DANANG terkejut waktu mendengar kabar tsunami terjadi di Provinsi Lampung dan Provinsi Banten. Â Tangannya meraih telepon genggam yang tergeletak di meja. Â Ia mencari nomor telepon kakaknya, Amanda. Â
Kedua tangannya gemetar. Â Bibirnya tak berhenti bershalawat, mengagungkan kebesaran Nabi Muhammad. Â Namanya yang dicari dalam buku telepon tak kunjung terlihat. Â
"Ya Allah, Â ya Allah, Â ya Allah. Â Ini salahku, Â sudah pasti ini salahku, jangan ambil mereka, " katanya sambil terus mencari. Â
Dia mengulang urutan nama yang tersimpan di phonebook dari awal. Â Ini dia, Â ujar Danang. Â Ia menghubungi nomor Amanda dengan segudang harapan. Â Berulang kali nomor tersebut dihubungi, Â tapi tak sekalipun menjawab.
Danang mengirim pesan singkat lewat aplikasi whatsapp.
Mbak, Â posisi ada di mana
Kok telepon nggak diangkat
Habis sholat langsung jawab ya..
Bagaimana kondisi Wawan, Â Irma dan Ira. Â
Mahasiswa jurusan ilmu Kesejahteraan Sosial (Kesos) Â sebuah institut di Lenteng Agung itu berusaha menekan rasa khawatir dengan berwudhu dan menjalankan ibadah sholat Isya. Â Ia berdoa kakak dan ketiga keponakannya tidak menjadi korban keganasan air laut Selat Sunda. Â
Selesai shalat, Â ia kembali menghubungi Amanda. Tetap saja telepon yang dihubungi berada di luar jangkauan. Â
"Ya Allah, Â apa yang harus ku lakukan, " ucapnya berlinangan air mata. Â
Pikirannya menerawang jauh, Â mengingat kejadian dua hari lalu. Â Amanda memintanya tidak menginap di kosan.
"Nang, Â kamu tidur di rumah ini ya. Jangan di kosan. Â Kakak mau nginep di Pantai Anyer soalnya, " katanya.