Mohon tunggu...
Ishikaanggun Novitapurwany
Ishikaanggun Novitapurwany Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

HUKUM EKONOMI SYARIAH

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemikiran dari Tokoh Marx Weber dan Herbert Lionel Adolphus Hart

30 Oktober 2024   22:08 Diperbarui: 30 Oktober 2024   22:17 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Max Weber menekankan pentingnya otoritas rasional-legal yang berbasis pada aturan hukum yang rasional dan birokratis. Sistem hukum Indonesia, yang merupakan sistem hukum sipil, sangat dipengaruhi oleh prinsip ini. Sebagian besar regulasi di Indonesia dibentuk melalui prosedur legislatif yang birokratis dan mengikuti prinsip hukum tertulis. Struktur birokrasi Weberian tercermin dalam pembagian kewenangan antara lembaga-lembaga hukum di Indonesia seperti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan lembaga penegak hukum lainnya.

Namun, Weber juga mengingatkan tentang potensi "sangkar besi" birokrasi, di mana aturan dan prosedur yang terlalu kaku dapat menghambat inovasi dan adaptasi terhadap perubahan sosial. Tantangan ini terlihat di Indonesia dalam bentuk birokrasi yang kerap kali lamban, dan adanya praktik korupsi yang membuat hukum tidak berjalan secara efektif. Sehingga, penerapan prinsip rasional-legal Weber perlu diimbangi dengan reformasi birokrasi yang berfokus pada transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas pelayanan publik.

2. Pemikiran H.L.A. Hart dan Hukum Indonesia

H.L.A. Hart menawarkan pemikiran bahwa sistem hukum terdiri dari aturan primer (yang mengatur perilaku individu) dan aturan sekunder (yang mengatur cara hukum dibuat, diubah, dan ditegakkan). Dalam konteks Indonesia, aturan primer mencakup undang-undang substantif seperti KUHP dan KUHPerdata, yang mengatur perilaku masyarakat secara langsung. Sementara itu, aturan sekunder di Indonesia terlihat dalam struktur konstitusional dan undang-undang yang mengatur pembuatan dan pengesahan peraturan hukum.

Konsep rule of recognition dari Hart juga relevan untuk memahami legitimasi hukum di Indonesia, terutama dalam konteks pluralisme hukum. Di Indonesia, terdapat hukum nasional, hukum adat, dan hukum agama yang hidup berdampingan. Dengan adanya rule of recognition, Indonesia memerlukan sebuah aturan yang jelas untuk mengenali mana hukum yang memiliki otoritas lebih tinggi ketika ada konflik antar sistem hukum.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, pemikiran Weber dan Hart memberikan dasar teori yang kuat untuk membangun sistem hukum yang rasional, responsif, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern. Pendekatan mereka membantu menciptakan struktur hukum yang jelas dan bisa diadaptasi, yang sangat penting untuk menghadapi tantangan masa kini di Indonesia dan di negara-negara lain. Pemikiran Weber dan Hart membantu kita memahami bahwa agar hukum di Indonesia berkembang dan diterima masyarakat, hukum harus rasional, konsisten, dan dapat beradaptasi dengan perubahan sosial. Dengan memperkuat reformasi birokrasi dan meningkatkan integrasi antara hukum nasional, adat, dan agama, sistem hukum di Indonesia bisa menjadi lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang beragam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun