Mohon tunggu...
ISJET @iskandarjet
ISJET @iskandarjet Mohon Tunggu... Administrasi - Storyteller

Follow @iskandarjet on all social media platform. Learn how to write at www.iskandarjet.com. #katajet. #ayonulis. Anak Betawi. Alumni @PMGontor, @uinjkt dan @StateIVLP. Penjelajah kota-kota dunia: Makkah, Madinah, Tokyo, Hong Kong, Kuala Lumpur, Langkawi, Putrajaya, Washington DC, Alexandria (VA), New York City, Milwaukee, Salt Lake City, San Francisco, Phuket, Singapore, Rio de Janeiro, Sao Paulo, Dubai, Bangkok.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dollar itu Barang Dagangan, Bukan Mata Uang

1 September 2015   17:13 Diperbarui: 1 September 2015   17:13 14986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Lembar 100 Dollar"][/caption]

Siang tadi, saya ke tempat penukaran uang di bilangan Buncit, Jakarta Selatan. Rencana menukarkan uang Dollar AS ke Rupiah saya batalkan karena para karyawan di situ terlalu menuhankan Dollar.

"100 Dollar berapa Rupiah, Mbak?"

"14 ribu Rupiah, Mas." Maksudnya, Rp 14 ribu per 1 Dollar AS.

Setelah saya kasih duit Dollar lembar 100-an.

"Kalau ini kita potong 50 ribu Rupiah."

"Kok gitu?"

"Duitnya ketekuk."

"Ya elaah, Mbaak. Saya tahulah duit 100 Dollar itu super duper berharga. Beda tahun beda harga. Duit lecek beda dengan duit mulus. Tapi ini kan cuma melengkung ujungnya. Kalau ada lipatannya sih masih saya maklumi."

"Gak bisa, Mas. Kalau melengkung harganya jadi 13.500 Rupiah."

"Ya udah saya gak jadi nuker!"

Saat mengambil balik uang Dollar, di ujung ruangan ada yang nyahut: "Di sini emang gitu mas."

***

Saya sering ke tempat money changer ini karena nilai tukarnya bagus. Saya pun paham bagaimana hebohnya para pebisnis valuta dalam memperlakukan Dollar, khususnya lembar 100 Dollar. Tapi baru kali uang saya dipotong dengan alasan yang menurut saya dibuat-buat.

Kalau dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Hong Kong, Thailand, Brasil atau Malaysia, negara kita paling-paling dalam memperdagangkan Dollar. Uang 100 Dollar cetakan lama atau tahun-seri di bawah tahun 2000 akan dihargai jauh di bawah nilai tukar berjalan. Apalagi kalau uang seri lama dan kondisinya kumal. Uang seperti ini akan dianggap bukan bagian dari kelompok elit lembar 100 Dollar, tapi dimasukkan dalam kelompok denominasi (pecahan) 10 Dollar atau malah 1 Dollar—yang harganya lebih murah di banding pecahan 100.

Kalau di negara lain, yang diperiksa biasanya hanya keaslian uang dan keutuhan fisiknya (bukan mulus atau licinnya uang seperti standar heboh money changer Jakarta).

Itulah sebabnya, saat menukarkan uang lokal ke Dollar di negeri rantau atau negara kunjungan, diaspora atau wisatawan Indonesia yang sudah paham betapa parnonya pedagang valas Indonesia akan meminta pecahan besar. Yang diincar adalah lembar 100 Dollar. Atau paling apes denominsi 50 Dollar. Karena kalau yang didapat recehan Dollar, total kekayaan yang akan didapat dalam bentuk Rupiah akan jauh dari yang diharapkan.

Begitu berharganya lembar Benjamin Franklin, sampai-sampai ada perusahaan yang tidak lagi memberikan recehan Dollar ke karyawannya yang mau tugas ke luar negeri. Maksudnya, kalau total kebutuhannya 576 Dollar, maka yang akan diterima oleh si karyawan adalah lima lembar uang denominasi 100 Dollar, plus uang Rupiah senilai 76 Dollar.

Ini untuk menghindari spekulasi ganas yang terjadi di tingkat 'Dollar recehan' seperti saya paparkan di atas.

Dari cerita ini, semakin kebayang betapa di negeri ini, Dollar sudah jamak diperlakukan sebagai barang dagangan (baca: barang mewah). Bukan lagi sebagai mata uang atau valuta. Yang dinilai bukan Dollarnya. Tapi kertasnya, tintanya, stempelnya, benang pengamannya dan semua ukuran fisik yang nampak pada uang kartal bernama Dollar.

 #Salam100Dollar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun