Facebook pun setahu saya sudah menerapkan aturan ketat seputar pornografi dan memberikan kemudahan untuk pengguna dalam melaporkan konten porno yang beredar di jejaring sosial terbesar di bumi ini.
Tapi langkah strategis dalam rangka memerangi konten porno di media sosial sudah mendesak dilakukan  terhadap semua medsos yang bisa diakses di tanah air.
Lalu mungkin Anda akan bertanya-tanya, mengapa blokir atas Tumblr dicabut?
Jawabannya, karena Tumblr adalah media sosial!
Trus kenapa Twitter malah tidak pernah diblokir?
Jawabannya sama: karena Twitter adalah media sosial!
Yup, di sinilah letak kecerdasan para produsen dan bintang film porno. Sekaligus letak ketidakcerdasan para pengawas konten di internet (termasuk pemerintah, termasuk guru dan dosen, termasuk para orang tua).
Bagi para produsen porno, media sosial adalah saluran. Sebuah media massa yang kapasitas jangkauannya sudah jauh melebihi media lain seperti website, televisi, majalah atau pun buku. Sementara kita, menganggap media sosial hanya sebuah website belaka. Pemerintah juga masih berkutat memblokir website porno tapi membiarkan konten porno di media sosial.
Bagi anak-anak pun, media sosial merupakan saluran, bahkan satu-satunya media yang mereka butuhkan setiap hari. Mereka bahkan tidak mengenal www karena setiap hari hanya menekan satu ikon aplikasi di ponsel pintarnya. Dan begitu mengakses media sosial, mereka dapat dengan mudah menemukan apa pun, termasuk konten porno.
Dan hebatnya, begitu satu orang anak remaja menemukan konten porno, teman sejawatnya bisa dengan mudah bertemu konten yang sama. Karena teknologi di dalamnya memungkinkan para pengguna hanya menemukan konten yang ‘gue banget’ alias personal. Hanya bertemu dengan konten milik temannya. Atau konten sejenis yang mereka nikmati sebelumnya. Atau konten heboh yang sedang digandrungi dalam jejaringnya.
Yang saya maksud dengan konten adalah semua: teks, foto, video, film, foto profil, foto sampul, pokoknya apapun yang muncul di layar ponsel mereka.