Mohon tunggu...
Isharyanto Ciptowiyono
Isharyanto Ciptowiyono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pencari Pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Evolusi Mobil Nasional di Malaysia

8 Februari 2015   00:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:37 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benih industri otomotif Malaysia telah tumbuh sejak dekade 1960-an, saat Proton diluncurkan pertama kali pada tahun 1983. Industri otomotif ini mengandung ciri kebijakan substitusi impor dan derajat proteksi yang tinggi dengan mempersyaratkan muatan kandungan lokal. Ia disertai pula proteksi tarif, kewajiban membuat perakitan domestik, dan lisensi impor ketat bagi pelaku industri. Kebijakan ini mampu mendorong tumbuhnya angka penjualan mobil hampir 3 kali lipat di mana pada tahun 1970 mencapai angka 28 ribu dan menjadi 100 ribu pada 1980.

Saat ada perencanaan mendirikan perusahaan perakitan asing yang pada tahun 1970-an mencapai 7perusahaan dan disusul 5 perusahaan tidak lama kemudian, mampu mendongkrak pasaran mobil dengan komponen lokal mencapai 50% dibandingkan impor CBU.Walaupun demikian, derajat ketercukupan komponen lokal bergerak lamban pada tingkat 8% (1979), 12% (1982) dan 30% (1986) sehingga menimbulkan masalah inefisiensi.

Pada awal dekade 1980an, pemerintah bergerak demikian jauh dalam skema industri substitusi impor guna mendorong partisipasi “bumiputra” dalam jumlah yang lebih besar lagi. Pemerintah membentuk Heavy Industry Cooporation of Malaysia (Hicomc) pada tahun 1980 dan kemudian mendorong didirikannya macam-macam usaha patungan antara BUMN dengan Hicom dan investasi asing lainnya dalam sektor baja, sepeda motor, dan otomotif.

Untuk pertama kali, pada Oktober 1982, Perdana Menteri Mahathir Muhammad menunjuk Hicom sebagai pelaksana proyek mobil nasional. Pada Mei tahun berikutnya, Proton didirikan sebagai usaha patungan antara Hicom (memegang 70% saham setara 150 miliar ringgit) dengan Mitsubishi Motor Company dan Mitsubishi Corporation (yang masing-masing menempatkan 15% saham).

Proton berambisi membentuk mobil nasional dengan merek “Saga” untuk konsumsi domestik pada tahun 1985. Proyek mobil nasional ini tidak hanya menyasar perakitan mobil, tetapi juga industri pendukung, termasuk komponen suku cadang. Karena industri ini membutuhkan tidak kurang 20 ribu komponen maka ini menjadi peluang bagi tercakupnya peran “bumiputera” dalam kancah ekonomi.

Proton mampu menghasilkan Saga sebanyak 8.000 unit pada Juli 1985, dan menargetkan angka produksi hingga 84 ribu unit pada 1988 dan120 ribu unit pada 1995. Menurut rencana induk industri I (1986-1995), Proton ditargetkan menguasai pangsa pasar 6,4% (1985 kemudian menjadi 50,3% (1987). Sayangnya, saat rintisan produksi dilakukan 1985-1986, Proton menghadapi kesulitan pasokan komponen akibat resesi ekonomi sejak 1957 dan anjloknya nilai tukar yen pada tahun 1985. Akibatnya, Proton menderita kerugian pada 1985-1988, hingga masih menikmati kebijakan bebas pajak hingga 1989.

Sesudah periode ini, Proton melonjak menjadi produsen mobil terkemuka domestik dan mampu menguasai pasar dalam negeri hingga 50% hingga tahun 2002. Bahkan, sejak 1986, Proton diekspor ke Bangladesh dan menembus pasaran Inggris hingga angka 21 ribu unit, sekitar 23% dari omset produksinya (1994)

Tahun 1990-an, Pemerintah semakin gencar mendeversifikasi bisnis otomotif. Tahun 1991, Perdana Menteri Mahathir meluncurkan mobil nasional tahap II yang mendorong diproduksinya mobil-mobil angkut kecil (semacam city car) yang relatif tersendat pertumbuhannya di Malaysia.

Untuk proyek ini, didirikanlah “Perodua”, sebagai usaha patungan antara perusahaan Malaysia dengan Daihatsu Corporation pada 1993. Dari usaha ini muncullah merek “Kancil” (mobil dengan daya 660 cc), serupa dengan Mira versi Daihatsu tahun 1994.

Selanjutnya, pada tahun 1994 pula dibentuk MTB sebagai usaha patungan antara Hicom dengan Isuzu Motordan mulai memproduksi bis dan truk pada 1997.

Pada bulan November 1996, melalui rencana induk industri II (1996-2005) otomotif dimasukkan sebagai satu diantara 8 industri strategis.

Sejak dekade 1990-an, pemerintah Malaysia nampak mendorong kerjasama dengan Mitsubishi terutama untuk alih teknologi dan lisensi macam-macam komponen. Dengan cara ini, Proton semakin efisien dan pelan-pelan mulai melepas ketergantungan dengan Mitsubishi.Tahun 1995, Proton memperluas patungan dengan perusahaan otomotif Prancis, Citroen, untuk mendukung produksi merek “Tiara” yang dimulai pada April 1996.

Dalam masa ini pula, Proton mengambilalih 64% saham British Lotus Internasional Group pada Oktober 1996, produsen mobil sport bergensi demi mendukung teknologi dan kualitas sumber daya Proton.

Proton segera menanjak kemampuannya dengan memproduksi “Waja” pada tahun 1998, dan berhasil mesin penggerak sendiri pada 2003. Dengan dukungan Lotus, Proton berhasil memproduksi mesin penggerak “Campro” Generasi 2 yang mencapai derajat kandungan lokal 90% pada 2004.

Pada tahun 1996, pemerintah dan Proton memiliki ambisi untuk mendirikan perusahaan perakitan kedua yang berada di utara Kuala Lumpur. Walaupun sempat dihantam krisis 1998, akan tetapi dapat diselesaikan pada 2002

Pada penghujung dekade 1980-an, industri otomotif Malaysia mulai pulih dari efek resesi dan kapasitas produksi telah menembus angka 200 ribu unit pada 1990. Tahun 1995 angka produksi menembus 300 ribu unit dan mencapai 449.765 unit pada 1997. Walaupun dilanda efek krisis hingga awal 2000, akan tetapi pelan-pelan angka produksi kembali meningkat pada kisaran 450 ribu pada 2002. Proton memulai kemampuan produksi pada angka 7.047 unit pada 1985 dan pelan tapi pasti terus meningkat hingga mencapai 235.936 unit pada 1997. Sementara itu, Perodua memulai dengan kemampuan produksi sebanyak 10.184 unit (1994) dan menjadi 130 ribu unit (2003).

Dengan mengkaji dokumen perencanaan industri di negeri Jiran ini, dapat diketahui tahapan-tahapan evolusi industri otomotif mereka. Ada keberpihakan dan tentu saja komitmen politik tinggi untuk mewujudkan itu. Kepemimpinan Mahathir yang tegas dan juga kontroversial membantu mewujudkan ambisi proyek mobil nasional mereka. Tak heran hingga kini, di usia yang semakin senja, Mahathir masih dipercaya menjadi petinggi Proton. Ia menjadi sosok politisi senior di kawasan ASEAN sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun