Pada pertengahan 1993, ketika internet masih jadi barang mahal dan aneh, Peter Steiner, kartunis majalah New Yorker, membuat sebuah kartun yang kemudian menjadi sangat terkenal. Sebuah kartun bergambar dua ekor anjing di depan komputer dengan pesan kuat:
"On the internet, nobody knows you're dog".
[caption id="attachment_299737" align="aligncenter" width="606" caption="Kartun terkenal Peter Steiner ini dimuat pertama kali di majalah The New Yorker edisi 5 Juli 1993 (The New Yorker/Peter Steiner)"][/caption]
Meskipun dibuat 10 tahun sebelum kelahiran Facebook, pesan dalam kartun itu sangat relevan sampai sekarang, bahkan mungkin hingga sekian puluh tahun ke depan, sampai orang-orang beralih dari teknologi internet ke teknologi komunikasi yang lebih dahsyat dan transparan.
Yup, tidak ada seorang pun yang mengetahui siapa dia balik sebuah akun media sosial (termasuk Kompasiana). Karena yang terlihat di layar hanyalah data, informasi dan konten yang ingin kita tampilkan di layar. Baik dalam bentuk teks, gambar, audio maupun video. Selebihnya, hanya kita dan Tuhan yang tahu.
Saking benarnya slogan tersebut, banyak pengguna internet yang menggunakan ketersembunyiannya untuk membuat seribu akun. Memanfaatkan celah yang dia pahami untuk menghadirkan seribu sosok fiktif lewat seribu akun yang merujuk ke seribu email atau nomor telepon kloningan.
Kalau mau tahu visualisasi akun kloning, silakan tonton lagi film "The Matrix Revolutions" yang menampilkan sosok program jahat bernama "Agent Smith" beserta beribu kloningannya.
Akun-akun kloning dibuat dengan beragam modus dan kepentingan. Ada yang baik, tapi pada umumnya dibuat dengan niat yang tidak lurus. Untuk mendapatkan pembaca dan jempol yang banyak, misalnya, seribu akun akan bekerja membuka tautan dan memberikan jempol untuk satu konten yang sedang dilombakan. Untuk membangun opini dan membungkam kebenaran opini pihak lain, seribu akun bekerja saling berkomentar di bawah sebuah konten. Berinteraksi silih-berganti, berkomunikasi, seolah mereka tidak kenal satu sama lain.
Dan banyak lagi fungsi akun kloningan yang, tanpa mengurangi rasa hormat kami kepada para penggemar akun koloningan, tidak bisa saya rinci satu per satu. ;)
Lewat tulisan singkat ini, saya cuma ingin memberikan beberapa poin yang patut diwaspadai oleh pembuat akun kloningan, berpegang pada prinsip: niat baik yang dilakukan dengan cara yang tidak baik, hasilnya jadi tidak baik. Apalagi kalau cara yang tidak baik itu didasari dengan niat yang tidak baik.
- Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Sehebat-hebatnya kamu bermain dengan akun-akun kloning, pasti satu saat ada orang hebat yang membongkar akun-akun tersebut dan menemukan master di baliknya. Ingat, orang hebat di internet itu banyak.
- Sepandai-pandainya Matt Damon beraksi dalam banyak peran, penonton sadar dia adalah Matt Damon. Maksudnya sudah jelas kan? Kamu boleh saja membuat banyak akun dengan nama dan peran yang berbeda-beda. Ada yang berperan sebagai ibu-ibu, ayah satu anak, siswi SMA, mahasiswa galau, orang kampung, tokoh agama, atau apapun juga. Tapi karena yang memainkan peran itu satu orang, pasti akan ada satu kata kunci atau rasa bahasa atau gaya bertutur yang tanpa kamu sadari sama. Dan kesamaan itulah yang secara tidak sengaja ditangkap oleh pemirsa, lalu menggerakkan dirinya untuk mencari hubungan antara satu akun mencurigakan dan akun mencurigakan lainnya. Kamu tidak bisa menghindar saat investigasi mulai digelar.
- Wawasan dan kapasitas setiap orang terbatas, maka itulah yang membatasi kemampuan komunikasi akun-akun kloning yang kamu buat. Meskipun kamu memilih bermain di satu bidang tertentu, kamu akan mengalami kesulitan saat ingin menghilangkan jejak keterkaitan antara satu akun kloningan dan akun kloningan lainnya.
- Internet adalah komunikasi digital, bukan dunia fiksi yang bisa dibangun sempurna secara terencana. Ada perbedaan besar antara bersandiwara lewat media sosial dan membangun sandiwara dalam sebuah novel atau panggung teater. Kecepatan, kegaduhan, tekanan, dan kondisi nyata yang kamu hadapi setiap kali membuka laptop sekaligus komputer sekaligus tablet sekaligus ponsel pintar, akan membuat dirimu berada dalam satu posisi yang tidak terbayangkan sebelumnya. Pada akhirnya, kamu dan akun-akun kloningmu akan berakhir dengan cara yang juga tidak terbayangkan sebelumnya. Apapun itu, pastinya bukanlah sebuah 'happy ending'.
Akhirul kalam, saya mengajak setiap kita untuk jujur pada diri sendiri. Akun kloningan bukanlah cara manusiawi dalam membangun komunikasi digital. Kalau memang kita anjing, tunjukkanlah diri kita apa adanya kepada orang lain. Itu jauh lebih baik, sekalipun 'Di internet, tidak ada yang tahu kamu seekor anjing'.
Lalu yakinlah, hidup di internet akan jauh lebih aman, nyaman, produktif, bermartabat dan menyehatkan, kalau kita tidak menggunakan akun kloningan.
Salam anti kloning!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H