Aspek keamanan sepeda motor juga sangat rentan karena tidak adanya wadah tertutup yang melindungi pengendara maupun penumpang dari hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi aksi pembegalan yang menyasar sepeda motor masih menghantui masyarakat. Dan sepanjang tidak ada payung hukum, tidak akan ada satu pun asuransi yang mau memproteksi keselamatan pengemudi maupun penumpang angkutan sepeda motor.
Kondisi ini diperparah dengan berubahnya jati diri ojek yang selama ini ‘dikondisikan’ sebagai angkutan perumahan yang berfungsi menghubungkan masyarakat ke jalan umum atau mengantarkan penumpang ke tempat tinggal melalui jalan-jalan sempit. Dengan bergabung ke Gojek, para tukang ojek berhadapan dengan order lintas jalan besar yang jaraknya mencapai puluhan kilometer.
Memang tidak ada larangan bagi ojek untuk mengantar penumpang melintasi jalan besar dan jalan raya—lantaran ojek masih berada di sektor informal yang lepas dari segala bentuk peraturan angkutan umum. Tapi dengan memperhitungkan aspek keselamatan dan keamanan di atas, pemerintah boleh jadi akan bersikukuh untuk tidak merestui ojek. Atau, kalau pun dilegalkan, akan ada batasan jarak dan zona yang nantinya berlaku untuk si roda dua berplat kuning.
Jadi ini bukan semata-mata obrolan seputar inovasi versus regulasi seperti yang selama ini disuarakan oleh para penumpang O'jeck, Gojek dan GrabBike. Tapi lebih soal uji kelayakan sepeda motor sebagai angkutan umum yang mungkin pernah dilakukan pemerintah sebelum atau sesudah undang-undang tersebut dibuat.
Kalau pun nanti ojek boleh jadi kendaraan umum, tukang ojek tidak serta-merta bisa mengangkut penumpang. Agar bisa narik ojek, nantinya setiap tukang ojek harus mendaftarkan kendaraannya ke Dinas Perhubungan dan mengganti plat hitam ke plat kuning seperti angkutan lain. Pemiliknya pun wajib punya SIM C Umum seperti yang selama ini berlaku untuk supir angkutan umum.
Lalu masalah lainnya yang muncul adalah, apakah kendaraan umum roda dua ini boleh dimiliki oleh perorangan seperti yang selama ini berlaku di belantikan perojekan, atau hanya perusahaan yang bisa mengelola ojek resmi atau mengakomodir ojek-ojek rumahan dengan izin trayek yang sudah ditentukan oleh regulator.
Yang pasti, akan ada banyak peraturan dan lembar formulir yang harus diterbitkan seiring dengan dijadikannya sepeda motor sebagai angkutan umum.
Negeri Roda Dua
Hal lain yang kerap dilupakan dalam obrolan Gojek adalah membludaknya jumlah sepeda motor yang saat ini sudah merajai jalan kota-kota besar di Indonesia. Di negara maju seperti Jepang, sepeda motor jarang berseliweran di jalan-jalan. Yang melintasi jalan raya biasanya motor gede atar motor sport. Padahal Jepang adalah produsen utama sepeda motor di Indonesia.
Mengapa di negara maju sepeda motor dan ojek tidak ada? Karena moda transportasinya sudah tertata rapi dan mampu mengakomodir mobilitas warganya.
Kondisi berbeda terjadi di Indonesia. Kota-kota besar tidak memiliki sistem transportasi yang nyaman sehingga masyarakat berbondong-bondong naik sepeda motor. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah sepeda motor yang beredar di tanah air hingga tahun 2013 sudah lebih dari 84,7 juta unit, sementara mobil 11,5 juta unit. Sementara pertumbuhan jumlah bus jauh di bawah pertumbuhan mobil pribadi atau sepeda motor.