Mohon tunggu...
ISJET @iskandarjet
ISJET @iskandarjet Mohon Tunggu... Administrasi - Storyteller

Follow @iskandarjet on all social media platform. Learn how to write at www.iskandarjet.com. #katajet. #ayonulis. Anak Betawi. Alumni @PMGontor, @uinjkt dan @StateIVLP. Penjelajah kota-kota dunia: Makkah, Madinah, Tokyo, Hong Kong, Kuala Lumpur, Langkawi, Putrajaya, Washington DC, Alexandria (VA), New York City, Milwaukee, Salt Lake City, San Francisco, Phuket, Singapore, Rio de Janeiro, Sao Paulo, Dubai, Bangkok.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kindle dan Era Buku Tanpa Kertas

17 Maret 2010   16:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:22 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_96136" align="alignright" width="300" caption="Perangkat pembaca digital Kindle (www.amazon.com)"][/caption] Dunia penerbitan buku global, termasuk di Indonesia, akan segera bergeser dari kertas ke digital pascasukses Kindle, pembaca buku digital yang diluncurkan Amazon tiga tahun lalu.

Tidak hanya membaca buku elektronik (ebook), perangkat seperti ini juga bisa digunakan untuk membaca konten yang berkeliaran di dunia maya.

Kindle dengan layar hitam putih diakui oleh banyak kalangan memiliki keunggulan dan posisi lebih tegas sebagai pengganti buku kertas karena produk ini tidak memiliki lampu LED pada produknya sehingga aktifitas membaca buku dan konten internet jadi jauh lebih nyaman-senyaman membaca tulisan di atas kertas. Simplisitas Kindle juga berdampak pada cepatnya waktu booting dan akses membuka buku maupun akses online, plus daya tahan baterai  yang memuaskan. Bahkan jika dibandingkan dengan Nook dari Barnes & Noble yang memiliki navigasi sentuh atau iPad dari Apple dengan teknologi sentuh di seluruh layarnya sekalipun! Sebagai respon mewabahnya perangkat pembaca digital tersebut, penerbit-penerbit buku usia ratusan tahun di Amerika dan negara maju lain menghadapi tantangan hebat. Mereka terpaksa mengubah perencanaan bisnis ke arah digitalisasi media baca dan mengurangi penerbitan buku dalam bentuk kertas. Meski saat para penerbit masih menyiasati wabah ini dengan menunda penerbitan buku format digital beberapa bulan setelah buku hardcover yang harga jualnya jauh lebih mahal diserap pasar. Fenomena serupa secara logis juga akan berlaku di negara-negara lain saat Kindle dan produk pembaca digital milik Asus, Samsung, Sony atau buatan Cina menyebar ke seluruh penjuru dunia. Di saat bersamaan, seperti diberitakan Okezone, Amazon melaporkan sukses besar penjualan ebook seiring meningkatnya daya serap pasar terhadap Kindle. Untuk buku digital saja, Amazon mengalami peningkatan penjualan sebesar 42 persen selama kuartal keempat 2009. Toko buku online ini mengklaim mampu meraih keuntungan bersih sebanyak US$ 384 juta atau naik 75 persen dari periode yang sama di tahun 2008. Sepuluh tahun dari sekarang, siap tidak siap, masyarakat Indonesia pun ikut kembali ke zaman batu, di saat orang hanya perlu mengunduh sebuah buku digital (ebook) ‘setebal' ratusan kilobyte yang dijual dengan harga sekian puluh ribu rupiah saja tanpa harus membeli dan menumpuk buku bentuk fisik di rak-rak penuh debu. Para murid dan mahasiswa juga tidak lagi mengoleksi buku baru atau berburu buku bekas di pasar Senen. Buku-buku yang mereka butuhkan di sekolah atau di kampus juga tersedia dalam format digital. Yang perlu mereka miliki hanya sebuah alat pembaca buku elektrik (ebook reader) seukuran novel Harry Potter, tapi untungnya tidak akan pernah setebal ketujuh novel paling laris dunia tersebut. Perangkat digital ini tipis saja, tapi bisa menampung buku-buku di sebuah perpustakaan kampus yang jumlahnya ribuan-bahkan ratusan ribu jilid buku. Kabar baik dari perkembangan teknologi ini adalah, manusia bisa menghemat berton-ton kertas yang setiap hari dibuat dari gelondongan kayu-kayu besar yang didatangkan dari hutan-hutan. Kita juga tidak lagi repot mengurus begitu banyak buku kertas, atau sibuk menyiapkan ruang koleksi khusus yang, pada waktunya nanti, buku-buku itu musnah dimakan kutu buku dan mikroba lainnya. Buku digital sejatinya sebuah perubahan fenomenal yang harus segera disambut oleh masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia. Gerakan digitalisasi buku yang sempat digagas oleh pemerintah (Kementerian Pendidikan) semestinya tidak lagi berkutat pada gerakan poco-poco yang berputar dan bergerak di tempat tanpa perkembangan dan terobosan baru yang memberi manfaat lebih cepat bagi dunia pendidikan nasional. Upaya digitalisasi buku ini harus diiringi dengan persiapan infrastruktur dan program konkret seperti pengapalan pembaca buku digital sejenis Kindle sehingga masyarakat bisa mulai beradaptasi dan berkontribusi lebih aktif dengan perpindahan tradisi dari buku kertas ke buku digital. Semoga harapan ini tidak terperangkap dalam mimpi panjang....

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun