Mohon tunggu...
ISJET @iskandarjet
ISJET @iskandarjet Mohon Tunggu... Administrasi - Storyteller

Follow @iskandarjet on all social media platform. Learn how to write at www.iskandarjet.com. #katajet. #ayonulis. Anak Betawi. Alumni @PMGontor, @uinjkt dan @StateIVLP. Penjelajah kota-kota dunia: Makkah, Madinah, Tokyo, Hong Kong, Kuala Lumpur, Langkawi, Putrajaya, Washington DC, Alexandria (VA), New York City, Milwaukee, Salt Lake City, San Francisco, Phuket, Singapore, Rio de Janeiro, Sao Paulo, Dubai, Bangkok.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

JK: Saya tidak senang dipanggil seperti itu

17 Januari 2010   17:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:24 2660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_55155" align="aligncenter" width="500" caption="Wawancara Kang Pepih dengan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga anggota Kompasiana di halaman belakang kediamannya di Jakarta (iskandarjet)"][/caption] Dengan gaya bicara dan tabiatnya yang kontroversial, sosok anggota Pansus Hak Angket Bank Century DPRI RI Ruhut Sitompul nyaris menandingi panasnya kasus Bank Century yang melibatkan dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun. Belum reda kasus umpatan kasar dan tidak sopan yang melibatkan dirinya dengan Wakil Ketua Pansus Gayus Lumbuun, kini giliran Jusuf Kalla yang terkena serangan ala Ruhut. Saat mendapat kesempatan bertanya, Ruhut berulang kali memanggil Jusuf Kalla "Daeng" dengan cara yang tidak lazim. Tindakan Ruhut ini tak pelak mendapat protes keras dari anggota Pansus lain yang meminta Ruhut tidak menggunakan simbol-simbol kesukuan di forum resmi. Saking panasnya suasana saat itu, ketegangan akibat serangan "jurus Daeng" yang dilancarkan oleh Ruhut baru tuntas setelah Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengambil alih microphone dan mempersilakan kader Demokrat lain melanjutkan pertanyaan untuk Jusuf Kalla. Nah, bagaimana sebenarnya reaksi JK saat berulang kali dipanggil Daeng oleh Ruhut dengan nada dan intonasi yang terdengar aneh di telinga? Berikut kutipan wawancara Pepih Nugraha bersama Jusuf Kalla di kediamannya Jalan Brawijaya Raya Jakarta, Sabtu (16/1) sore kemarin: Penampilan terakhir Anda di depan publik adalah pada saat Anda memenuhi panggilan Pansus Hak Angket Bank Century DPR RI. Apa yang terpikir oleh Bapak saat dipanggil Daeng oleh Ruhut Sitompul, salah seorang anggota Pansus dari Demokrat? Sebenarnya panggilan Daeng untuk orang Bugis Makassar itu biasa saja. Daeng itu dipanggil untuk kakak, orang yang dihormati, sampai tukang becak pun kita panggil Daeng, atau tukang sayur. Jadi panggilan biasa. Ya memang, yang jadi soal panggilan Daeng itu tidak pada tempatnya pada saat itu karena acaranya lebih formal, kan. Kedua cara memanggilnya itu nyeleneh, ya kan?. Sehingga banyak teman-teman dari Makassar merasa tersinggung. Karena cara memanggilnya itu. Bapak sendiri tidak merasa terusik pada saat itu? Tentu saja saya merasa tidak senang, namun karena ini kan acara yang ditonton oleh semua orang. Saya tidak bereaksi emosional, biar orang yang menilai kok orang ini di acara resmi nyeleneh manggilnya. Apakah tindakan yang dilakukan oleh Ruhut ini merupakan gambaran kualitas anggota Dewan? Tidak secara umum. Ada juga anggota dewan yang sangat baik, serius, pertanyaannya baik, ada juga pertanyaannya mengulang-ulang. Ada juga yang seperti itu... jagoan interupsi aja kaya Ruhut itu, apa saja diinterupsi, pertanyaannya enggak jelas. Bagaimana seharusnya mereka bersikap, khususnya saat menghadapi orang seperti bapak? Bukan soal menghadapi saya atau tidak. Ini masalah sangat penting untuk bangsa ini. Ini masalah tertinggi. Namanya Pansus itu menentukan nasib negara. Jadi kalau terasa begitu ataupun bertanya dengan tidak jelas ataupun ada nada-nada mengurangi martabat, tentu tidak pantas untuk anggota DPR terhormat. Menurut Bapak, kira-kira bagaimana arah dari kasus Bank Century ini? Ini kan masalahnya masalah keadilan dan hukum. Bahwa uang negara begitu besar, digelontorkan kepada bank yang rusak karena ulah pengelola atau pemiliknya. Sehingga tidak pantas dan sangat merugikan negara. Ini adalah penyelidikan untuk kebenaran tentunya. Arahnya ya mencari kebenaran. Tentu konsekuensi dari situ apabila ada bukti-bukti, tentu ada yang salah ada yang benar, nah di situlah DPR memberikan sanksi sesuai kewenangannya. Sampai ke arah pemakzulan? Tentu Presiden, Wakil Presiden, pemerintah atau Menteri atau siapa saja, apabila bertindak melanggar undang-undang apalagi kalau itu ditemukan katakanlah unsur-unsur yang melanggar atau unsur-unsur yang memberikan arti korupsi atau memperkaya orang lain, atau apa saja itu bisa diberikan sanksi. Termasuk sanksi kepada pimpinan tertinggi seperti Presiden? Tentu bukan pendapat saya, tapi ini garisan dari Undang-undang Dasar. Bahwa siapapun termasuk presiden wakil dapat diberikan sanksi apabila mengambil tindakan termasuk korupsi itu. Itu dapat. Tapi mudah-mudahan tidaklah. Ketika masuk ke tahap pemeriksaan berikutnya kan sudah jelas aliran-aliran dananya, kira-kira Bapak melihat seperti apa? Ini memang sangat tergantung dari keseriusan dan profesionalisme dari PPATK. Yunus Hussein ketuanya. Kalau ada bukti-bukti yang nyata alirannya ke mana dan tidak benar, tentu sangat signifikan akibatnya. Lihat video wawancaranya di sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun