Mohon tunggu...
Zulkarnain El Madury
Zulkarnain El Madury Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Madura pada tahun 1963,
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang pemburu kebenaran yang tak pernah puas hanya dengan " katanya". Adalah Da'i Pimpinan Pusat Muhammadiyah peeriode 1990 sd 2007, selanjutnya sebagai sekjen koepas (Komite pembela ahlul bait dan sahabat) hingga 2018, sebagai Majelis Tabligh/Tarjih PC. Muhammadiyah Pondok Gede, Sebagai Bidang Dakwah KNAP 2016 -219 . Da'i Muhammadiyah di Seluruh Tanah air dan negeri Jiran ..pernah aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia), Tinggal dijakarta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Taraweh 4-4-3 Adalah Batil?

22 Mei 2015   08:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:43 1877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14322593521067280749

Kalo bicara formula taraweh atau sholat [qiyam] Ramadhan], sudah pasti tidak bisa dilepaskan dari hadits dan tafsirnya, menyangkut wawasan agama, sejauh cara memandang sebuah kelompok atau mazhab yang menginginkan tujuan ibadahnya benar dimata syar'i. Menjadi pilihan semua orang, baik dari kalangan ulama hadits, ormas Islam dan tokoh Mazhab, selebihnya mengejar ada yang berjalan alami, tidak karena mau benar atau salah, yang penting sholat saja, mengikuti siapa saja, bisa menggunakan formula 4-4-3 [empat empat tiga] atau formula dua dua. Tidak perduli benar atau salah yang penting sholat.

Sedangkan dalam tulisan ini mencoba melihat pandangan tarjih Muhammadiyah tentang 4-4-3, apa memang taraweh atau sholat qiyam ramadhan formula 4-4-3 sesuai urutan sunah nabi atau hanya sekedar sikap Muhammadiyah menyimpulkan secara dlohiri hadits Aisyah. Namun pendapat ini sebatas telaah dan studi banding kalangan mazhab dan para pakar hadits dari masa ke masa.

Hadits Aisyah formula 4-4-3 modal utama Muhammadiyah mengambil kesimpulan dan penetapan syahnya dan sunahnya sholat qiyam Ramadhan atau Taraweh, sebagaimana riwayat berikut ini

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ثُمَّ فَصَّلَتْهَا بِقَوْلِهَا ( يُصَلِّي أَرْبَعًا ) يُحْتَمَلُ أَنَّهَا مُتَّصِلَاتٌ وَهُوَ الظَّاهِرُ وَيُحْتَمَلُ أَنَّهَا مُنْفَصِلَاتٌ وَهُوَ بَعِيدٌ إلَّا أَنَّهُ يُوَافِقُ حَدِيثَ صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى

Artinya; Rasulullah tidak pernah melakukan shalat malam (sepanjang tahun) pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 rakaat. Kemudian Siti A’isyah merincikan shalat Rasulullah dengan perkataannya:”Beliau shalat 4 rakaat”. [ Hadits Shahi].

Hadits ini sepintas  menggambarkan sholat Rasulullah sebagai berikut

1. Di Bulan Ramadhan Rasulullah sholat 4-4-3

2. Di luar Bulan Ramadhan Rasulullah 4-4-3

Yang menyimpulkan kejadian terus menerus atau selamanya dilakukan Rasulullah, karena haditsnya  [مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ = Rasulullah tidak pernah melakukan shalat malam (sepanjang tahun) pada bulan Ramadhan] , artinya Rasulullah tidak menyimpang dari hadits Aisyah 4-4-3 baik didalam atau diluar bulan Ramadhan. Ini tentu perlu penjelasan lain yang menguatkan keududukan Rasulullah memang mengerjakan empat empat tiga, tidak sekeder hadits Aisyah tersebut. Paling tidak harus ada hadits yang menguatkan keudukan 4-4-3 itu benar, tidak menimbulkan persepsi salah atau kekeliruan berpendapat, harus ada tolak ukur lain yang bisa digunakan sebagai ukuran benarnya. Bila sekedar hasil ijtihad sendiri, tentu  tidaklah bisa menjadi kesimpulan benar, apalagi bicara dampaknya adalah masyarakat banyak, bukan sekedar kepuasan berbangga dengan pendapat sendiri, "benar".

Karena kalau hadits Aisyah di tarsirkan menurut manhaj kelompok belaka, yang jauh dari jaman Rasulullah dan sahabatnya, belum bisa dikategorekan sebagai kebenaran. Sebab Aisyah sendiri mengatakan "diluar ramadhanpun" rasulullah mengerjakan empat empat tiga. Kenyataannya tidaklah sebagaimana hadits yang dipahami secara dlohir tersebut, karena Aisyah juga meriwayatkan hadits lain yang memastikan Rasulullah mengerjakan dua dua [ paradok sekali antara Aisyah dan Aisyah bila tidak bisa mendudukkan], oleh sebab perkataan Aisya yang menyebutkan "Tidak Pernah", maksudnya bukankah berlanjut terus, selamanya tidak meninggalkan 4-4-3." Sedangkan disisi lain Rasulullah menurut Aisyah ada mengerjakan sholat Malam formula 2-2-2-2-2-1, sebuah formula yang seolah tidak singkron dengan hadits Formula 4-4-3. Sebenarnya perlu di di telaah lebih jauh. Hadits Aisyah yang lain itu adalah :

"كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ، وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ، فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ، وَتَبَيَّنَ لَهُ الْفَجْرُ وَجَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ، قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ، ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الأَيْمَنِ، حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ لِلإِقَامَةِ

Biasanya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat setelah isya’ – yang oleh orang-orang dinamakan dengan shalat ‘atamah – sampai menjelang fajar sebanyaksebelas raka’atsalam pada setiap dua raka’at dan witir satu raka’at. Apabila mu’adzintelah mengumandangkan adzan fajar, dan fajar telah nampak jelas dan muadzinpun telah hadir, maka beliau shalat dua raka’at ringan (yaitu shalat sunnah fajar) kemudian berbaring di sisi badan yang kanan sehingga muadzin datang mengumandangkan iqamat” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 736].


Komparasi hadits, Hadist pertama dari Aisyah yang menyatakan tidak pernah meninggalkan 4-4-3 , di baca dari sudut pandang umumnya Rasulullah, sedangkan hadits kedua menunjukkan sebuah sholat yang dibaca Aisyah pada kejadian lain "kadang kadang" yang dijumpai Aisyah dari sebuah kejadian sholat malam Rasulullah, juga yang pernah melibatkan Ibnu Abbas dan sahabat lainnya. Keduanya tidaklah bertentangan. Justru itu merupakan kejadian lain yang terjadi dijaman Rasulullah shollallahu'alaihi wasallam.

Bagi yang masih meragukan empat empat setidaknya bisa melakukan telaah mendalam, guna mendapatkan kepastian kedudukan sholat dijaman Rasulullah, bukan karena banyak orang mengerjakan formula 2-2-2-2-2-1 atau 23 , 36 rakaat dan lainnya.  Lalu kita menjadi mudah menyalahkan yang lainnya. banyaknya  orang yang tidak menyukai sholat 4-4-3 tidaklah merupakan alsan menolak sholat 4-4-3, tetapi justru merupakan pengetahuan yang berbeda dari mereka. Dalam hal ini perlu membaca rujukan Muhammad Ibn Ismâîl al-Shan’âniy, Subul al-Salâm Syarh Bulûgh al-Marâm, vol. 2 h. 27. yang membenarkan sunahnya sholat 4-4-3.

Imam As-Shan’âniy itu berkata:


( يُصَلِّي أَرْبَعًا ) يُحْتَمَلُ أَنَّهَا مُتَّصِلَاتٌ وَهُوَ الظَّاهِرُ وَيُحْتَمَلُ أَنَّهَا مُنْفَصِلَاتٌ وَهُوَ بَعِيدٌ إلَّا أَنَّهُ يُوَافِقُ حَدِيثَ صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى

Menurut Imam As-Shan’âniy, “perkataan Aisyah:

(يُصَلِّي أَرْبَعًا )
يُحْتَمَلُ أَنَّهَا مُتَّصِلَاتٌ وَهُوَ الظَّاهِرُ

Mengandung dua kemungkinan makna: Pertama, makna zhahir, yaitu bahwa kata empat yang dimaksud menunjukkan bersambung (empat rakaat sekaligus). itu ketelitian Imam Shon'ani menyangkal ulama lainnya yang melarang empat empat tiga. Dan yang kedua beliau mengatakan :"

وَيُحْتَمَلُ أَنَّهَا مُنْفَصِلَاتٌ وَهُوَ بَعِيدٌ

Kedua, makna jauh, yaitu menunjukkan dipisah (empat rakaat tidak sekaligus).

إلَّا أَنَّهُ يُوَافِقُ حَدِيثَ صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى

Namun makna jauh ini sejalan dengan hadis: “Shalat malam itu dua rakaat, dua rakaat.”

Jadi perkataan Imam Shon'ani menyebut : Rasulullah sholat empat rakaat, memiliki makna dlohir sebagaimana, yang bisa dipahami langsung dari perkataan dhor hadits, karena jelas sekali maksudnya, tidak memerlukan pengertian lain seperti ayat ini

وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ... البقرة [2]: 275.

Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba… (QS. Al-Baqarah, 2:275) . Nyata sekali dlohir ayat tersebut menyebutkan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, sehingga tidak memerlukan penjelasan, ribanya begini dan begitu , dan yang begitu tidak haram, misalnya.  Cukup dengan membaca dhohirnya saja, terbukti sekali kalau "Riba haram" dengan segala jenisnya. sama dengan hadits Aisyah tersebut yang mengangkat tema 4-4-3, cukup jelas tidaklah memerlukan dalil lain untuk menafsirkannya sebagaimana kaidah fiqih yang menyebutkan :


الظَّاهِرُ هُوَ اللَّفْظُ الَّذِي يَدُلُّ عَلَى مَعْنَاهُ دِلاَلَةً وَاضِحَةً بِحَيْثُ لاَ يَتَوَقَّفُ فَهْمُ المُرَادِ مِنْهُ عَلَى قَرِيْنَةٍ خَارِجِيَّةٍ.


Zhâhir ialah suatu lafaz yang menunjukkan kepada pengertian yang jelas tanpa memerlukan penjelasan dari luar. (Ushûl al- Fiqh al-Islâmî, Zakî al-Dîn Sya‘bân, hlm. 341..lafadz Aisyah itu jelas tidak memerlukan lagi qarinah untuk menjelaskan maksud hadits.

Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Umar Bazmuul hafidhahullah berkata :

يشرع للمسلم أن يوتر بإحدى عشرة ركعة ، ويصليها على صفتين :

الأولى : أن يصلي مثنى مثنى عشر ركعات ثم يوتر بواحدة .

الثاني : أن يصلي أربعاً أربعاً ثم يصلي ثلاثاً.

“Disyari’atkan bagi muslim untuk shalat witir 11 raka’at, yang dapat dilakukan dengan dua sifat : (1) shalat dua raka’at dua raka’at sebanyak 10 raka’at, lalu shalat witir satu raka’at; (2) shalat empat raka’at empat raka’at, lalu shalat witir 3 raka’at”……. Lalu beliau menyebutkan hadits ‘Aaisyah di atas [Bughyatul-Mutathawwi’, hal. 60-61].


Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah berkata saat menjelaskan beberapa sifat shalat taraawiih dalam hadits-hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
يصلي 11 ركعة أربعا بتسليمة واحدة ثم أربعا مثلها ثم ثلاثا
“Shalat 11 raka’at, yaitu : empat raka’at dengan satu salam, empat raka’at semisalnya, lalu tiga raka’at” [Shalaatut-Taraawiih, hal. 91].



Al-‘Iraaqiy rahimahumallah :

وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ الْأَفْضَلُ أَنْ يُصَلِّيَ أَرْبَعًا أَرْبَعًا وَإِنْ شَاءَ رَكْعَتَيْنِ وَإِنْ شَاءَ سِتًّا وَإِنْ شَاءَ ثَمَانِيًا وَتُكْرَهُ الزِّيَادَةُ عَلَى ذَلِكَ

“Abu Haniifah berkata : “Afdlal-nya shalat malam empat raka’at empat raka’at. Apabila berkehendak, shalat 2 raka’at, apabila berkehendak shalat 6 raka’at, apabila berkehendak shalat 8 raka’at. Dan dimakruhkan menambah raka’at dari itu” [Tharhut-Tatsriib, 3/357]

Masalah sholat malam Rasulullah itu bermacam macam, bahkan Rasulullah pernah melakukan sholat malam sebagai berikut :

Dari ‘Aaisyahradliyallaahu ‘anhaa yang lain, ia berkata :


كُنَّا نُعِدُّ لَهُ، سِوَاكَهُ، وَطَهُورَهُ، فَيَبْعَثُهُ اللَّهُ مَا شَاءَ أَنْ يَبْعَثَهُ مِنَ اللَّيْلِ، فَيَتَسَوَّكُ، وَيَتَوَضَّأُ، وَيُصَلِّي تِسْعَ رَكَعَاتٍ، لَا يَجْلِسُ فِيهَا إِلَّا فِي الثَّامِنَةِ، فَيَذْكُرُ اللَّهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ ثُمَّ يَنْهَضُ، وَلَا يُسَلِّمُ، ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّ التَّاسِعَةَ، ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللَّهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ، ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمًا يُسْمِعُنَا، ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِّمُ وَهُوَ قَاعِدٌ، وَتِلْكَ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يَا بُنَيَّ، فَلَمَّا أَسَنَّ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَخَذَ اللَّحْمَ، أَوْتَرَ بِسَبْعٍ وَصَنَعَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ مِثْلَ صَنِيعِهِ الأَوَّلِ، فَتِلْكَ تِسْعٌ يَا بُنَيَّ


“Kamilah yang mempersiapkan siwak dan air wudlu beliau. Bila Allah membangunkan beliau pada waktu yang dikehendaki di malam hari, beliau bersiwak dan berwudlu lantas shalat sembilan raka’at tidak duduk (tasyahud) kecuali pada raka’at kedelapan. Beliau berdzikir, memuji Allah, dan berdoa, kemudian beliau bangkit dan tidak salam meneruskan raka’at kesembilan. Kemudian beliau duduk, berdzikir, memuji Allah, dan berdoa, kemudian salam dengan satu salam yang terdengar oleh kami. Setelah itu beliau shalat dua raka’at sambil duduk. Jadi jumlahnya sebelas raka’at wahai anakku. Ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah tua dan gemuk, beliau berwitir tujuh raka’at, kemudian dua raka’at setelahnya dilakukan seperti biasa, maka jumlahnya sembilan wahai anakku” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 746].
Dalam hadits ini Rasulullah mengerjakan sholat witir dengan delapan rakaat tidak duduk , melainkan pada rakaat kedelapan. dalam hadits lain disebutkan sebagai berikut

عن وتر رسول الله صلى الله عليه وسلم قالت كنا نعد له سواكه وطهوره فيبعثه الله لما شاء أن يبعثه من الليل فيتسوك ويتوضأ يصلي ثماني ركعات لا يجلس فيهن إلا عند الثامنة فيجلس فيذكر الله ويدعو ثم يسلم تسليما يسمعنا في السلام

beliau bersiwak dan berwudlu lantas shalat sembilan raka’at tidak duduk (tasyahud) kecuali pada raka’at kedelapan. Beliau berdzikir, memuji Allah, dan berdoa, kemudian beliau salam dengan salam yang kami dengar

Maksud penulis : Rasulullah sholat "delapan" dengan satu salam.........hal ini menunjukkan apalagi empat rakaat, tentu sangat sesuai dengan dhohir hadits Aisyah yang menyimpulkan bahwa 4-4-3 adalah sah , juga merupakan sunah yang utama sebagaimana sholat malam yang dilakukan 2 2 2 2 2 1.

[caption id="attachment_367070" align="aligncenter" width="500" caption="Muhammadiyah Melakukan Bid"][/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun