Tempuranduwur, Wonosobo (22/11) -- Mahasiswa UNNES GIAT 3 Desa Tempuranduwur, Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo melakukan salah satu program kerjanya yang berjudul "Pelatihan Pembuatan PGPR Akar Bambu". Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) merupakan sekelompok bakteri baik yang hidup di sekitar akar tanaman (rizosfer) yang mampu memicu pertumbuhan tanaman.Â
Pelaksanaan program kerja tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Desa Tempuranduwur merupakan desa dengan mayoritas warga bekerja sebagai petani sayur.Â
Dari informasi yang diperoleh, petani di desa Tempuranduwur masih sangat bergantung terhadap pupuk sintetis. Dari segi lingkungan, penggunaan pupuk sintetis secara terus-menerus dalam jangka waktu lama dapat merusak keseimbangan ekosistem tanah yang justru dapat mengurangi kesuburan tanah tersebut. Sementara itu, dari segi ekonomi, keluhan dari para petani adalah harga pupuk sintetis yang relatif mahal sehingga dapat meningkatkan modal dalam produksi pertanian.Â
Selain itu, kendala dalam perolehan pupuk subsidi menjadi masalah yang sering dialami petani. Selain masalah tersebut, di desa Tempuranduwur memiliki potensi sumber daya alam yang belum dimanfaatkan secara optimal, yaitu melimpahnya kebun bambu. Pemanfaatan akar bambu di desa Tempuranduwur belum pernah dikembangkan sebelumnya. Kurangnya informasi terkait manfaat akar bambu tersebut menjadi salah satu faktor utamanya.
Program kerja "Pelatihan Pembuatan PGPR Akar Bambu" dilaksanakan pada hari Jumat (11/11/2022) sekitar pukul 13.30-15.30 WIB di kediaman bapak Mistono dusun Lempuyang, Tempuranduwur.Â
Kegiatan tersebut terdiri atas beberapa acara, yaitu pemaparan materi tentang PGPR, pelatihan pembuatan PGPR, dan diskusi bersama kelompok tani dusun Lempuyang. Kegiatan tersebut mendapat antusisas dari pihak tuan rumah dan peserta pelatihan yang berjumlah 12 orang.Â
"Kegiatan yang sangat bagus untuk menambah pengetahuan petani di sini sehingga diharapkan dapat mengurangi modal dalam produksi pertanian khususnya di dusun sini" sambutan dari bapak Mistono selaku tuan rumah kegiatan UNNES GIAT 3 Desa Tempuranduwur. Adapun pemanenan PGPR akar bambu dilakukan setelah fermentasi sekitar 14 hari, yaitu terhitung dari tanggal 11-25 November 2022.
Antusias peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan yang disampaikan baik ketika pemaparan materi maupun selama praktik pembuatan PGPR. Pertanyaan yang muncul meliputi bahan dan alat pembuatan PGPR sampai dosis serta aplikasi PGPR untuk tanaman hortikultura.Â
Adapun bahan dan alat yang dibutuhkan dalam pembuatan PGPR ini sangat sederhana dan mudah didapatkan di dusun setempat, meliputi akar bambu, tauge, bekatul, gula pasir, terasi, dan tauge.Â
Sebelum pembuatan PGPR, akar bambu dan tauge direndam terlebih dahulu dalam air matang sekitar 2-4 hari. Tujuan perendaman tersebut adalah untuk mendapatkan biang/starter PGPR. Setelah diperoleh biang, langkah berikutnya adalah membuat media perbanyakan PGPR dengan merebus air yang ditambahkan dengan bekatul, gula pasir, dan terasi sampai mendidih.
 Selanjutnya, media didiamkan sampai benar-benar dingin. Media yang telah dingin dimasukkan ke wadah fermentasi dan biang PGPR yang telah dibuat sebelumnya juga ditambahkan ke dalamnya.Â
Campuran dikocok dan wadah ditutup rapat serta disimpan di tempat gelap. Fermentasi berlangsung secara anaerob selama sekitar 14 hari. Kegiatan diakhiri dengan membagikan panduan pembuatan dan produk PGPR yang sudah jadi kepada para petani khususnya dusun Lempuyang untuk diaplikasikan ke tanaman di lahan pertaniannya.
PGPR memiliki 3 peran utama, yaitu sebagai biofertilizer (penyubur tanah), biostimulan (pemicu pertumbuhan), dan bioprotektan (perlindungan dari patogen khususnya daerah perakaran). PGPR dapat diaplikasikan untuk benih, bibit, maupun tanaman dewasa.Â
Pengaplikasian PGPR untuk benih dan bibit dilakukan dengan perendaman, sedangkan untuk tanaman dewasa dapat dilakukan pengocoran di daerah perakaran tanaman. Dosis untuk benih adalah 15 ml/liter air dan untuk bibit serta tanaman dewasa adalah 20 ml/liter air.
Dengan dilaksanakannya program kerja ini, diharapkan dapat menambah wawasan petani sayur di desa Tempuranduwur khususnya dusun Lempuyang tentang PGPR akar bambu terhadap pertumbuhan tanaman.Â
Selain itu, dapat menjadi langkah awal untuk memulai sistem pertanian organik yang ramah lingkungan serta sedikit pengeluaran sehingga lebih meringankan beban modal para petani sayur di desa Tempuranduwur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H