Dengan kata lain, kecuali bagi orang mukmin penduduk salah satu negeri atau berada di dalam waktu tertentu yang merasa khawatir akan kejahatan mereka (orang-orang kafir). Maka diperbolehkan baginya bersiasat untuk melindungi dirinya hanya dengan lahiriahnya saja, tidak dengan batin dan niat [Taqiyah model sunni ]. Seperti apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Darda yang mengatakan:
"إنَّا لَنَكْشرُ فِي وُجُوهِ أقْوَامٍ وَقُلُوبُنَا تَلْعَنُهُمْ".
Sesungguhnya kami benar-benar tersenyum di hadapan banyak kaum (di masa lalu), sedangkan hati kami (para sahabat) melaknat mereka (orang-orang musyrik)
Lanjutnya Ibnu Katsir ;
وَقَالَ الثَّوْرِيُّ : قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : لَيْسَ التَّقِيَّةُ بِالْعَمَلِ إِنَّمَا التَّقِيَّةُ بِاللِّسَانِ ، وَكَذَا رَوَاهُ الْعَوْفِيُّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ : إِنَّمَا التَّقِيَّةُ بِاللِّسَانِ ، وَكَذَا قَالَ أَبُو الْعَالِيَةِ ، وَأَبُو الشَّعْثَاءِ وَالضَّحَّاكُ ، وَالرَّبِيعُ بْنُ أَنَسٍ . وَيُؤَيِّدُ مَا قَالُوهُ قَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى : ( مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ [ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ] ) [ النَّحْلِ : 106 ]
As-Sauri mengatakan bahwa sahabat Ibnu Abbas pernah mengatakan taqiyyah(sikap diplomasi)bukan dengan amal perbuatan, melainkan hanya dengan lisan saja. Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, yaitu bahwa sesungguhnya taqiyyah [diplomatif] itu hanya dilakukan dengan lisan. Hal yang sama dikatakan oleh Abul Aliyah, Abusy Sya'sa, Ad-Dahhak, dan Ar-Rabi' ibnu Anas. Pendapat mereka dikuatkan oleh firman Allah Swt. yang mengatakan:
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمانِ
Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah); kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa). (An-Nahl: 106), hingga akhir ayat.)
Imam Bukhari mengatakan, Al-Hasan pernah berkata bahwa taqiyyah [ Diplomasi ] (terus berlangsung) sampai hari kiamat.
Jadi bukan hanya syiah yang membenarkan “taqiyah”, dalam sunni taqiyah itu bagian dari modal beragama, dalam upaya Jihad yang paling langgeng, untuk mencapai tujuan akhir dari sebuah peradaban Islam. Sebagaimana dilakukan Bapak Profesor Dien Syamsudin, sehingga kita tidak harus terjebak dalam kontra produktif untuk mengkritisi Pak Prof yang tentunya sangat mafhum dalam dunia diplomasi, masih adakah yang meragukan beliau.....?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H