[caption caption="Jah, lu baek banget ama gw... (@iskandarjet)"]
Seperti saya ceritakan di atas, semula di tempat ini saya akan menikmati makan malam. Bu Ketut bercerita, sebelum saya tiba di lokasi, pihaknya sudah dua kali menggelar meja makan persis di tempat saya mendapat kalungan bunga dari gajah. “Tapi tadi hujan terus, jadi kita batalin, daripada nanti kehujanan,” tuturnya.
Dari situ, kita beranjak ke kandang gajah yang sedang merawat bayinya yang baru berusia beberapa bulan. Saya kemudian mendapatkan kesempatan untuk memberi makan si bayi dengan potongan-potongan kecil ubi. Sepasang turis asing saya perhatikan sangat menikmati sesi menyuapi bayi gajah ini.
[caption caption="Sepasang wisatawan asing sedang menikmati sensasi memberi makan anak gajah. (@iskandarjet)"]
[caption caption="Gajah berusia empat bulan itu lahap bener makannya... (@iskandarjet)"]
Setelah puas kasih makan, kami dibawa ke tempat atraksi gajah. Untuk atraksi ini saya harus bilang atraksinya cukup standar, berhubung saya sudah beberapa kali melihat atraksi serupa di tempat wisata lain baik di Bogor dan Bangkok. Tapi para penonton sangat senang menyaksikan gajah yang menaikkan bendera merah putih, gajah yang membawa petugas dengan belalainya, gajah duduk bareng, dan beberapa atraksi lainnya.
[caption caption="Salah satu atraksi gajah: duduk bareng. (@iskandarjet)"]
Acara berikutnya adalah naik gajah. Gajah yang saya tunggangi bernama Puspa yang dipawangi oleh Dedi. Trek yang saya lalui, demikian Dedi, adalah lintasan yang lebih pendek dibanding lintasan di pagi hari. Tapi pengalaman naik gajah di malam hari itu benar-benar berkesan. Beberapa tempat yang saya lalui sengaja dibuat gelap-gulita. Suara jangkrik dan binatang malam melengkapi pengalaman safari di atas punggung gajah selama sekitar 30 menit itu.
[caption caption="Melintasi jalan setapak di malam hari. Dari atas pundak gajah. (@iskandarjet)"]
[caption caption="Puas dah naik gajah.. (@iskandarjet)"]
Mencicipi eOAsia