[caption caption="Tanduk Setan"]
[/caption]
Sebuah wawasan kelompok interpretasi terhadap hadits hadits “tanduk Setan” mencuat lagi dalam bentuk interpretasi local keagamaan yang bersenyawa dengan adat istiadat setempat, mencoba menghakimi para Ulama Muqaddimin, dan lebih pada rasionalisme mazhab ta’asubiyah, menjadi lebih senang menggonceng pendapat kelompoknya yang membius mereka. Sudah tidak ada lagi toleransi, untuk memahami argumentasi lawan, melainkan kata merasa “ ana alhaq” dominan menguasai refrensi cara berpikir mereka.
Salah satu tema yang mencuat membakar mayoritas dan merasa terpanggil memenggal pendapat yang berbeda, adalah tema “tanduk setan”. Hadits yang indoktrinisasi berdasarkan kelompok puritan kampung menjadi acuan sumbang dalam memenjarakan pikiran orang lain. Sudah tidak ada lagi cela atau ventalasi bernafas, semua ruang gelap dan tanpa ruang menghirup udara dengan sebuah tekad menebarkan rasa alergi terhadap wahabi, yang di eksploitasi sebagai wabah yang membahayakan kelompoknya.
Akhirnya tidak ada lagi kebaikan, semua kelompok Islam yang tidak berada dalam naungannnya, tidak berlindung dibawa fatwanya, tidak turut hukum hukumnya, menjadi salah dimata mereka. Indoktrinisasi terus berjalan menebar gejala klimaks anti wahabi, disamping menjadi penyakit akut yang memasung kalangan Intelektual muda yang sekedar bermudar predikat nyontek. Karena tidak mampu meng-asas analisis apakah benar atau tidak, karena kebenarannya sudah berinnovasi dalam apologetic mereka yang manipulative data.
Tidak bisa dipahami, kecerdasan mereka menjadi sirna dalam sebuah wilayah taqlid buta, sehingga memandang kebenaran hanya milik mereka, tidak ada yang lain. Yang sangat mengesankan tata cara mereka berdalih/berhujjah, selama pendapat pendapat mereka didukung oleh kitab tersebut, maka penulis kitab tersebut aman dan selalu berada dalam kidung sanjung mereka, bahkan sekalipun salah akan terus dibela, tetapi meskipun pernah mendukung pendapat kemauannya, pernah menjadi refrensi agung pendapat pendapatnya, karena diluar nalar mereka akhirnya dilepas dari tangannya. Istilah al-Quran, apabila mereka kembali pada sesama setannya, menyatakan kepolosan bahwa mereka seide dalam kelompoknya.
Contohnya kasus tulisan “tanduk setan” menjadi lempengan tebal yang menguras tenaga mereka yang berusaha menggugurkan makna Najd yang sebenarnya dari ulama mereka yang sebelumnya di puja, padahal sebelumnya membela serius siapa Ibnu Hajar, siapa al Kirmany dan siapa al Khattaby, serentak ditolak dan menjadi bahan ledekan diganti dengan pendapat mereka yang sekampung dengan rofidhoh.
Perhatikan hadist nabi ini yang menyebut kata “NAJD” tanduk setan
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ هُنَاكَ الزَّلَازِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : Nabi pernah bersabda : “Ya Allah, berikanlah barakah kepada kami pada Syaam kami dan Yamaan kami”. Para shahabat : “Dan juga NAJD kami ?”. Beliau bersabda : “Di sana muncul bencana dan fitnah. Dan di sanalah akan muncul tanduk setan”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1037. Diriwayatkan juga pada no. 7094 dan Muslim no. 2095). Kata “NAJD” dalam hadits ini apa maknanya ?, berbagai upaya memalingkan hadits ini untuk menghujat Muhammad bin Abdul Wahab”, tokoh yang disinyalir mereka sebagai “tanduk setan berkepala botak” , padahal syawahid hadits ini menampilkan makna lain yang mengartikan kata “NAJD dengan makna “IRAQ”, meskipun ada yang lemah juga ada yang shohi sebagai kesaksian hadits “NAJD”
Dalam riwayat yang lain dari Ibnu ‘Umar :
أَنَّهُ سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ مُسْتَقْبِلَ الْمَشْرِقِ يَقُوْلُ "أَلآ إِنَّ الْفِتْنَةَ هَهُنَا. أَلآ إِنَّ الْفِتْنَةَ هَهُنَا، مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
".
Bahwasanya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam - dimana beliau waktu itu menghadap ke timur -, beliau bersabda : “Ketahuilah, sesungguhnya fitnah datang dari sini, ketahuilah sesungguhnya fitnah datang dari sini, dari arah munculnya tanduk setan” (HR Muslim no 2095)
Dalam lafadh lain: