Di Jakarta ini, tutur Ujang, ia bingung mau minta kepada siapa. Lagian ia tidak termasuk dalam kategori miskin, fakir, yatim, piatu maupun yatim piatu.
Di kamar kost ku ini tersedia AC, kulkas kecil, komputer, meja belajar, kasur dan televisi.
"Masak aku datang ke mesjid ngaku orang miskin. Kasihan mereka yang membutuhkan. Aku memang saat ini sedang kosong, itu terjadi karena honor tulisanku di majalah belum dibayar," katanya membela diri.
Terus, sergah Muslim, kenapa kau tak mampir ke tempat Kak Rita.Â
"Apakah Kak Rita bukan saudara mu juga. Kasihan Kak Rita mikirin Ujang yang tak menganggap dirinya saudara. Jauh-jauh nelepon dari Jakarta hanya khawatir si Ujang," ucap Muslim lirih.
Mendengar perkataan Muslim, Ujang langsung bereaksi, enak saja.Â
"Bukan aku tak menganggap Kak Rita sebagai saudara, justru aku malu karena setiap ke rumah dia, pulang aku dibekali ongkos. Memang aku butuh, tapi gak enak juga," dalih Ujang.
Ujang berjanji selepas shalat Idul Adha, ia akan langsung bergegas menuju rumah Kak Rita.Â
"Lumayan. Ada lauk tambahan buat lusa. Dari pada hanya makan ikan cue. Tinggal sepotong lagi," katanya.Â
Muslim pun meminta Ujang menggantikan dirinya untuk sering-sering bersilaturahim ke kediaman Kak Rita.
"Kakakku ya kakakmu juga. Tolong di tengok ya," ucapnya seraya mengakhiri percakapan.Â
Baru saja Ujang meletakan hp di atas meja, hp tersebut kembali berbunyi. Kali ini telepon datang dari Kak Rita.Â