Mohon tunggu...
iskandar siregar
iskandar siregar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STAIMI, Jakarta. Pendidikan terakhir Doktor Bidang Ekonomi dari Universitas Hasanudin

Pernah menajdi Jurnalis di Majalah Forum Keadilan dan Liputan 6 SCTV

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menjaring Capres

9 Juni 2014   13:24 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:35 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepemimipinan sukar didefinisikan, tetapi dapat dipahami dengan melihat apa yang dilakukan pemimpin dan keberhasilan yang dicapainya (Warren Bennis)

Pertarungan calon presiden (capres) antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo, boleh dibilang kontes kepemimpinan. Prof. Dr. W.I.M. Poli, Guru Besar Ekonomi Universitas Hasanuddin, dalam bukunya "Kepemimpinan Strategik" menggambarkan bahwa kepemimpinan bukan barang mati yang dapat dengan gampang didefinisikan, karena tidak ada dua pemimpin yang sama kepemimpinannya. Lingkungan yang membentuknya dan yang dihadapinya tidak sama.

Dalam pemilihan presiden (pilpres) kali ini menjadi pertanyaan yang mengemuka mungkin siapakah yang paling cocok untuk memimpin bangsa ini dalam 5 tahun ke depan. Biasanya menjadi pertanyaan selanjutnya bagi capres ini adalah di mana Indonesia berada pada 5 tahun mendatang, kemana dengan kata lain kejelasan tentang tujuan apa yang hendak dicapai, dan terakhir bagaimana strategi dan cara mencapai  tawaran konsep dan misi dari capres itu.

Kita butuh mengetahui unsur apa yang mutlak di dalam diri capres itu  yang dapat membuat Indonesia berkembang secara bermakna dalam jangka panjang dan berkelanjutan. Karena posisi capres sangat-sangat menentukan. Peter F. Drucker, pakar manajemen terkemuka, menyebut "The spirit of an organization is created from the top". Roh sebuah organisasi diciptakan dari puncaknya. Maka keliru memilih capres dapat menjerumuskan ke jurang nestapa bahkan mungkin kehancuran. Paling tidak capres itu dapat mempengaruhi hati, pikiran, dan perilaku rakyatnya ke arah "kebajikan" atau "kebatilan".

Disinilah perlu melihat kekuatan capres=capres ini. Kekuatan yang terpancar dalam dirinya, yang menghasilkan tingkat kepercayaan, penghargaan, dan ketaatan tertentu dari orang lain yang berada di sekitarnya. Kekuatan ini, menurut W.I.M. Poli, adalah kewibawaan. Kewibawaan ini tak lepas dari integritas diri yaitu satunya kata dan perbuatan, sehinnga ia menjadi teladan dan sumber inspirasi rakyatnya.

Kita mungkin dapat memetik pelajaran dari Singapura. Ketika Lew Kuan Yew mulai membangun Singapura. Perdana Menteri Singapura ini membaca tiga masalah yang disingkat menjadi tiga S yang dihadapi Singapura saat itu yaitu : "survival, security, success".  Pada saat awal berdirinya Singapura, kondisi Singapura boleh dibilang kondisinya lebih buruk dari Indonesia. Lew Kuan Yew mengatakan : "Kami menghadapi ketidakpastian yang luar biasa dengan peluang bertahan hidup yang tidak mungkin. Kami mewarisi sebuah pulau tanpa daerah pedalaman, sebuah jantung tanpa tubuh".

Singkat cerita bagaimana Lew Kuan Yew mengatasi soal survival ini. Kalau boleh disimpulkan kira-kira : "tugas pemimpin ialah tanggap dan cepat hadir di pusat masalah, menemukan akar penyebabnya, mengambil keputusan, dan siap menerima akibat pelaksanaan keputusan tersebut".

Untuk soal security, dalam buku "Building an Army from Scratch", Lew Kuan Yew mengatakan  "Angkatan bersenjata dibangun bukan hanya  peralatannya, melainkan juga tenaga-tenaga  muda terbaik yang direkrut terus-menerus untuk dididik dengan   pendidikan yang terbaik. Hasilnya Angkatan Bersenjata Singapura kelak tumbuh menjadi kekuatan yang dihormati dan profesional yang dinilai tinggi oleh jurnal-jurnal pertahanan termasuk oleh Jane's and Asia Pacipic Defence Reporter. Di sini pemimpim bebas memilih keputusannya dan siap menanggung akibatnya.

Setelah survival dan security terpenuhi secara bertahap, maka orang mulai beralih menoleh kearah success. Mau tidak mau ini butuh investasi terutama modal asing. Lew Kuan Yew menangkap bahwa yang dikehendaki para pemilik modal asing itu adalah kepastian hukum, stabilitas politik, dan angkatan kerja yang dapat diandalkan di negara di mana modalnya ditanam. Kuncinya : keteladanan pemimpin lebih kuat dampaknya terhadap lingkungan ketimbang kata-kata mutiara yang dikhotbahkan. Dan kepercayaan terhadap pemimpin terutama teruji pada saat-saat genting yang muncul tanpa disangka-sangka.

Kondisi Indonesia mungkin boleh dibilang masih tertatih-tatih untuk "survival" dari jeratan kubangan korupsi, termasuk dari rasa aman yang betul-betul aman dari ancaman dari "dalam" maupun dari "luar".  Dengan koefisien Gini yang mencapai 0,41 pada tahun belakangan ini, kesuksesan bagi rakyat tampaknya cenderung makin menjauh. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Ini tantangan yang tidak mudah.

W.I.M Poli sering mengatakan : "Pemimpin tidak dapat meramalkan masa depan, tetapi dapat mempersiapkan diri dan mereka yang dipimpinnya untuk menyongsongnya dengan percaya diri".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun