Aceh sebagai satu-satunya daerah dalam republik ini yang berbasiskan pada syariah Islam, dimana semua sektor dan kapabilitas para pemangku jabatannya diharapkan mengerti dan paham landasan-landasan syariah yang diimplementasikan dalam qanun-qanun yang diterbitkan oleh lembaga legislatif lokal, ternyata mendapat pengecualian khusus terhadap qanun Wali Nanggroe yang baru saja disahkan awal November lalu.
[caption id="attachment_216099" align="alignnone" width="454" caption="Menurut Abdullah Saleh, poin membaca Al quran hanya akan menurunkan derajad dan wibawa sang Wali Nanggroe. Bagaimana menurut anda? (Foto diambil dari Antara online)"][/caption]
Menurut Abdullah Saleh anggota DPRA dari Fraksi Partai Aceh, menyatakan bahwa poin syarat bisa baca Alquran bisa merendahkan wibawa, kharisma dan gezah sang Wali Nanggroe, sehingga tidak elok bagi Wali Nanggroe untuk dites baca Alquran di depan khalayak ramai. Tes baca Alquran cukup tersebut secara implisit saja. Sungguh ironis. pernyataan ini keluar dari mulut seorang wakil rakyat Aceh yang mayoritas anggotanya merupakan Fraksi terbesar di legislatif lokal. Ketika semua rakyat Aceh berkomitmen bersama untuk membumikan Al quran di Tanah Rencong, justru seseorang dari Partai Lokal terbesar di Aceh menafikannya dengan alasan membaca alquran akan merendahkan wibawa seorang Wali Nanggroe. Bahkan Rasulullah SAW pun membaca Al quran. Jangan-jangan Fraksi Partai Aceh menganggap bahwa Wali Nanggroe berkedudukan lebih tinggi daripada Rasulullah. Naudzuubillah Min dzaliik.
Sejatinya, membaca dan memahami Al quran adalah kewajiban bagi semua umat muslim di dunia. Al quran adalah warisan terbesar Rasulullah yang tak lekang oleh jaman dan merupakan pedoman paling logis dari semua ilmu yang ada di dunia. Oleh karenanya, menjadi konsekuensi logis bagi setiap pemimpin muslim untuk mengerti dan memahaminya. Bukankah akan tampak luar biasa jika Al quran menjadi satu-satunya sumber ilmu pengetahuan Sang Wali? dan bukankah justru akan meningkatkan wibawa Sang Wali jika beliau dapat membacanya dengan baik dan benar? kecuali apabila memang Sang Wali pilihan eks kombatan GAm ini memiliki kekawatiran bahwa dirinya tidak fasih membaca Al quran.
Setiap jabatan yang diemban oleh pemimpin selalu membawa konsekuensi logis yang menuntut integritas, kapabilitas dan moral yang tinggi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Al quran merupakan pedoman yang paling baik bagi setiap pemimpin muslim dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Oleh sebab itu, bagaimana mungkin negeri yang berjuluk Serambi Mekah dengan syariah Islam sebagai landasan adat dan budayanya tidak menjadikan Al quran sebagai syarat utama untuk dipahami oleh pemimpinnya? Penyesatan ini hanya terjadi di Aceh
ironis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H