicubitin. Pipi sudah saya tabokin.
Gak mempan, sodara2!
Dalam kondisi seorang diri, saya pun pasrah. Jalanan macet parah. Mobil bergerak sedikit demi sedikit. Selangkah demi selangkah. Akhirnya saya pun berpikir keras bagaimana caranya menghilangkan rasa kantuk. Sampai akhirnya saya menabrak mobil di depan. Ternyata eh ternyata, saya berpikir keras sambil tidur...
Supir mobil Honda HR-V yang saya tabrak bergegas turun, melihat ke bagian belakang mobilnya. Saya minta maaf. "Maaf, Mas. Saya ngantuk berat...." Dia tidak marah, hanya kesal.
Setelah melihat kondisi bemper belakang, dia balik ke mobilnya, berbicara sebentar dengan bosnya yang duduk di bangku belakang.
"Gini aja, Mas. Bos saya gak mau ribet. Ini masih asuransi. Saya minta biaya klaimnya aja."
"Ok, boleh. Berapa duit, Mas?"
"300 ribu."
"Tapi saya lagi gak bawa duit."
"Transfer aja mas."
"Akur!" Saya sumringah bukan-kepalang. Nontunai mah gue banget....
"Mobile banking, ya?" Tanya saya sambil meraih ponsel.
"Boleh, mas," jawabnya.
Lalu dia memberikan nomor rekening. Sesaat itu juga saya kirim lewat aplikasi mobile banking dari bank tertentu. Nomor rekeningnya saya masukkan. Jumlah uang Rp 300.000 saya input. Kirim. Selesai.
"Sudah ya, Mas..."
Saya lihat dia masih sabar berdiri di samping mobil. Memeriksa ponselnya lalu mengangguk-angguk.
"Sip. Beres. Udah masuk, Mas," jawabnya singkat.
Selesai. Dia pun kembali ke mobilnya. Dan saya kembali mengendarai mobil tanpa rasa kantuk sama sekali.
Bersambung....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H