[caption caption="Turis dari Australia dan Timur Tengah sedang mengendari gajah di malam hari. (@iskandarjet)"][/caption]
kau temanku kau doakan aku
punya otak cerdas aku harus sanggup
bila jatuh gajah lain membantu
tubuhmu di situ pasti rela jadi tamengku
Restoran di sisi kiri Elephant Safari Park & Lodge itu terlihat wah dalam balutan ornamen tradisional yang bersahaja. Pencahayaannya dibiarkan temaram, meja-meja bundar bertaplak putih disusun cukup berjarak dengan empat bangku kayu jati.
Saat menginjakkan kaki di dalam restoran, terang matahari sudah digantikan dengan cahaya lampu di sepanjang jalan setapak menuju tempat makan. Kedua kaki sudah terasa letih dan perut ini minta segera diisi ulang.
Harusnya, hari itu saya bisa menikmati sensasi makan malam di alam terbuka bersama gajah Sumatera—dalam arti benar-benar ada gajah di samping meja makan. Tapi karena cuaca kurang mendukung, akhirnya acara santap malam digeser ke restoran yang masih berada di dalam taman gajah.
[caption caption="Sup pembuka: Krim Brokoli dengan Prawn Crostini. (@iskandarjet)"]
“Padahal tadi kita sudah siapkan mejanya di sini,” kata Park Manager Ketut Nursyarifah saat menyambut kedatangan saya di dalam taman.
Setelah puas naik gajah, lihat pertunjukan gajah, dan memberi makan gajah, saya mengakhiri petualangan Sabtu (9/1) lalu dengan makan malam. Sambil menunggu pelayan menyuguhkan menu pembuka Duck Confit Salad, saya bertanya ke Bu Ketut apakah ada rencana menghadirkan Tulus dan lagu Gajah-nya yang terkenal itu.
Mendengar pertanyaan tadi, Ketut sigap menjawab, “Itu yang kita hindari, Mas. Suasana di taman ini harus selalu tenang dan sepi agar tidak mengganggu kenyamanan gajah-gajah,” jawabnya sambil menatap ke depan, ke hamparan taman rumput terbuka yang diselingi dengan pohon-pohon palm dan sawit berukuran sedang, tempat para gajah bermain, makan dan membawa para tamu berkeliling.
[caption caption="Gajah-gajah Sumatera berkeliaran bebas di hamparan taman luas yang ditata apik dan asri. (@iskandarjet)"]
Saya mengikuti titik pandangan wanita kelahiran Bali itu sambil samar-samar melihat gajah tertua bernama Fitri yang umurnya sudah lebih dari 52 tahun. “Makanya di sini tidak ada pentas musik. Di sini yang ditawarkan adalah alam dan gajah-gajah di dalamnya,” lanjut Ketut.