Mohon tunggu...
ISJET @iskandarjet
ISJET @iskandarjet Mohon Tunggu... Administrasi - Storyteller

Follow @iskandarjet on all social media platform. Learn how to write at www.iskandarjet.com. #katajet. #ayonulis. Anak Betawi. Alumni @PMGontor, @uinjkt dan @StateIVLP. Penjelajah kota-kota dunia: Makkah, Madinah, Tokyo, Hong Kong, Kuala Lumpur, Langkawi, Putrajaya, Washington DC, Alexandria (VA), New York City, Milwaukee, Salt Lake City, San Francisco, Phuket, Singapore, Rio de Janeiro, Sao Paulo, Dubai, Bangkok.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Alasan Ngeblog #1: Dari Narsis Bro sampai Eksis Pro

29 Desember 2016   13:53 Diperbarui: 29 Desember 2016   15:35 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ngeblog. Mashable.com

Buat apa ngeblog? Pertanyaan ini sering diperbincangkan di kalangan blogger, baik di dunia maya atau pun saat kopdaran di suatu acara.

Buat yang masih belum  menemukan motivasi dalam membuat konten di dunia maya, jangan minder, karena institusi besar pun belum tentu punya motivasi yang kuat dan pas saat mengelola konten untuk website mereka.

Saat menjadi juri untuk e-Transparansi Awards yang pesertanya adalah website-website kementerian, ada satu pembicaraan antara saya dan Ndorokakung, salah seorang juri lainnya, mengomentari arsitektur informasi (information architecture atau lazim disingkat IA) website pemerintah yang nyaris seragam. 

Situs-situs plat merah tersebut, pada umumnya mengikuti IA media online, yang diisi dengan aliran berita terbaru. Ada yang diisi dengan berita buatan instansi, tapi tidak sedikit yang sekedar mengopi atau menayangkan berita yang dirilis oleh media massa. Semangatnya tidak bergerak dari tradisi kliping koran yang sampai saat ini masih jadi pekerjaan rutin di biro-biro humas pemerintahan.

Mengapa mereka melakukan hal tersebut? Mengapa hampir semua halaman muka website pemerintah harus diisi dengan berita-berita terbaru? Kalau media massa online, tujuannya jelas. Bisnis media perlu pembaca yang banyak. Butuh tingkat kunjungan dan keterbacaan yang tinggi. Banyaknya pembaca bagus untuk jualan iklan. Iklan inilah yang menghidupi perusahaan media massa.

Nah, apakah website-website pemerintahan punya tupoksi dan target yang sama dengan media massa? Apakah iklan jadi sumber pendapatan mereka? Jelas beda dan bukan.

Setiap kementerian punya tugas yang unik. Punya target pencapaian yang berbeda satu sama lain, dan sangat jauh panggang dari industri media. Memang ada yang sama atau mirip misalnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Tapi saya berani bertaruh, kementerian ini tidak punya target pendapatan iklan seperti media massa. Tugasnya mengurusi komunikasi dan informatika, plus menjadi komunikator untuk pemerintah. Semua kegiatannya itu dibiayai sepenuhnya oleh rakyat Indonesia lewat setoran pajak dan pendapatan negara lainnya.

Saya lalu teringat satu momen saat mengisi materi penulisan di sebuah kementerian. Dengan semangat menyebarkan virus ‘public writing’ untuk para humas di kementerian tersebut, saya pun berkewajiban memperkenalkan media sosial sebagai tempat untuk mempublikasikan konten yang dibuat untuk dikonsumsi publik. Salah satunya adalah Kompasiana yang sejak 2009 memposisikan diri sebagai media terbuka untuk semua orang.

Salah seorang peserta menanggapi, buat apa humas pemerintah menayangkan artikelnya di Kompasiana. “Lebih baik kita buat konten untuk website sendiri. Kalau di Kompasiana, yang untung Kompasiana. Yang dapat iklan juga Kompasiana,” ujarnya penuh semangat.

Atas pemikiran tersebut, saya hanya bilang, bergantung apa motivasi dalam membuat konten. Kalau mau dapat iklan, silakan tayangkan di tempat sendiri. Tapi kalau mau dibaca banyak orang, tayangkanlah di tempat yang bisa menjangkau banyak orang.

Inilah prinsip yang ingin saya sampaikan ke para sobat penulis online, para blogger, atau lebih tepat saya sapa para pembuat konten (orang bule bilang: content creator).

Tapi sebelum masuk ke sana, mari kita kenali terlebih dahulu tingkatan motivasi dalam ngeblog. Dalam sekian banyak pelatihan, saya sering menyampaikan alasan-alasan orang ngeblog secara hirarkis, mulai dari aspirasi diri, aktualisasi diri, promosi diri, sampai akhirnya jadi merek diri alias personal branding. (lihat ilustrasi).

Piramida Alasan Ngeblog. Semakin tinggi, semakin sedikit jumlah blogger yang bisa berada di posisi tersebut. (@iskandarjet)
Piramida Alasan Ngeblog. Semakin tinggi, semakin sedikit jumlah blogger yang bisa berada di posisi tersebut. (@iskandarjet)
Motivasi awal yang terpatri dalam diri seorang netizen saat pertama kali membuat konten biasanya sekedar untuk menyalurkan aspirasi diri atawa sebatas untuk bernarsis-ria. Setelah itu, rutinitasnya dalam menyalurkan aspirasinya membawanya pada zona aktualisasi diri

Di sini dia menemukan kecocokan antara konten yang dibuat dengan pemirsanya. Ternyata dia lebih santai saat menceritakan perjalanannya ke tempat-tempat wisata. Boleh jadi hobinya jalan-jalan membuatnya punya banyak bahan tulisan. Dan ternyata, para pembaca suka dengan gaya dodolnya saat menceritakan manusia-manusia yang ditemui di tempat-tempat wisata tadi.

Dari sini, muncullah ide untuk mempromosikan dirinya sebagai penulis wisata dengan gaya khasnya. Konten-konten setelahnya dibuat secara lebih detil. Kreativitas dikembangkan tidak hanya lewat permainan kata-kata atau dialog-dialog konyol. Tapi juga lewat foto-foto nyentrik dan video yang alami. Semuanya saling melengkapi. Menjadikan cerita yang disuguhkan ke pembaca lebih hidup dan menggelitik. Tujuan atau motivasinya ngeblog sudah naik tingkat jadi aktualisasi diri.

Pada akhirnya, dengan konsistensi dan dedikasi yang tinggi dalam menciptakan konten, si blogger pun dapat banyak tawaran jalan-jalan gratis. Dari pihak hotel. Dari maskapai penerbangan. Dari biro perjalanan. Dari instansi pariwisata negara asing. Diminta mengulas produk. Dibayar untuk membuat konten pesanan. Dan banyak lagi. Namanya sudah jadi merek tersendiri. Para klien suka produknya disebut dalam cerita si blogger. Mereka senang karena citra positif dagangannya ikut terangkat seiring semakin populernya merek si blogger.

Di sinilah pijakan tertinggi pembuat konten, lantaran dia sudah berhasil membuat personal branding alias merek atas namanya sendiri.

Mereka yang awalnya sering bilang ke teman-teman Facebook, “Numpang narsis, Bro. Mumpung di lapak sendiri, Sis,” sekarang bisa berbangga diri karena sudah dikenal banyak orang. Hasilnya tentu tidak melulu diukur oleh materi. Namun demikian, eksistensi  dan pengakuan yang didapat sebagai seorang pencipta konten digital profesional (eksis pro), sudah barang tentu jadi satu kebanggaan maksimal seorang blogger.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun