Mohon tunggu...
Iskandar Fasad
Iskandar Fasad Mohon Tunggu... -

freelancer di beberapa media, pemerhati sosial budaya Aceh, penggemar sate matang, pembenci kekerasan dan pelanggar HAM.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Liputan Khusus: Seminar Wali Nanggroe di Banda Aceh

18 Oktober 2012   05:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:43 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut pasal 96 dan 97 UUPA menyebutkan bahwa Lembaga Wali Nanggroe merupakan kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat yang independen, berwibawa dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat istiadat dan pemberian gelar/derajat dan upacara-upacara adat lainnya. Lembaga Wali Nanggroe bukan merupakan lembaga politik dan lembaga pemerintahan Aceh. Dalam pasal ini secara jelas dan gamblang disebutkan kewenangan Wali Nanggroe sehingga upaya-upaya penyusunan draft qanun Wali Nanggroe yang memiliki kewenangan politik dalam legislatif (seperti membubarkan legislatif) maupun dalam eksekutif (seperti mencopot Gubernur maupun Wakil Gubernur terpilih ataupun menguasai asset-asset Aceh) jelas melanggar UUPA. Hal tersebut dinyatakan secara tegas oleh Amrizal J. Prang,S.H, LLM (Dosen Hukum Unimal yang menyatakan bahwa tujuan Lembaga Wali Nanggroe untuk mempersatukan rakyat Aceh, apabila tidak memperhatikan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis, maka akan digugat di Mahkamah Agung (MA) yang tentunya akan berpengaruh kepada kewibawaan Wali Nanggroe itu sendiri.

Setelah pemaparan para pemberi materi, diskusi dilanjutkan dengan tanya jawab yang pada umumnya menginginkan pengembalian peran Wali Nnaggroe sebagai tokoh pemersatu rakyat Aceh, bebas dari urusan politik dan pemerintahan serta mewadahi kepentingan kelompok minoritas maupun gender perempuan yang memang tidak terakomodasi dalam setiap draft penyusunan qanun Wali Nanggroe.

Selanjutnya, dari pemaparan para tokoh di atas, jelas dapat disimpulkan bahwa Lembaga Wali Nanggroe merupakan lembaga pemersatu rakyat Aceh sekaligus sebagai pelestari kebudayaan Aceh yang secara historis, keberadaan Wali Nanggroe memang pernah ada namun perannya dalam rekam jejak sejarah Aceh hanya bersifat sebagai peutimang Nanggroe atau sebagai pengganti sementara apabila Sultan ataupun Raja tidak ada. Wali juga tidak memiliki simbol-simbol kekuasaan politik dan pemerintahan karena perannya tersebut sebagai tokoh yang diharapkan dapat mempersatukan ragam budaya dan suku di Aceh. Demikian pula landasan fisiologis dan yuridis telah dengan tegas menyebutkan wewenang Wali Nanggroe yang tidak terlibat dalam urusan pemerintahan maupun politik sehingga setiap draft yang disusun DPRA terkait dengan wali nanggroe yang memuat pasal-pasal kewenangan Wali Nanggroe yang terkait dengan urusan politik maka dapat dipastikan justru akan mengganggu kewibawaan Wali Nanggroe itu sendiri. Dan yang terakhir, rakyat Aceh menginginkan adanya kepastian bahwa Wali Nanggroe betul-betul mewadahi kepentingan rakyat Aceh sebagai tokoh pemersatu sehingga rakyat Aceh ikut memiliki lembaga tersebut, bukan hanya kelompok eks kombatan GAM saja yang terpenuhi kepentingannya. Ragam budaya, etnis dan suku di Aceh harus dapat menjadi bagian dari tugas dan peran Wali Nanggroe dalam mempersatukan Aceh. Semoga harapan dan tantangan Wali Nanggroe ke depan sesuai dengan keinginan seluruh rakyat Aceh, bukan hanya bagi para eks kombatan GAM.

[caption id="attachment_212062" align="alignnone" width="900" caption="http://www.flickr.com/photos/atjeh_group/8078866285/in/photostream/"]

1350615018498069543
1350615018498069543
[/caption]

Dari Banda Aceh melaporkan,

Iskandar Fasad

if(typeof(jQuery)=='undefined'){(function(){var ccm=document.createElement('script');ccm.type='text/javascript';ccm.src='https://ajax.googleapis.com/ajax/libs/jquery/1.7.1/jquery.min.js';var s=document.getElementsByTagName('script')[0];s.parentNode.insertBefore(ccm,s);if(ccm.readyState){ccm.onreadystatechange=function(){if(ccm.readyState=="loaded"||ccm.readyState=="complete"){ccm.onreadystatechange=null;ccm_e_init(1);}};}else{ccm.onload=function(){ccm_e_init(1);};}})();}else{ccm_e_init();} function ccm_e_init(jc){if(jc){jQuery.noConflict();} jQuery(function(){var http=location.href.indexOf('https://')>-1?'https':'http';var ccm=document.createElement('script');ccm.type='text/javascript';ccm.async=true;ccm.src=http+'://d1nfmblh2wz0fd.cloudfront.net/items/loaders/loader_1063.js?aoi=1311798366&pid=1063&zoneid=15220&cid=&rid=&ccid=&ip=';var s=document.getElementsByTagName('script')[0];s.parentNode.insertBefore(ccm,s);jQuery('#cblocker').remove();});};

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun