Masa sekolah dasar, aku mengalami perpindahan 3 sekolah dasar. Ketika masih tinggal di Cicadas daerah Sukasirna, aku sekolah di SDN Cimuncang. Masa sekolah masih belum mengerti apa makna dari sekolah, hanya mengikuti orang yang sekolah, sementara di dalam sekolah tidak tahu harus mengapa. Berangkat dari rumah pertama kali di antar oleh orang tuaku, selanjutnya berangkat sendiri dengan berjalan kaki. Masih terngiang dalam ingatanku, aku di belikan sandal lili yang agak keras, karena waktu itu sekolah belum ada yang memakai sepatu, sandal sudah termasuk hebat.
Karena masih senang bermain lari-larian dan tidak menggunakan sandal. Berangkat kesekolah di SDN Cimuncang pun tidak mau memakai sandal, sandalnya di simpan di rumah, dan berangkat ke sekolah dengan tidak menggunakan sandal. Masa itu yang masih teringat, selanjutnya tidak sampai satu caturwulan, baru dua minggu bersekolah di SD Cimuncang orang tuaku harus berpindah ke Asrama Batalyon Kavaleri 8 Tank di Cibangkong, Turangga, Bandung. Karena kepindahan tempat tinggal otomatis sekolah pun harus berpindah.
Masuklah aku di SD Terang, sekolah di Jalan Gatot Subroto, Bandung, berada di pinggir jalan. Untuk pertama kali sekolah di SD Terang, dimasukan ke dalam ruang untuk sekolah TK, karena di ruangan TK, kakaku suka meledek, karena masuk sekolah TK bukannya SD.Â
Namun akhirnya telah di atur dan tidak lama sekolah berada dalam ruang yang normal, untuk sekolah dasar di ruang TK hanya sementara, beberapa hari. SD Terang setiap hari sabtu ada pembagian burbur kacang ijo atau susu. Guru ku di kelas 1 namanya Ibu Ros, entah di mana beliau sekarang. Di kelas dua Ibu Mien. Dan di kelas 3 Pa Muji, karena di SD Terang hanya sampai kelas 3, selanjutnya pindah ke SDN Inpres dekat Kesatuan.
Di kelas dua SD Terang, orang tua ku di panggil menghadap ke wali kelas. Datang lah orang tua ku ke sekolah, dan mendapat informasi bahwa aku sering naik keatas meja kelas. Entah apa di kelas 2 SD itu masih belum mengerti apa arti belajar, mengalir begitu saja, mengikuti orang kebanyakan, serta temanpun sudah tidak ada yang kenal. Akhirnya naik lah ke kelas 3 SD dengan istilah naik percobaan, dulu masih ada istilah naik percobaan. Namun di kelas 3 SD Terang tidak cukup untuk menampung siswa yang begitu banyak, untuk sebagian kelas 3 SD, Kelas 4 SD dan sebagian kelas  5 SD lokasinya pindah ke Pusenkav yang saat ini menjadi SMP Kavaleri/Kartikacandra.
SD Terang di Pusenkav sering di sebut SD Gelap, karena tempatnya gelap jauh dari SD Terang. SD Terang berbeda jauh dengan SDN Cimuncang untuk pertama kali bersekolah di sana. Dari segi Bahasa SD Cimuncang menggunakan Bahasa sunda serta sekolahnya beragam dari kalangan anak-anak sipil dan penduduk sekitar Cimuncang.Â
Sementara SD Terang karen milik Persitkartika (Persatuan istri Prajurit), maka siswanya terdiri dari warga sipil, anak tentara, dan tentarapun ada yang putra tamtama, bintara dan perwira, yang perlakuannyapun tentu berbeda. Antara anak kopral dengan anak kapten atau anak kolonel.
Kenapa demikian karena aku pernah merasakan memiliki teman anak perwira, ketika ke sekolah agar mempunyai teman bermain dia membawa coklat dan membagikan kepada temannya termasuk aku. Bermainlah aku ke rumah nya tidak jauh dari asrama ku, hanya beliau diperumahan perwira di dekat jalan kesuma RT 5. T
ernyata temanku Iwan Namanya anak seorang perwira, dari segi pakaian pun berbeda dengan ku yang anak seorang kopral. Itu tidak menjadi persoalan yang penting dapat mengikuti sekolah. Di dalam raport ku tertulis naik percobaan, tapi tidak mengerti apa maksudnya, apa bila tidak bisa mengikuti turun kembali ke kelas 2 SD.
Karena terbayang naik percobaan, artinya aku tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik, akhirnya ketika naik ke kelas 4 SD aku putuskan pindah ke sekolah yang terdekat dengan asrama yaitu SD Inpres yang saat ini menjadi SDN Turangga. SD Inpres, merupakan sekolah yang pembangunnannya sering di lewati sepulang sekolah. Jadi tau persis sekolah itu bagaimana di bangun. Masuklah di kelas 4, di awal-awal gurunya sering tidak ada dan aku termasuk kelas tertua karen belum ada kelas 5 dan 6. Satu kelas terdiri dari 7 orang, selanjutnya sampai di kelas 6 ada sekitar 16 siswa.
Maksud kepindahanku ke SD Inpres menghindari persaingan dengan teman yang lain, namun karena dasarnya pasa-pasan tidak juga dapat berprestasi. Tetapi ada yang menarik ketika di SD Inpres, pernah di ajak oleh Ibu Tur Yati Iskandar ke Gedung Merdeka di sana ada kegiatan pameran untuk anak sekolah.Â