Melestarikan Esensi Upacara Kirab Pusoko

Pacitan merupakan salah satu kota yang dikenal luas dengan aneka ragam keindahan alamnya. Kota di Provinsi Jawa timur ini selain keindahan alam yang terjaga, juga memiliki keberagaman kearifan lokal yang masih dilestarikan sampai sekarang. 

Kearifan lokal dapat dilestarikan dengan berbagai cara salah satunya adalah mengubah kearifan lokal tersebut menjadi pertunjukkan budaya. 

Oleh karena itu, budaya tersebut akan selalu dikenang penonton untuk mengingat pentingnya melestarikan budaya. Salah satu budaya kearifan lokal yang dilestarikan sampat saat ini adalah tradisi upacara kirab pusoko Sampuring Selo Roco.

Upacara kirab pusoko Sampuring Selo Roco merupakan tradisi yang berasal dari Desa Ngreco, Tegalombo, Kabupaten Pacitan. Tradisi ini didasari oleh asal usul terbentuknya Desa Ngreco yang merupakan bentuk besih desa dari berbagai kolo yang mengancam. 

Tradisi ini bertujuan menyatukan keharmonisan dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam, dirangkaian upacara adat Kirab Pusoko Sampuring Watu Reco selain Kirab selendang ada ritual khusus yaitu kauman (Gendurenan) dan tayub. Kearifan lokal tersebut yang perlu dijaga agar tidak luntur terhadap perkembangan zaman.

Terdapat tiga unsur kegiatan pelaksanaan upacara kirab pusoko Sampuring Selo Reco yaitu kenduren atau selametan, kirab sampur (selendang) dan ritual tari tayub. 

Kenduren atau selamatan yang disebut kauman oleh warga Desa Ngreco merupakan sedekah bumi sebagai wujud kesukuran atas limpahan tanah yang subur dari Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga para penduduk tidak kekurangan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, bentuk selamatan untuk menghindari kolo atau bahaya yang mengancam seperti paceklik, bencana alam, dan wabah penyakit.

Dilanjutkan dengan kirab sampur yaitu pemindahan selendang dari sang juru kunci ketempat lokasi upacara adat yang dilakukan oleh seseorang sesepuh yang sudah dipercayai, selendang yang disebut Pusoko Sampuring Selo Reco merupakan lambang penghormatan kepada leluhur yang sudah mewariskan sejarah cikal bakal Desa Ngreco. 

Setelah sampur diserahkan ke Pengibing pertanda Ritual tari tayub sudah mulai, sebuah tari yang peragakan antara pria dan wanita dengan aturan sesuai norma setempat, ritual ini sebagai wujud hubungan antara pria dan wanita harus harmonis menjalankan peran pria dan wanita sesuai dengan kodratnya.

Upaya dalam rangka melestarikan kearifan lokal ini warga Desa Ngreco mengubahnya menjadi penampilan yang diadakan setahun sekali. Seperti pada unggahan di youtube dari saluran Cikal Alit, pada video unggahan tersebut menampilkan proses bagaimana upacara adat kirab pusaka dari awal sampai akhir. Dibuka dengan penampilan sesepuh yang melaksanakan kirab sampur lalu pergi ke ujung desa lalu menampilkan pementasan akhir yaitu sang pangeran haryono dan dawir rupini yang sedang masa kasmaran melalui dengan tarian tayub. Acara lalu ditutup dengan kauman mengucapkan rasa puji syukur kepada Tuhan YME.

Upacara tersebut sangatlah meriah, penampilan dari sang sesepuh elegan menari dengan selendang yang berada dipundaknya diikuti dengan pemindahaan selendang tersebut ke tempat lokasi upacara adat. Sungguh hikmat nya mereka kepada Tuhan YME dalam mengucapkan puji syukur karena sudah diberi kemudahan dan kelimpahaan yang telah diberikan kepada mereka. 

Tarian tayub yang dilakukan oleh penari pria dan wanita juga tak kalah menawannya dari sang sesepuh. Tarian yang ayu dari sang wanita dan kesan gagah pada penari pria menambahkan kesan asmara yang sedang dialami oleh dua penari. Pada saat kaumam pun di isi oleh banyak makanan tradisional dari Pacitan seperti Soto Pacitan, nasi tiwul, kupat tahu dan masih banyak lagi. Selain makanan berat terdapat juga makanan ringan yang banyak macamnya dari yang gurih hingga manis

Pelaksanaan upacara ini selain diikuti oleh kalangan orang dewasa, para remaja pun ikut serta dalam meriahkan upacara tersebut. Hal ini yang menjadikan tradisi ini masih tetap berjalan hingga sekarang. 

Namun sangat disayangkan bahwa tradisi ini hanya dikenal di sekitar wilayah Desa Ngreco. Saya berharap bahwa penampilan upacara tradisi adat ini bisa lebih dikenal banyak masyarakat dengan menyelenggarakan pertunjukkan budaya yang dapat mengundang masyarakat banyak, sehingga tradisi dapat terus berlanjut.

Dengan demikian upacara kirab pusoko ini mengajarkan kita bahwasannya kita sebagai manusia selalu bersyukur atas kelimpahan yang telah di berikan oleh Tuhan YME. 

Selain itu menghormati dan menghargai atas peninggalan nenek moyang kepada kita untuk menjadi motivasi bagi generasi penerus dalam berkarya bahwa nenek moyang terdahulu hebat mempertahankan nilai-nilai kebudayaan dan terus melestarikannya. 

Pada upacara ini juga mengingat kan kita bahwa kita hidup saling bergantungan satu sama lain sehingga diperlukan keharmonisan sesama manusia maupun antara wanita dan pria agar tidak ada diskriminasi satu sama lainnya.

Upacara adat ini merupakan salah satu kearifan lokal yang masih dilestarikan hingga saat ini. Bukan hanya untuk mempertahankan kebudayaan adat istiadatnya melainkan juga untuk memperkenalkan kepada khalayak luas tentang keberadaan kearifan lokal. 

Hal tersebut dilakukan untuk berharap agar generasi muda mengenali kearifan lokal lalu meningkatkan kesadarannya dan mempertahankannya di tengah gempuran era modernisasi. 

Mengingat saat ini terjadi banyak penurunan bahwa generasi muda tidak tahu menahu tentang kearifan lokal di daerahnya. Sehingga penting untuk melestarikan kebudayaan atau kearifan lokal sekitar agar tidak punah dan hilang digantikan oleh budaya baru yang berasal dari modernisasi.