Mohon tunggu...
ISJET @iskandarjet
ISJET @iskandarjet Mohon Tunggu... Administrasi - Storyteller

Follow @iskandarjet on all social media platform. Learn how to write at www.iskandarjet.com. #katajet. #ayonulis. Anak Betawi. Alumni @PMGontor, @uinjkt dan @StateIVLP. Penjelajah kota-kota dunia: Makkah, Madinah, Tokyo, Hong Kong, Kuala Lumpur, Langkawi, Putrajaya, Washington DC, Alexandria (VA), New York City, Milwaukee, Salt Lake City, San Francisco, Phuket, Singapore, Rio de Janeiro, Sao Paulo, Dubai, Bangkok.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menebak Masa Depan Gojek (Level I - Status Ojek)

24 Juni 2015   08:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:35 9921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini, ojek tidak hanya menghubungkan manusia dari rumah ke jalan besar, tapi sudah melintasi banyak sekali jalan-jalan besar. Tidak hanya berkutat di daerah permukiman, tapi sudah menyebar ke seluruh pelosok perkotaan. Tidak lagi jadi pengumpan ke angkutan yang lebih besar seperti Transjakarta atau KRL seperti yang diimpikan oleh Ahok. Karena begitu Sang Gubernur angkat bicara, ojek sudah berevolusi menjadi salah satu mass-rapid transport itu sendiri. Dengan jaket dan helm warna hijau. Dan gambar sinyal ponsel di atas kepala.

Bahkan pemerintah sendiri kadang tanpa sadar memaklumi keberadaan ojek yang ilegal, misalnya dengan membuat papan larangan pangkalan ojek di beberapa titik. Di depan perkantoran Ratu Plaza yang berlokasi di kawasan protokoler Sudirman, misalnya, Pemprov DKI Jakarta dengan jelas dan tegas membuat papan larangan berdagang, parkir dan membuat pangkalan ojek, merujuk ke Perda Nomor 8 Tahun 2007. Padahal, Perda tentang ketertiban umum di Jakarta itu jelas-jelas melarang ojek beredar di Jakarta. Tapi yang dipublikasikan ke masyarakat justru larangan membuat pangkalan ojek yang dalam gambar di bawah ini dengan mudah dilanggar oleh para tukang ojek yang biasa mangkal di situ.

Lucu bukan?

Bukan hanya lewat papan reklame, pemerintah Jakarta, dalam hal ini Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, juga mendukung para tukang ojek yang bergabung dalam Gojek. Dukungan tersebut sontak mendulang kecaman dari Organda sebagai satu-satunya organisasi yang mengayomi pengusaha angkutan bermotor di jalan.

Bahkan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian pun menilai wajar kehadiran layanan jasa Gojek yang hadir untuk membantu para tukang ojek dan pelanggannya. "Saya pikir (keberadaan Gojek) biasa-biasa juga, wajar. Namanya market ya. Bisnis itu berkembang sesuai permintaan," ujar Tito seperti dikutip Infonitas beberapa waktu lalu di Mapolda Metro Jaya.

Jadi apa pun yang dikatakan oleh hukum, faktanya di lapangan berbeda berkali lipat. Apa pun yang dikehendaki oleh pemerintah, ojek sudah menjadi satu entitas angkutan umum yang berkembang pesat.

Lantas kalau ojek itu ilegal di mata hukum, bagaimana dengan Gojek yang bisnisnya dijalankan oleh perusahaan yang punya badan hukum? Akankah bisnis digital yang melibatkan pemilik sepeda motor dan menyediakan jasa angkutan manusia dan barang berbayar ini akan menjadi legal di kemudian hari?

Dan yang lebih seru untuk didefinisikan adalah, apakah Gojek perusahaan penyedia jasa teknologi atau perusahaan penyedia jasa transportasi? Lalu terakhir, kalau bisnis Uber diuber-uber, apa yang dapat memproteksi Gojek dari uberan pihak berwajib?

Berlanjut ke Level II ya....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun