Memasuki Masa Sekolah Menengah Pertama.
Selepas Sekolah Dasar, dan lulus di SD Inpres. Kemudian akan melanjutkan ke sekolah Menengah Pertama. Ada beberapa sekolah negeri yang terdekat, salah satunya SMP Negeri 4 Bandung dan SMP Negeri 13 Bandung. Mendaftarlah ke SMP Negeri 13 Bandung di sekitar daerah Buah Batu. Ketika itu belum ada zonasi seperti saat ini, mendaftar kesekolah negeri harus melalui saringan tes masuk.
Kemampuan secara pribadi memang pas-pasan tidak terlalu pintar seperti orang kebanyakan. Dahulu kepemilikan buku pelajaran sangat jarang, sehingga untuk belajar hanya apa yang disampaikan oleh gurunya saja yang di terima. Tidak ada refrensi yang membantu untuk belajar, lebih banyak bermainnya dari pada belajar. Hal ini menyebabkan hasil tes di SMP Negeri 13 tidak di terima. Orang lain lebih pintar dari pada diri ku.
Karena tidak di terima di sekolah negeri, mendaftarlah di sekolah yang terdekat tempat aku sekolah, kelas 3 SD di SD Terang kelas jauh. Ada empat kelas yang terdaftar di kelas 1 tahun1978, SMP Kavaleri namanya, sekarang SMP Kartika X di Bandung tidak terlalu jauh dari asramaku.
Badan ku tidak terlalu tinggi saat masuk kelas 1, masih kecil sehingga sering di bully oleh teman sekelas, bahkan teman se SMP. Teman-teman di SMP masih banyak di kalangan anak prajurit yang tinggal tidak jauh dari asrama. Tambahannya teman-teman di sekitar asrama seperti daerah Gumuruh, Maleer dan paling jauh sekitar Pindad ada juga yang sekolah di SMP Kavaleri.
Masa sekolah kelas 1 SMP, mengalami penambahan waktu belajar. Â Yang biasanya Januari ke Desember di rubah oleh Menteri P & K ketika itu Bapak Daoed Yoesoef menjadi Juni Ke Juli dan otomatis penambahan waktu belajar setengah semester selama 6 bulan. Teman seangkatan dengan ku mengalami penambahan belajar untuk satu semester. Secara keseluruhan masa SMP kurang lebih tiga setengah tahun.
SMP memang masih terlihat seperti kanak-kanak. Meningkat ke kelas dua, mulai teman-teman sudah ada yang berubah suaranya, tanda memasuki masa puber atau masa remaja. Sementara diriku masih kecil saja, agak lambat perkembangannya. Jadi ada suatu kejadian, kelas ku menjadi petugas upacara bendera pada hari senin, aku percaya diri dan telah bersiap di tengah lapangan sebagai komandan upacara.Â
Karena badanku kecil, Bapak Kepala Sekolah memanggil Harioso yang kelas 3 SMP untuk menggantikan posisiku sebagai komandan. Sebenarnya aku tersinggung dengan perlakuan Bapak Kepala Sekolah karena aku pun ingin mengalami sebagai Komandan Upacara.
Ada lagi pengalaman menarik dari pelajaran matematika. untuk hapalan aku sangat kurang, seperti Bahsa Indonesia pas-pasan, biologi juga, tetapi untuk matematika, aku agak lumayan. Suatu ketika hasil ulangan matematika yang materinya tentang perbandingan sudut dan segitiga di berikan oleh guru matematika.Â
Satu-satu teman-temanku di panggil ke depan oleh guru matematika dan di tanya oleh beliau termasuk diriku. Majulah aku kedepan dan dipersilahkan duduk oleh Guru Matematika "sebelum ulangan belajar gak", aku menjawab "tidak", beliau hanya tersenyum dan memberikan hasil ulangan itu, ternyata nilaiku 10, teman-teman yang lain nilainya di bawah lima semua.
Masih dengan pelajaran matematika. di kelas 3, ada pelajaran Aljabar materi persamaan kuadrat, bagi siswa yang tidak memahami akan sangat sulit untuk memahami materinya. Dalam materi itu masih mencoba-coba memfaktorkan untuk mendapatkan himpunan penyelesaian pada persamaan kuadrat.Â
Pada saat latihan soal yang di berikan oleh gurunya. Padahal guru tersebut menjelaskannya cukup enak dan mudah di mengerti, namun pada saat latihan terasa mumet juga. Mulailah mengerjakan latihan soal-soal. Satu-satu nomor soal di kerjakan, ketemu soal yang aggak lain dan sangat sulit untuk ukuran perkembangan berpikir saat itu.Â
Di bolak balik tidak ketemu, akhirnya buku latihan secara iseng di tulis atau di corat-coret, sementara guru matematika itu berkeliling memperthatikan siswa lain untuk di amati. Sampailah di meja tempat dudukku, dan beliau melihat aksi yang di lakukan oleh ku dengan mencorat-coret buku itu. Diambilah buku itu dan di pamerkan ke semua siswa yang lain. "lihat apa yang dilakukan oleh temanmu, mau jadi apa coba", sejak saat itu aku latihan soal dengan sungguh-sungguh untuk menyelesaikan seluruh soal-soal matematika.
Tahukah para pembaca, guru matematika itulah yang memberikan inspirasi aku untuk menjadi guru matematika hingga saat ini. Guru tersebut saat ini sudah menjadi guru besar di UPI Bandung pada Jurusan Pendidikan Matematika dan Pasca Sarjana. Karena yang di sukai hanya Mata Pelajaran yang lain masih di abaikan, sehingga ketika masuk ke SMAN 2 Bandung dan mengikuti tes tidak juga di terima, akhirnya masuk SMA swasta lagi.
Cat Air
Masih masa SMP. Pada pelajaran keterampilan guru memberikan tugas membuat krei dari kayu yang di anyam, kemudian di hias atau di lukis dengan lukisan yang pantas untuk dilihat. Pelajaran keterampilan memberikan bekal untuk peserta didik terampil dalam membuat keterampilan. Sudah banyak keterampilan yang di berikan, termasuk membuat maket pembangunan rumah sederhana. Untuk membuat krei merupakan tugas perseorangan, jadi harus masing-masing siswa menyiapkannya dengan baik.
Membuat krei di butuhkan cat air untuk melukis di atas bambu. Untuk membeli cat air ini aku kesulitan karena merengek pada orang tua rasanya tidak enak. Tapi cat air itu menjadi pikiran.
Di asrama ada sumber air yang terbuat dari pompa, bukan dari sanyo seperti saat ini. Pompa juga sudah memberikan manfaat untuk warga asrama. Setiap hari memompa untuk mengisi air, tidak jauh tetapi jika bulak balik membawa air satu ember, terasa pegel juga. Karena merengek kepada orang tua untuk minta di belikan cat air, maka orang tua ku yang perempuan memberi syarat, boleh di belikan cat air asal isi bak mandi sampai penuh.
Karena ingin memiliki cat air, syarat yang di berikan kepadaku dilkaksanakan, namun apa yang terjadi, karena tidak hati-hati tangkai pompa itu membentur hidungku yang membuat aku terjatuh dan pingsan. Tidak ingat lagi berapa jam aku pinsan, yang jelas ketika bangun dari tempat tidur sudah ada cat air di sampingku. Begitu senangnya memiliki cat air.
Dengan cat air itu aku mulai melukis dan mewarnai krei yang sudah di buat. Bakat melukisku tidak ada, jadi seadanya yang penting sudah melaksanakan tugas dari guru dan hilang kewajiban itu. Sebenarnya jika peserta didik memilki bakat, cat air itu bisa di padu padankan dengan warna yang lain sehingga menarik. Cat air itu telah memberikan pengalaman sehingga aku pinsan. Kebutuhan peserta didik harus di utamakan oleh orang tua, namun kondisi saat itu, orang tua bukan tidak mau membelikan hanya memprioritaskan kebutuhan yang lain. (IDT).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H