Mohon tunggu...
Zulkarnain El Madury
Zulkarnain El Madury Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Madura pada tahun 1963,
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang pemburu kebenaran yang tak pernah puas hanya dengan " katanya". Adalah Da'i Pimpinan Pusat Muhammadiyah peeriode 1990 sd 2007, selanjutnya sebagai sekjen koepas (Komite pembela ahlul bait dan sahabat) hingga 2018, sebagai Majelis Tabligh/Tarjih PC. Muhammadiyah Pondok Gede, Sebagai Bidang Dakwah KNAP 2016 -219 . Da'i Muhammadiyah di Seluruh Tanah air dan negeri Jiran ..pernah aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia), Tinggal dijakarta

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

"Istriku Tersayang"

6 Maret 2014   21:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:10 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kau tawarkan dirimu di meja meja tenaga kerja, hingga menjejakkan kaki, menapak tilas, menawarkan iklan iklan tanpa alas kaki, saat hidungku berdarah, karena infeksi. Aku iba, menangis dalam hati dengan menyebut " mana Tuhanku". Keluhlah lidah dengan untaian doa  nabi nabi Allah.

Akupun bertekad, menempuh lintas lintas jalan kehidupan, menawarkan bukti bukti pendidikanmu, sambil hati memelas pada Tuhan, Tuhan dimana Kau, aku mendambakan kasih sayangmu, sambil erat menempelkan kening ke bumi-Nya. Kau Istriku, banyak dongeng sedih hati ini yang tak bisa diungkapkan padamu, karena sulitnya alam yang kutempuh. Kau Ingat saat mengungsi ke Panti, karena bekal kita dan nasib yang terpaut pada sisa sisa kehidupan orang lain. Di depannya aku mengeluh dan tak sanggup menatap mukanya, dan kau tak tau itu. sedangkan kau Asyik dengan jiwamu semasa main petak umpet di kampungmu.

"Aku" dengan selaksa tanggung jawab, masih terus mendaur ulang dan mengasah  cita cita yang kandas, kendati hatiku terlalau perih dan sulit diungkap. Tapak tapak jalan kutempuh lunglai, sambil melepas rana di hati, dengan memaksa diri. sedangkan kau hanya bisa meratapi nasibmu, sibuk berlomba dan merebut  kasih sayangku, dan kau tak  perduli  aku berkelana dalam kesedihanku."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun