Mohon tunggu...
Isfi Muiz Machmud
Isfi Muiz Machmud Mohon Tunggu... Relawan - Volunteer

Aditya Karya Mahatva Yodha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jika Negara Melanggar Fungsi Sosial Tanah, Penghuni Bisa Mempergunakan atau Memanfaatkan tanah Tersebut

13 September 2024   16:42 Diperbarui: 13 September 2024   16:43 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JAKARTA-13/9/2024

isfimuizmachmud

Dalam hukum agrarian nasional dikenal suatu asas dimana penguasaan penggunaan tanah oleh siapapun,untuk keperluan apapun harus ada landasan hak nya.

Jika seseorang menguasai tanah tanpa landasan hak, artinya penguasaan nya illegal dan dapat dikenakan sangsi hukum tiga bulan kurungan. Hal ini sesuai perpu nomor 51 tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau yang kuasanya. Di Indonesia tanah terbagi atas 2 golongan. :

1. Tanah Negara yaitu tanah yang secara yuridis masih kosong dan belum ada hubungan hukum dengan perorangan.artinya langsung dikuasai dan dikelola oleh Negara sebagai badan penguasa.

2. Tanah yang memiliki hubungan hukum dengan orang pribadi atau badan hukum atau yang sering kali disebut tanah hak.

Terkait dengan penggusuran rumah dinas purnawirawan dan keturunannya para TNI diberikan izin utk menempati rumah dinas karena jasa nya kepada Negara. Namun yang perlu diperhatikan adalah rumah dinas bukan hak, tetapi hanya izin.

Izin artinya boleh menggunakan kebendaan orang lain atas adanya suatu keputusan "kalau diizinkan berarti izin itu kepada yang bersangkutan,bukan kepada keturunan. Berdasarkan PP No.31 tahun 2005 tentang rumah Negara, rumah Negara terdiri dari tiga golongan :

1. Rumah Negara golongan I diperuntukan bagi pejabat tertentu yang karena sifat jabatannya harus tinggal dirumah tersebut selama masa jabatannya.

2. Golongan II adalah rumah Negara yang tidak dapat dipisahkan dari satu instansi tertentu dan hanya disediakan pada pegawai negeri. Apabila ia sudah berhenti,maka rumah Negara tersebut harus dikembalikan kepada Negara.

3.  Golongan III adalah rumah Negara yang tak dapat dialihkan.

Namun,perlu diketahui bahwa hukum agraria menganut hukum adat dan mengenal asas pemisahan horizontal. Artinya, hukum yang berlaku atas tanah belum tentu berlaku atas bangunan dan tanaman diatasnya.

Memang asas pemisahan horizontal ini tidak diatur secara tegas dalam UU No.5 tahun 1960 tentang Undang -- Undang Pokok Agraria (UUPA) namun bisa ditafsirkan melalui pasal 35 UUPA. "jika pemerintah yg membangun rumah tersebut,dimungkinkan terjadinya peralihan hak. Namun,tanah terpisah dari bangunan nya,"

Fungsi Sosial

Satu hal yang menjadi karakteristik dari hukum agraria adalah tanah berfungsi sosial, sosial ini diatur dalam pasal 6 UUPA. Fungsi sosial mengandung 2 makna. :

1. Jika ada pertentangan antara kepentingan umum dan individu maka yang diutamakn adalah kepentingan umum dengan catatan kepentingan individu tdk diabaikan.

2. Setiap orang yang menguasai tanah harus sesuai dgn peruntukan tanahnya jika ia tidak menggunakan tanah atau menelantarkannya bertentangan dengan fungsi sosial. Tapi,jika menggunakan tanah tidak sesuai dengan peruntukannya sebagai mana yang ditetapkan pemerintah daerah (PEMDA) hal ini juga bertententangan juga dengan fungsi sosial.

Yang menjadi pertanyaan sekarang!, siapa yang mempunyai fungsi sosial ini, apakah penguasa atau yang menempati rumah ?...

Jawabannya tentu saja yang menempati rumah tersebut. Sipenghuni bisa memanfaatkan ketentuan Pasal 6 UUPA, dikarenakan Negara telah menelantarkan tanah hal ini dikarenakan Pemerintah terlalu berlarut larut utk menarik rumah dinas tersebut dari si penghuni, ketentuan Pasal 6 UUPA bisa ditelaah seperti itu.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Undang-Undang Pokok Agraria) :

1. Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.

2. Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

sumber gambar /isfimuizmachmud
sumber gambar /isfimuizmachmud

Hubungan hukum antara orang atau badan hukum dengan bendanya menimbulkan hak kebendaan. Hak atas tanah termasuk hak kebendaan sesuai dengan pasal 528 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hak kebendaan memiliki sifat :

a. Hak Kebendaan adalah hak mutlak/absolut.

b. Hak kebendaan diatur dalam Buku II KUH. Perdata.

c. Hak kebendaan memberi kekuasaan

d. Hak kebendaan bersifat droit de suite arti-nya mengikuti kemana benda itu berada.

e. Hak kebendaan yang diperoleh terlebih dahulu, tingkatnya lebih tinggi dari yang terjadi

B. Kemudian.

f. Hak kebendaan mempunyai hak yang didahulukan (droit de preference).

g. Gugatan Hak Kebendaan disebut Gugat Kebendaan

Macam-macam hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria adalah sebagai berikut :

(1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah :

a. hak milik,

b. hak guna-usaha,

c. hak guna-bangunan,

d. hak pakai,

e. hak sewa,

f. hak membuka tanah,

g. hak memungut hasil hutan,

h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

(2) Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) ialah:

a. hak guna-air

b. hak pemeliharaan dan penangkapan ikan,

c. hak guna ruang angkasa.

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

Pemegang Hak atas Tanah adalah pemegang hak atas tanah, pemegang Hak Pengelolaan, atau pemegang izin/keputusan/surat dari pejabat yang berwenang yang menjadi dasar penguasaan atas tanah.

Dasar penguasaan atas tanah adalah izin / keputusan / surat dari pejabat yang berwenang yang menjadi dasar bagi orang atau badan hukum untuk menguasai, menggunakan, atau memanfaatkan tanah.

Untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah, dilakukan pendaftaran tanah.

                                                                                                                           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun