Mohon tunggu...
Iskandar Harun
Iskandar Harun Mohon Tunggu... Pensiunan -

Lahir 1935 .TKI dinegara jiran dari 1971-1998, berkesempatan tugas dimanca negara. Menulis diblog ini sebagai pengganti bercerita dengan anak cucu yang mungkin membosankan mereka. Email; isk_harun@hotmail.co.id , isk_harun@icloud.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Minang Senior Citizen Club, Sydney

22 Desember 2015   09:29 Diperbarui: 22 Desember 2015   12:30 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Minggu kemaren tanggal 20 Desember 2015, kira-kira seratus lima puluh urang gaek-gaek Minang dan sempatisan berkumpul di Punchbowl Community center, Sydney untuk meresmian persatuan mereka dengan nama Minang Senior Citizen Club.

Organisasi ini sebenarnya bukan hanya khusus untuk masyarakat Minang dan Urang Sumando, tetapi juga untuk para sempatisan terutama masyarakat Indonesia. Namun kata Minang sendiri lebih pada persoalan teknis.

Minang Saiyo sendiri sudah berdiri sejak tahun 1988 dan diakui sebagai salah satu ethnic group oleh pemerintah Australia. Untuk itu MS diberi kebebasan memakai gedung Community Center gratis.

Karena persatuan ini masih baru, dan untuk menghindari segala formalitas yang harus ditempuh, maka sementara bernaung dibawah MS.

Penulis sendiri dan beberapa teman yang memang sudah puluhan tahun disini, yaitu Bapak Syaifuddin Djanaib, Wan Nursyirwan, Eddy Latief melihat perlunya dibentuk suatu wadah yang mengumpulkan orang tua-tua kita.

Rata-2 mereka berumur diatas 60 tahun, bahkan para penggagas sudah diatas 70 tahun. Mungkin yang tertua 80 tahun, yaitu saya dan Bapak Syaifuddin Djanaib.

Kami teliti, banyak dari orang tua ini tinggal sendirian di rumah, seharian. Anak dan menantu mungkin kerja, cucu-cucu sekolah.. Mereka tinggal kesepian.

Mereka perlu teman untuk berinteraksi, untuk ngobrol, mungkin juga curhat. Untuk itu kami coba menghidup sausana warung kopi, lapau, di mana mereka bebas berbicara, tanpa ada sekat-sekat psikologis.

Saya ingat seorang teman pernah mengeluh (di Jakarta) , dia harus membayar seorang psikolog hanya untuk curhat.

Bermula kami mulai dengan membuka group WA untuk ortu-ortu, sambutan cukup banyak,  namun kami juga sadar mungkin lebih banyak yang tidak terjangkau oleh WA, karena banyak pula yang gaptek. Jangankan WA atau sejenisnya, SMS pun tidak bisa.

Alhamdulillah, sosialisasi melalui mulut ke mulut lebih ampuh, anak-anak mendaftarkan bapak/ibu mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun