Hingga abad ke-15, sejumlah kerajaan masih eksis di Eropa, dan diantaranya adalah Spanyol (hingga tahun 1492). Raja Carlos I merupakan raja pertama dari dinasti Austria dan raja terakhir adalah Raja Carlos II. Ketika Carlos II meninggal dunia tanpa meninggalkan ahli waris tahta, pecah perang memperebutkan kerajaan (1700-174) antara dinasti Austria dan Borbon, dengan kemenangan dinasti Borbon. Oleh sebab itu, cucu Raja Louis XIV dari Prancis, diangkat menjadi penerus tahta dengan gelar Raja Felipe V.
Sesudah invasi Napoleon (1808-1814), ketika keluarga kerajaan ditawan ke Prancis dan Napoleon menempatkan saudaranya, Joseph, sebagai penguasa Spanyol, pecah perang kemerderkaan. Dinasti Borbon kembali merebut kerajaan dan melantik Raja Fernando VII. Ini terjadi saat diberlakukannya Konstitusi 1812 (disusun oleh kalangan liberal penentang Prancis). Sesudah kematian Fernando VII, putrinya, Isabela, ditunjuk menjadi penguasa dengan gelar Ratu Isabel II, dan kemudian memicu pergolakan akibat pembangkangan Carlos, saudara Fernando VII.
Satu demi satu konstitusi ditetapkan silih berganti. Konstitusi Kerajaan 1834 (yang memberikan konsesi kepada monarki) dan Konstitusi 1837 dan 1845, yang secara bergantian memberikan porsi kekuasaan lebih besar atau lebih lemah terhadap kalangan liberal.
Oada 1868, Ratu Isabel II diasingkan, karena dianggap tak becus menangani kekacauan sosial dan politik, dan lagipula seluruh kekuatan liberal berpadu menentang kerajaan. Pada 1870, tanpa menghiraukan dinasti, Parlemen menunjuk Amadeo de Saboya sebagai Raja. Sesudah pengunduran diri pada Februari 1873, untuk pertama kali bentuk negara republic ditetapkan dan bertahan hanya setahun, 1874 karena kekacauan politik yang terus bermunculan menyusul perdebatan tak berkesudahan kalangan yang menginginkan federasi dan negara kesatuan, dan ketimpangan dukungan politik. Dalam masa singkat itu, sempat diangkat 4 orang Presiden. Akhirnya, bentuk republic berakhir pada 3 Januari 1874, sesudah kudeta dan sekalipun tak pernah menentukan bentuk negara—monarki atau republic—namun putra Isabel II, Alfonso XII, ditetapkan sebagai Raja.
Konstitusi 1876 memantapkan posisi kerajaan. Raja tak hanya sebagai kepala negara akan tetapi juga sebagai kepala pemerintahan, dan cabinet memerlukan persetujuan Parlemen dan Raja. Demokrasi melemah dan pemilu dilakukan secara curang, dan perdana menteri dipilih oleh Raja.
Semasa pemerintahan Alfonso XIII, kediktatoran eksis pada 1923-1930 di bawah komando Jenderal Primo de Rivera. Posisi kerajaan lemah karena dukungan terhadap kediktatoran itu dan bentuk negara Republik lalu dideklarisikan pada 14 April 1931. Pemilu kemudian dilaksanakan dan kalangan pendukung republik memenangkannya. Bentuk republik ini berakhir karena Perang Sipil dan kemenangan Franco pada tahun 1939.
Franco kemudian menjalankan pemerintahan kediktatoran sejak saat itu hingga kematiannya pada November 1975. Namun, Franco sempat menunjuk Don Juan Carlos, putra Don Juan, yang berarti cucu Alfonso XIII, sebagai penggantinya (1969), dengan merujuk kepada UU Suksesi (1946).
Sekalipun Don Juan adalah ahli waris yang sah, akan tetapi Franco memilih anaknya. Juan Carlos kemudian meninggalkan kediaman orang tuanya di pengasingan (1948), di Estoril, dan kemudian bermukim di Madrid untuk memperoleh gemblengan dari Franco. Saat Franco meninggal dunia, Juan Carlos ditetapkan menjadi Raja dan masih bertahta hingga sekarang. Di kemudian waktu, raja ini berperan besar dalam memulihkan demokrasi di Spanyol.
Organisasi Monarki
Raja, menurut Konstitusi Spanyol, merupakan hasil dari upaya pencarian kesimbangan selama transisi demokrasi, yang tidak hanya rasional, akan tetapi dipengaruhi oleh faktor personal.
Konstitusi mengatakan bahwa “Raja Spanyol merupakan penerus Raja Carlos I, dinasti Borbon, sebagai ahli waris sah. Penggantinya harus ditetapkan diantara keturunan garis pertama, yang mana keturunan yang lahir lebih dahulu akan memiliki preferensi dibandingkan yang lain, baik laki-laki maupun perempuan, dan jika seluruhnya berjenis kelamin sama, maka yang lahir terlebih dahulu memperoleh prioritas dibandingkan dengan saudara mudanya” (Pasal 57 ayat [1] Konstitusi Spanyol).
Putra mahkota yang sekarang, Pangeran Felipe, merupakan satu-satunya anak laki-laki Raja Juan Carlos, dan bahkan merupakan anak yang termuda. Ini adalah persoalan konstitusional di mana laki-laki dan perempuan tidak memperoleh kesempatan yang setara. Preferensi laki-laki ini telah berlangsung sejak masa pemerintahan Alfonso X, pada tahun 1265. Walaupun penyusun Konstitusi 1978 tersebut hendak mengadopsi demokrasi parlementer modern, tetap saja ada bagian dari tradisi yang sulit dihilangkan. Namun dalam beberapa tahun kemudian, Konstitusi itu diubah dan pengganti raja adalah menurut urutan kelahiran tanpa memperhatikan jenis kelamin.
Mahkamah Konstitusi (1999) pernah menolak untuk membatalkan ketentuan Pasal 57 ayat [1] tersebut, yang bersama-sama dengan ketentuan Pasal 14, dianggap tidak mengormati antidiskriminasi menurut jenis kelamin.
Pada periode pertama pemerintahan Perdana Menteri Zapatero (2004-2008), Dewan Negara pernah merekomendasikan pemerintah untuk meninjau ketentuan konstitusi, diantaranya adalah persoalan prioritas pengganti raja menurut jenis kelamin. Namun, pemerintah tak pernah melaksanakannya karena hal itu bukanlah pengaturan yang menjadi prioritas untuk dilakukan perubahan.
Lagipula usul perubahan konstitusi sangat sulit karena harus disokong oleh 2/3 anggota tiap-tiap kamar parlemen. Jika telah disetujui, maka usul perubahan itu harus dirumuskan dan kemudian memperoleh dukungan rakyat melalui referendum.
Di samping itu, setelah kelahiran putri kedua Pangeran Felipe, tidak ada gunanya bagi pemerintah untuk meninjau peraturan yang telah berlaku dewasa ini. Upaya reformasi konstitusi tak akan berefek kepada Pangeran Felipe, tetapi kepada anak-anaknya.
Pasal 57 ayat [3] Konstitusi Spanyol menetapkan Parlemen akan mengesahkan suksesi kerajaan dengan memperhatikan kepentingan negara. Konstitusi juga telah mengatur apabila pemegang tahta mengundurkan diri dan proses penggantiannya (Pasal 57 ayat [5]).
Segala hal mengenai tata cara penetapan pemegang tahta telah diatur oleh Konstitusi. Namun banyak hal yang tidak diatur lebih lanjut, seperti apa saja wewenang dari keluarga kerajaan.
Opini umum mengatakan bahwa para anggota kerajaan mestinya netral secara politik. Oleh karena itu, tiap-tiap anggota kerajaan dilarang memegang jabatan publik. Raja, Ratu, dan Putra Mahkota harus secara penuh mengabdikan dirinya. Anggota kerajaan lain, seperti anak perempuan Raja, dapat memperoleh pekerjaan sebagaimana warganegara pada umumnya. Tak ada pembatasan hak atas pekerjaan bagi mereka.
Anggaran Kerajaan
Kerajaan dibiayai oleh anggaran negara, yang selanjutnya pengelolaannya diserahkan kepada Raja, termasuk untuk membayar gaji keluarga kerajaan dan staf yang bekerja padanya. Anggaran itu harus ditetapkan dahulu dalam APBN. Tiap tahun Kepala Rumah Tangga Kerajaan memberitahukan kepada Pemerintah jumlah anggaran yang diperlukan, tetapi keputusan akhir ada pada Pemerintah dan Parlemen. Para ahli hukum menegaskan bahwa besaran alokasi anggaran kerajaan harus sesuai dengan tugas yang diemban oleh anggota kerajaan tersebut. Kepala Rumah Tangga Kerajaan harus mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran tersebut untuk menjalankan transparansi.
Sekalipun tidak ada ketentuan khusus menurut undang-undang pajak di Spanyol, Raja tidak menerima “gaji”. Raja sendiri yang harus memutuskan mana diantara anggaran itu yang digunakan untuk gaji staf dan mana yang dialokasikan untuk keluarga kerajaan. Oleh sebab itu, sulit melacak berapa sebenarnya pendapatan pribadi Raja Spanyol. Sehubungan dengan ini, berkaitan juga dengan perlindungan alami atas tindakan-tindakan raja, maka sulit pula untuk menentukan besaran pajak yang harus dibayar. Tetapi, sejumlah keluarga, seperti para puteri Raja, tunduk kepada kewajiban membayar pajak sebagaimana warganegara pada umumnya.
Akuntabilitas dan Imunitas
Raja memiliki kekebalan politik dan tidak dapat dipidana menurut Pasal 56 ayat (3) huruf a Konstitusi Spanyol. Tetapi Konstitusi tidak berbicara soal akuntabilitas. Oleh sebab itu, dianggap bahwa Raja hanya mempertanggungjawabkan kewajiban-kewajiban konstitusionalnya, dibandingkan mengikuti semboyan kuno “the King can do no wrong.”
Namun, imunitas itu tidak menghalangi pemerintah untuk meratifikasi International Criminal Court, karena kekebalan internal tidak berefek kepada pertanggungjawaban internasional. Untuk melaksanakan hal ini, Spanyol tidak pernah melakukan perubahan konstitusi.
Kekebalan hanya berlaku bagi Raja dan bukan atas anggota kerajaan lain. Meskipun demikian, opini mayoritas ahli hukum mengatakan bahwa Ratu dan Putra Mahkota, semestinya tidak dikecualikan dari prinsip imunitas ini, sepanjang mereka melakukan tindakan-tindakan yang melekat pada kedudukannya.
Pidana untuk Penghinaan Kerajaan
Terdapat sanksi pidana bagi penghinaan atas Raja, anggota kerajaan, dan kerabatnya, yang diatur dalam Titel XIX, Bab II, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Spanyol, yang terentang atas tindakan-tindakan fitnah hingga pembunuhan. Sanksi pidana atas perbuatan tersebut lebih keras dibandingkan tindak pidana umum.
Pada tahun 2007, dilakukan persidangan atas pelaku pembuatan film kartun yang diasosikan Pangeran Felipe sedang bercinta dengan isterinya. Pengadilan memutuskan pelaku menghina keluarga kerajaan. Kasus lain yang terjadi adalah munculnya karikatur yang menggambarkan Raja sedang menenggak bir (2008). Pengadilan memutuskan hal itu sebagai kritik dan pelakunya tidak dituntut atas dasar menghina keluarga kerajaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H