Mohon tunggu...
ISJET @iskandarjet
ISJET @iskandarjet Mohon Tunggu... Administrasi - Storyteller

Follow @iskandarjet on all social media platform. Learn how to write at www.iskandarjet.com. #katajet. #ayonulis. Anak Betawi. Alumni @PMGontor, @uinjkt dan @StateIVLP. Penjelajah kota-kota dunia: Makkah, Madinah, Tokyo, Hong Kong, Kuala Lumpur, Langkawi, Putrajaya, Washington DC, Alexandria (VA), New York City, Milwaukee, Salt Lake City, San Francisco, Phuket, Singapore, Rio de Janeiro, Sao Paulo, Dubai, Bangkok.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kronologi Skandal Berlinale: Akal Bulus Pemerintah Sabotase Industri Film Nasional

8 Februari 2015   20:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:35 1264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_349960" align="aligncenter" width="630" caption="Dua surat yang mengungkap skandal dinas atas nama kepentingan perfilman nasional ini menyebar luas di media sosial. (berbagai sumber)"][/caption]

Baru saja terungkap aksi perampokan uang negara untuk membiayai perjalanan luar negeri segelintir pejabat dan kroninya dengan mengatasnamakan insan film nasional.

Setidaknya ada dua perjalanan dinas yang terbukti sebagai bentuk sabotase atas perkembangan industri film Nasional, yaitu perjalanan ke Cannes Perancis, akhir 2014 lalu dan perjalanan ke Festival Film Berlin yang berlangsung tanggal 5-15 Februari 2015. Keduanya diyakini tidak melibatkan insan film yang kompeten dan berprestasi di bidangnya dan sarat praktek nepotisme.

Sabtu (7 Februari 2015) kemarin, sedikitnya 200 pekerja film menandatangani surat terbuka atas skandal Berlinale. Surat tersebut meminta pemerintah menuntaskan aksi sabotase yang selama bertahun-tahun dilakoni oleh pejabat korup dan nepotis.

Surat terbuka ini ditandatangani oleh sejumlah sineas juga aktris dan aktor papan atas Tanah Air. Sineas yang ikut menandatangani di antaranya: Alex Komang, Joko Anwar, Erwin Arnada, Anggy Umbara, Wulan Guritno, Atiqah Hasiholan dan Jajang C Noer.

Berikut isi surat terbuka 'Skandal Berlinale' yang mengurai kronologi aksi pejabat terkait:

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada hari Selasa, 3 Februari 2015, publik Indonesia dikejutkan dengan terungkapnya di sosial media surat permohonan izin ke luar negeri bernomor KP.1011/2/24/SEKJEN/KEM-PAR/2015 yang dilayangkan Kementerian Pariwisata lewat Direktur Pengembangan Industri Perfilman.

Pada surat itu, Kementerian Pariwisata mengajukan nama-nama yang akan diberangkatkan ke Festival Film Berlin yang digelar pada tanggal 5-15 Februari 2015 untuk ikut ambil bagian dalam mempromosikan film Indonesia di European Film Market yang merupakan bagian dari Festival Film Berlin. Nama-nama yang diutus untuk mewakili insan perfilman Indonesia sangat diragukan kapabilitas dan kredibilitasnya serta tidak memiliki relevansi dan urgensi untuk diberangkatkan oleh pemerintah. Bahkan sebagian besar tidak dikenal oleh para pelaku industri perfilman di Indonesia.

Pada saat yang bersamaan, beberapa pembuat film dan aktor Indonesia yang lolos seleksi untuk menayangkan film mereka di Festival Film Berlin dan mengikuti kegiatan pelatihan Berlinale Talent Campus tidak mendapatkan dukungan dana keberangkatan dari pemerintah sekalipun mereka telah mengajukan permohonan bantuan. Padahal jelas-jelas mereka adalah orang-orang berprestasi yang membawa nama baik negara di kancah perfilman internasional.

Pada awalnya, Kementerian Pariwisata lewat para pejabat mereka yaitu Drs. Ukus Kuswara (Sekretaris Jenderal Kementerian Pariwisata), Armein Firmansyah (Direktur Pengembangan Industri Perfilman), serta Prof. Dr. HM. Ahman Sya (Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya) berkilah mengatakan bahwa nama-nama yang terungkap di surat dinas yang bocor ke publik hanya merupakan pengajuan dan belum tentu diberangkatkan. Tapi kemudian terbukti bahwa nama-nama tersebut telah didaftarkan ke European Film Market pada Festival Film Berlin dan sudah tercantum di situs resmi ajang tersebut.

Pada tanggal 4 Februari 2015, para sineas dan aktor film Indonesia berkumpul di Gedung Film untuk mengadakan pernyataan sikap menuntut pertanggungjawaban pemerintah berkenaan dengan perjalanan delegasi Indonesia ke Berlin ini yang dinilai sangat tidak transparan, penuh manipulasi, dan pemborosan serta berpeluang sangat besar dalam penyalahgunaan uang rakyat.

Pada acara tersebut juga hadir Armein Firmansyah (Direktur Pengembangan Industri Perfilman) yang akhirnya mengaku khilaf dan mengaku bahwa delegasi Indonesia ke Berlin telah dibatalkan dan uang negara yang sudah dikeluarkan akan dikembalikan.

Tentu saja ini bukan penyelesaian yang bertanggung jawab. Bukti-bukti yang kemudian terungkap menujukkan bahwa hal ini telah terjadi selama bertahun-tahun, termasuk pada waktu perjalanan dinas delegasi Indonesia ke pasar program televisi MIPCOM di Cannes, Perancis, tahun 2014 lewat surat dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bernomor KP.1011/21/17/Sekjen/KPEK/2014.

Kasusnya kurang lebih sama, yaitu pemberangkatan orang-orang yang tidak memiliki urgensi dan relevansi untuk berada di ajang festival maupun pasar film dan televisi serta potensi penyalahgunaan uang negara sejumlah milyaran rupiah. Sekalipun saat itu perfilman masih dipegang oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, namun para pejabat yang memegang perfilman dan ekonomi kreatif masih sama dengan para pejabat di Kementerian Pariwisata sekarang ini.

Keikutsertaan para sineas Indonesia di festival-festival internasional dan pasar film adalah upaya untuk menyelesaikan beberapa masalah yang sedang dihadapi perfilman Indonesia saat ini, termasuk kurangnya skill pekerja film Indonesia dan kepentingan promosi untuk film-film Indonesia.

Sayangnya, selama ini upaya-upaya tersebut telah disabotase oleh oknum-oknum pejabat yang seharusnya memajukan perfilman Indonesia, bukan melemahkannya.

Pada tanggal 6 Februari 2015, Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya, Prof. Dr. HM. Ahman Sya, menyatakan bahwa Direktur Pengembangan Industri Perfilman, Armein Firmansyah, telah dicopot dari jabatannya. Armein Firmansyah juga merupakan ketua rombongan yang dijadwalkan berangkat ke Berlin pada tanggal 4 Februari 2015 lalu.

Namun, kami para pekerja film Indonesia menyatakan bahwa pencopotan jabatan tersebut bukanlah penyelesaian yang tuntas dari masalah yang selama ini menggerogoti pemerintah dalam memajukan perfilman Indonesia.

Kami menuntut agar para pejabat berikut ikut bertanggung jawab secara ksatria dengan mundur dari jabatan mereka dan untuk tidak di kemudian hari menerima jabatan di sektor ekonomi kreatif.

Mereka adalah Drs. Ukus Kuswara (Sekretaris Jendral Kementrian Pariwisata, Kementrian Pariwisata) dan Prof. Dr. HM. Ahman Sya (Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya).

Kami juga menuntut pihak berwenang untuk mengusut kemungkinan penyalahgunaan uang negara untuk kegiatan-kegiatan serupa pada tahun-tahun sebelumnya, dan pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perfilman Indonesia termasuk penyelenggaraan Festival Film Indonesia.

Kami mendesak agar uang rakyat yang dikelola pemerintah untuk membangun perfilman Indonesia ditata secara profesional, bersih dari segala kepentingan pribadi, dan transparan.

Demi perfilman nasional dan demi kecerdasan bangsa,
Jakarta, 7 Februari 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun