MENCUATNYA nama Erwin Aksa sebagai kandidat calon Wakil Gubernur DKI Jakarta menggantikan posisi Sandiaga Salahuddin Uno membuat bulu kuduk merinding. Tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api.
Betapa mudahnya elit bangsa ini menggadaikan kekuasaan dengan materi.Sebodoh itukah warga Jakarta di mata elit Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Lantas narasi seperti apa yang akan di bangun Gerindra dan PKS jika pada akhirnya melakukan kompromi  politik untuk memilih Erwin Aksa mendampingi Anies Baswedan memimpin Jakarta.
Erwin Aksa memang memiliki kekayaan yang hampir sama dengan Sandiaga Salahuddin Uno.  Sebagai Komisaris Utama PT Bosowa, Erwin  pun  memiliki kedekatan secara emosional dengan Anies Baswedan,karena bos utama Bosowa Aksa Mahmud merupakan pendukung utama Anies di pilgub DKI Jakarta.Erwin jugalah yang berjasa meminjami Anies helikopter untuk menemui Ahok waktu itu.
Bicara soal kepemimpinan tak perlu diragukan, Erwin Aksa merupakan mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dua periode, dia juga pernah menjadi pengurus Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dan banyak lagi.
Wajar kalau kemudian masyarakat menduga ada sebuah transaksi besar dibalik munculnya nama Erwin Aksa dalam panggung kosong Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Pertama, kedua partai pengusung Anies-Sandi membutuhkan pundi-pundi keuangan yang banyak untuk memenangi pasangan Prabowo-Sandiaga di Pemilihan Presiden (Pilpres) . Faktanya dana kampanye pasangan nomor urut 02 itu sudah cekak alias kosong. Tidak heran kalau kemudian Sandiaga bolak-balik jual saham untuk menutupi dana kampanye.
Partai Gerindra dan PKS sebagai partai pengusung Anies-Sandiaga tentu berharap mendapatkan gelontoran dana besar jika memilih Erwin Aksa. Bukan tidak mungkin mereka malah akan mendapat dukungan Jusuf Kalla karena ibu dari Erwin Aksa adalah adik Jusuf Kalla.
Kedua, dana yang didapat dari Erwin Aksa dapat digunakan juga untuk kemenangan Gerindra, PKS dan Partai Amanat Nasional (PAN) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Perlu diingat dampak dari dukungan PKS dan PAN terhadap pasangan Prabowo-Sandiaga sangat kecil. Sedangkan elektabilitas mereka cenderung stagnan. Untuk itu dibutuhkan suntikan dana besar agar dapat bersaing dengan partai baru pemilik sumber dana besar seperti Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Perindo dan Partai Berkarya.
Ketiga, memilih Erwin Aksa berarti dapat memecah suara Partai Golkar di Sulawesi. Itu artinya peluang pasangan Prabowo-Sandiaga menang di Sulawesi terbuka lebar.
Empat, tim pemenangan Prabowo-Sandiaga dapat menggunakan jaringan pengusaha milik Aksa Mahmud ayah dari Erwin Aksa untuk mengisi dan menumpuk pundi-pundi  keuangan partai.
Selanjutnya, apakah transaksi politik yang dilakukan Gerindra dan PKS menodai kesucian demokratisasi yang tengah di bangun. Jawabannya sudah pasti relatif. Namun, penulis melihat politik hanyalah sebuah cara untuk mencapai tujuan, dan demokrasi hanya sebuah sistem. Jadi demokrasi politik adalah aturan main yang digunakan untuk mencapai tujuan.
Kalau kemudian elit Gerindra dan PKS menggunakan segala potensi untuk mencapai tujuan bukan berarti menodai politik. Mereka hanya melanggar etika moral yang tertuang dalam visi dan misi pendirian partai mereka sendiri. Serta merusak tatanan fatsoen politik secara umum.
Konsekuensi dari pelanggaran etika moral ya hukuman moral. Yakni tidak memilih kedua partai tersebut dalam Pemilu 2019. Itupun kalau memang transaksi politik terjadi. Artinya, Erwin Aksa benar-benar dipilih menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Kalau ada ketakutan Partai Gerindra dan PKS mengalami perpecahan lantaran yang mengisi posisi Wakil Gubernur DKI Jakarta justru kader Golkar bukanlah perkara besar. Toh, dalam politik dikenal istilah memberi jabatan kecil akan berdampak pada jabatan besar. Menyerahkan jabatan wakil gubernur untuk mendapatkan kursi yang banyak di DPR RI dan posisi presiden dan wakil presiden.
Soal Erwin Aksa seorang kader Golkar bukan satu hal menakutkan. Belajar dari kasus Sandiaga yang dengan mudah mengaku telah mundur dari Gerindra, Erwin pun bisa melakukan hal yang sama. Kuncinya cuma satu, selama Erwin mau menggelontorkan dana besar tentu setiap struktur pengurus partai yang mengusungnya akan merasionalkan kepada  seluruh kader tentang alasan kenapa memilih Erwin ketimbang Saihu di kubu PKS dan Muhammad Taufik di tubuh Gerindra.
Kesimpulannya adalah Semua hanya perlu mencari narasi yang tepat untuk dapat diterima kader dan pemilih. Karena Gerindra, PKS dan PAN sadar lawan politiknya di Pilpres merupakan incumbent yang telah membuktikan hasil kerjanya. Hasil kerja nyataJok, bukan sekadar retorika politik. Jokowi telah berhasil membuktikan pembangunan dari ujung timur Indonesia sampai ujung barat Indonesia.
Menanamkan pondasi ekonomi kerakyatan yang tidak rapuh, menyiapkan jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja dengan baik dan tidak kalah pentingnya adalah sistem pendidikan yang semakin kuat..Tabik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H