Mohon tunggu...
ISJET @iskandarjet
ISJET @iskandarjet Mohon Tunggu... Administrasi - Storyteller

Follow @iskandarjet on all social media platform. Learn how to write at www.iskandarjet.com. #katajet. #ayonulis. Anak Betawi. Alumni @PMGontor, @uinjkt dan @StateIVLP. Penjelajah kota-kota dunia: Makkah, Madinah, Tokyo, Hong Kong, Kuala Lumpur, Langkawi, Putrajaya, Washington DC, Alexandria (VA), New York City, Milwaukee, Salt Lake City, San Francisco, Phuket, Singapore, Rio de Janeiro, Sao Paulo, Dubai, Bangkok.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita di Balik Buku "Berguru, Berbaur, Bersatu"

12 Desember 2017   10:08 Diperbarui: 12 Desember 2017   10:43 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bersama Ketua YCG, Kepsek SGK 2017 dan peserta. (@iskandarjet dan Muchlisin)

"Terima kasih, Iskandar. Anda telah membuat pekerjaan ini terlihat mudah," kata Ketua Yayasan Cahaya Guru (YCG), Henny Supolo Sitepu, sambil menjabat tangan saya, Sabtu (9/12) lalu. Saya menyambutnya dengan perasaan senang sekaligus lega.

Ungkapan plus apresiasi itu diungkapkan Henny usai penutupan Sekolah Guru Kebinekaan 2017 sekaligus peluncuran buku SGK 2017 di gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Saya diundang hadir sebagai editor buku tersebut, yang pada sampulnya saya berikan judul "Berguru, Berbaur, Bersatu".

Sejujurnya, baru sekali ini saya terlibat dalam kegiatan yang dimotori oleh YCG. Sosok Mbak Henny yang pernah terlibat dalam pendirian sekolah Islam Al Izhar juga baru saya kenal dekat dalam kurun waktu satu bulan terakhir. Apatah lagi sekolah kebinekaan untuk para guru yang dimotori YCG. Namanya baru saya dengar awal November lalu.

Mbak Henny dan Muchlisin, Kepsek SGK 2917. (@iskandarjet)
Mbak Henny dan Muchlisin, Kepsek SGK 2917. (@iskandarjet)
Tapi hubungan cepat ini berlangsung produktif, menghasilkan sesuatu yang dikerjakan bersama, yaitu buku "Berguru, Berbaur, Bersatu", yang diharapkan dapat menularkan virus kebinekaan ke orang-orang yang tidak sempat mengikuti sekolah

Semua bermula saat Wrenges Widyastuti dari YCG menghubungi saya via WhatsApp. Kebetulan, di ajang Kompasianival 2017 Oktober lalu, dia ikut sesi pelatihan eksklusif "Creative Writing" bersama saya di Lippo Mall Kemang. Lewat komunikasi pertama itu, Mbak Wrenges meminta kesediaan saya untuk mengisi materi pelatihan menulis buat 'para murid' di SGK 2017.

Foto bersama Ketua YCG, Kepsek SGK 2017 dan peserta. (@iskandarjet dan Muchlisin)
Foto bersama Ketua YCG, Kepsek SGK 2017 dan peserta. (@iskandarjet dan Muchlisin)
Sekolah untuk Guru

Dari namanya, peserta dan materi sekolah ini mudah ditebak. Sekolah Guru Kebinekaan merupakan program khusus buat para guru yang dikemas dalam bentuk sekolah berdurasi satu semester. Hadirnya sekolah yang mendapat dukungan dari Kemdikbud ini tak lepas dari kegiatan inti YCG dalam meningkatkan profesionalitas para pendidik. Dan sejak enam tahun terakhir, yayasan ini fokus menguatkan wawasan kebinekaan dan keragaman para guru, salah satunya diwujudkan dengan membuat program SGK pada tahun 2016.

Tahun ini, kegiatan belajar SGK 2017 digelar dua kali sebulan, yaitu setiap Sabtu minggu pertama dan ketiga, menempati Ruang Kuliah Perpustakaan Kemdikbud di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Setiap hari, minimal satu orang narasumber menyampaikan materi selama lima jam, mulai dari pukul 8 pagi sampai 3 sore. Saya sendiri mengisi materi penulisan di pertemuan ke-13 pada tanggal 11 November lalu.

Para peserta SGK 2017 sedang serius latihan nulis. (@iskandarjet)
Para peserta SGK 2017 sedang serius latihan nulis. (@iskandarjet)
Pemateri lain yang mengajar para guru di sekolah ini adalah Yudi Latif, Prof HAR Tilaar, Prof DR Herawati Sudoyo, Dr Zainal Abidin Bagir, Febionesta dari YLBHI, dan narasumber dari beberapa agama dan aliran kepercayaan.

Selain belajar di ruangan, para peserta juga melakukan simulasi, permainan dan kunjungan ke beberapa tempat ibadah dan melihat aksi sosial yang berhubungan dengan keragaman.

Para guru yang menjadi peserta program pendidikan intensif ini berasal dari beragam sekolah di Jabodetabek dan Jawa Barat. Mereka dipilih dari seratus lebih calon peserta yang mendaftar secara online, dan mulai aktif belajar sejak Mei 2017 lalu.

Foto bareng guru generasi now dan generasi old. (@iskandarjet)
Foto bareng guru generasi now dan generasi old. (@iskandarjet)
Menurut Wrenges, salah satu tantangan terberat dari kegiatan tersebut adalah menjaga komitmen para peserta untuk terus aktif dalam 14 kali pertemuan. "Dari 35 peserta, yang aktif sekitar 25 sampai 30 orang," ungkapnya. Masalah ini tak lepas dari rutinitas mereka di sekolah dan kegiatan harian mereka di keluarga dan masyarakat.

Buku SGK 2017

Seperti tahun sebelumnya, kegiatan sekolah tahun ini juga diabadikan dalam bentuk buku. Tujuannnya tentu bukan sebagai bentuk dokumentasi apalagi wujud narsis para peserta. Tapi untuk menyebarkan ilmu dan pengalaman yang dihasilkan setelah proses pendidikan selama enam bulan berlalu.

Saat meminta saya menjadi salah seorang narasumber, Mbak Wrenges juga mengharapkan saya menangani penerbitan buku ini sebagai editor. Tapi masalahnya, tenggat waktu yang ditetapkan sangat mepet. Saya hanya punya waktu satu minggu. Dan kualitas tulisan yang dibuat oleh para peserta juga sangat beragam.

Salam Pancasila bersama para peserta SGK 2017. (@iskandarjet)
Salam Pancasila bersama para peserta SGK 2017. (@iskandarjet)
Mengingat besarnya kebaikan yang tersimpan dalam buku ini, saya pun mengiyakan dengan satu syarat: saya akan melakukan apapun agar pesan yang disampaikan para peserta dapat dipahami dengan baik oleh para pembaca. 'Melakukan apapun' itu termasuk merancang isi buku, menulis-ulang tulisan-tulisan yang ada, dan menyunting semua naskah di dalamnya. Saya tidak ingin buku ini hanya menjadi kumpulan tulisan. Standard saya adalah buku yang kualitas isi dan sajiannya menyatu dalam satu bundel.

Setelah pelatihan yang hasil akhirnya adalah buku, para peserta langsung saya minta membuat satu artikel tentang kebangsaan, kebinekaan dan keragaman. Mereka saya kasih waktu 24 jam untuk menyelesaikan tugas. "Kalian boleh melanjutkan naskah yang tadi dibuat dan sudah dibahas atau membuat tulisan yang baru," kata saya menjelaskan teknisnya.

Berhubung buku ini dibuat untuk dibaca publik, isinya pun tidak serta-merta menampung semua tulisan yang masuk. Sedari awal saya mewanti-wanti peserta, hanya tulisan bagus yang akan dimuat. Saya minta mereka mencurahkan semua pengalaman, wawasan dan pemikiran yang mereka peroleh selama bersekolah di SGK.

Para peserta mengangkat buku SGK 2017 sampul hijau di acara peluncuran, seperti diliput Harian Kompas edisi Senin (11/12) kemarin. (Muchlisin)
Para peserta mengangkat buku SGK 2017 sampul hijau di acara peluncuran, seperti diliput Harian Kompas edisi Senin (11/12) kemarin. (Muchlisin)
Singkat cerita, 30 tulisan yang dinanti masuk ke kotak email saya. Beberapa tidak sanggup memenuhi tenggat 24 jam, tapi kemudian berhasil menyelesaikan tugas di kesempatan kedua. Tulisan-tulisan itu saya masukkan ke dalam tiga bab pertama. Sedangkan bab keempat berisi laporan tiap-tiap pertemuan yang disusun oleh panitia.

Buku bersampul hijau yang diluncurkan bersama akhir minggu lalu ini merupakan buku edisi terbatas. Mbak Wrenges menjelaskan, YCG sedang mempersiapkan terbitan edisi perdana, lengkap dengan ilustrasi dan foto-foto pendukung, yang hasilnya akan didistribusikan ke masyarakat luas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun