Mohon tunggu...
Ilham Hanifil Ishom
Ilham Hanifil Ishom Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memelihara Pluralitas Beragama dan Berkeyakinan sebagai Pondasi Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Indonesia

14 Juli 2014   04:10 Diperbarui: 4 April 2017   16:29 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam bukunya yang berjudul Membaca (2011; 199), Budhy Munawar Rachman mengutip penjelasan Nurcholis Madjid (Cak Nur) jika terjadi percekcokan dalam masyarakat itu adalah hal yang wajar. Tidak ada masyarakat yang bebas sama sekali dari perselisishan. Dari pernyataan tersebut sebetulnya untuk menekaj percekcokan dan perselisihan diperlukan adanya suatu media yang menjembatani pemahaman – pemahaman masyarakat yang berbeda – beda tersebut adalah adanya dialog lintas masyarakat. Pemikiran yang open minded (terbuka) merupakan syarat wajib yang harus dimiliki masyarakat Indonesia untuk meminimalisir perselisihan. Pengakomodiran dialog dengan pemikiran yang terbuka dari masyarakat tentunya akan mempermudah agar masyarakat bisa saling memahami dan bertoleransi.

Pemerintah Indonesia sempat membuat kebijakan “Trilogi Kerukunan Agama” yang memuat hubungan toleransi antar penganut suatu agama tertentu, toleransi antar penganut agama yang berbeda, dan toleransi antara penganut agama dengan pemerintah. Program ini tak lain bertujuan untuk membangun rasa kerukunan antar umat beragama dan kesadaran akan adanya pluralitas agama di Indonesia, dan sebagai bentuk pengamalan sila pertama dari pancasila.

Tentunya dialog serta kerjasama antar-agama menjadi jalan tengah dalam meminimalisasi ketegangan antar-etnis, suku, budaya, dan persoalan lainnya. Sekalipun pemahaman teologi berbeda, tidak ada jalan buntu untuk mencoba mengerti perbedaan itu, dan dialog antar-agama menjadi hal yang sangat penting dilakukan. Dialog selalu diidentikkan dengan proses untuk menemukan bahasa dan jalan yang sama, tetapi kita tidak boleh terkejut bila nantinya bahasa dan jalan yang sama ini diekspresikan dengan bentuk yang berbeda sesuai dengan pemahaman masing – masing. Upaya dialog ini menjadi sangat strategis, mengingat bangsa Indonesia sangat heterogen dan pluralis seperti sifat pancasila itu sendiri.

Menerapkan Pluralisme di Indonesia

Pengaplikasian pluralisme di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk tentunya tidak akan semudah membalikkan tangan bayi, perlu proses – proses agar seluruh masyarakat Indonesia mengerti akan kebaikan dari paham pluralisme tersebut. Penerapan tersebut mungkin akan menghadapi tantangan yang paling sulit jika dihadapkan pada orang – orang yang ekstrimis, fundamentalis dan tradisionalis. Namun jika mereka diajarkan paham agama merekaa yang sesungguhnya bahwa setiap agama membawa pesan damai bagi pemeluknya maka pluralisme di Indonesia mudah diterima di setiap kalangan.

Seharusnya negara dengan mayoritas berpenduduk muslim ini bisa menerapkan pluralisme dengan mudah. Faktanya dalam sejarah, umat Muslim pernah sering menjalankan tradisi pluralisme dalam tatanan masyarakat yang dipimpinnya. Seperti dalam kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di Madinah dengan Piagam Madinah-nya, Umar bin Khattab dengan Piagam Aelia-nya saat menguasai Jerussalem yang kesemuanya menjamin masyarakatnya untuk beribadah dan berkeyakinan sesuai dengan keyakinannya.

Jadi berhasil tidaknya pemahaman penerimaan kemajemukan di Indonesia bergantung pada kita sendiri sebagai rakyat Indonesia. Dasar negara dan esensi beragama yang kita anut semestinya mampu menerapkan pluralisme dengan sangat baik dalam komposisi masyarakat yang majemuk ini. Jika menilik pada pernyataan Gus Dur memang ada benarnya “agama mengajarkan pesan – pesan damai dan ekstrimis memutarbalikkannya”.

Sumber Rujukan

Helmanita, Karlina. 2003. Pluralisme dan Inklusivisme Islam di Indonesia. Jakarta: PBB UIN

Bottenberg, Roy William. 2010. Master Thesis Archeology: Sriwijaya Myth or Reality?. Leiden: Leiden University

Rachman, Budhy Munawar. 2011. Membaca Nurcholis Madjid: Islam dan Pluralisme. Jakarta: Divisi Muslim Demokratis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun